Keduanya masih termenung di depan pintu ruangan tempat White di periksa. Renata masih menangis, tapi sudah tak sekencang tadi, hanya terdengar isakan sesekali dari bibirnya. Arnold juga sempat menghubungi orang tua White agar cepat menuju kesini, tapi yang membuat Arnold ingin rasanya mencabik cabik mereka sampai habis adalah, orang tua White ternyata sudah pergi lagi, mereka tidak ingin menunggu White lebih lama. Katanya waktu mereka terlalu penting.
Pintu ruangan terbuka menampilkan dokter dan suster yang menangani White keluar. Dengan cepat mereka berdua langsung berdiri menanyakan banyak pertanyaan yang mungkin bisa dibilang lebai, tapi mereka memang se khawatir itu.
"Beruntung kalian membawa White dengan cepat, kalau tidak mungkin saya tidak bisa mengatasinya karna kulitnya sudah hampir membiru karna terlalu lama di dalam air." Jelas dokter itu.
Keduanya bernafas lega, namun sedih secara bersamaan. Mengingat apa yang pria itu hadapi kemarin sendirian sampai nekat berbuat seperti ini. "Terimakasih dokter," Jawab Arnold tulus.
"Apa kita sudah boleh masuk dok?" Tanya Renata tak sabaran. Dokter itu mengangguk kemudian pamit undur diri.
Keduanya langsung terburu buru masuk untuk melihat keadaan White. Nyatanya White saat ini masih menutup matanya. Renata mendekat memeluk tubuh White yang terpasang banyak sekali alat medis. Ia terus mengucapkan kalimat maaf.
"Lo ga salah Re, jangan nyalahin diri lo sendiri." Ucap Arnold melihat Renata yang terus terusan menyalahkan dirinya sendiri.
Renata mengangguk kemudian menegakkan badannya. "Thanks ya bang, udah peduli sama temen gue."
Arnold terkekeh. Kemudian mengusak rambut gadis itu. Lucu saja pikirnya. "Harusnya gue yang makasih bocil, makasih udah mau khawatir dan peduli sama adik gue."
Renata cemberut. "Ya gue kan temennya, bespren poreper nya White sehidup semat- aw!" Arnold menjitak kepala gadis itu yang nyerocos tanpa henti.
"Bawel!" Ucapnya kemudian terkekeh. Renata semakin cemberut dibuatnya.
Biarlah Renata dengan ngambeknya.
Disisi lain Black tetap berusaha mencari tau dimana White berada. Meskipun mulutnya berkata ia tak peduli, tapi jauh di lubuk hatinya ia peduli. Ia mengkhawatirkan pria itu. Ia berusaha menghubungi Renata namun belum ada jawaban dari gadis itu sama sekali.
"Ck!"
Black membanting ponselnya kesal. Sudah berkali kali ia mencoba menghubungi teman White yang satu itu, tapi sama sekali belum ada jawaban.
Malam harinya Arnold masih sentiasa menunggu adik sepupunya untuk membuka matanya. Ia ingin orang yang pertama kali dilihatnya saat membuka matanya adalah dirinya. Sementara Renata gadis itu sudah pulang kerumah dengan paksaan Arnold tentunya. Gadis itu tadinya tetap kekeuh ingin menunggu temannya itu sampai membuka matanya, namun Arnold membujuknya agar ia pulang dan membersihkan dirinya kemudian istirahat, besok setelah pulang sekolah gadis itu boleh menjenguk White lagi.
Sudah sekitar 4 jam yang lalu Arnold sama sekali tak beranjak dari duduknya. Ia hanya akan menatap tubuh terbaring White yang menutup matanya. Ia mencintai pria ini, sangat mencintai adik sepupunya ini.
Saat tengah fokus menatap Arnold menyadari bahwa kedua jemari adik sepupunya bergerak. Ia langsung menatap panik, takutnya ada hal buruk yang terjadi. Saat ia hampir memanggil dokter tiba tiba sebuah tangan mencekal tangannya. "Ha-us!"
Arnold buru buru langsung memberikan air pada White, kemudian membantunya untuk meminumnya. Setelah selesai ia langsung memeluk pria itu seakan takut kehilangan, ia bahkan tak sadar sudah memeluknya saat kencang, hingga membuat pria itu hampir kehilangan nafasnya. Setelah sadar ia langsung melepaskan pelukannya dan mengucapkan kalimat maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
BWHITE | Nomin
Teen Fiction18+ Black Anderson pria dengan obsesi yang gila dan White Argiant dengan cinta nya yang tak kunjung terbalas. Sang alter White yang bernama Kathrin juga menyukai Black, gadis yang menjadi alter nya itu begitu licik ia hanya ingin memiliki Black seut...