Azrina dan keluarganya tengah makan malam. Ia sadar bahwa sedari tadi abinya memperhatikan Azrina terus menerus, sampai abinya pun memulai percakapan disela makan malam mereka.
"abi minggu depan udah balik ke malaysia" ucap Barraq.
"loh kok cepet bi?" tanya Husain
"abimu ini lagi banyak pekerjaan nak, udah dipanggil juga sama atasannya" sahut Arin menjawab pertanyaan Husain, Husain pun hanya mengangguk mengerti. Mereka semua memang sudah terbiasa jika Barraq kembali ke Malaysia cepat.
"nana, dari tadi abi ga liat kamu makan? kenapa nasinya di mainin? gaboleh mainin makanan na" ucap Barraq kepada Azrina. Ya, sedari awal makan malam berlangsung Azrina sama sekali tidak memasukkan sesuap nasi. Entah kenapa nafsu makannya akhir akhir ini selalu hilang.
"eee..gapapa bi ehehe lagi ga nafsu aja" jawab Azrina terbata bata.
"bohong. dari kemarin kemarin, abi lihat wajahmu pucat sekali"
Mendengar Barraq yang berkata seperti itu, sontak semua yang ada di meja makan melihat kearah Azrina, keculi Anaya yangs edang asyik dengan makanannya sendiri.
Azrina yang menjadi pusat perhatian pun menghela nafas dan memutuskan untuk menjelaskan kepada keluarganya secara perlahan.
"umi, abi..nana boleh cerita?" tanya Azrina kepada kedua orangtuanya, mereka hanya membalas dengan anggukan dan senyum kecilnya.
"nana bukannya ingin main rahasia rahasiaan sama umi abi, nana cuma gamau umi abi khawatir..." ucap Azrina dengan suara sedikit bergetar menahan tangis seraya menundukkan kepalanya.
"n-nana..."
"nana...ke-kena leukimia stadium 3" Azrina pun meneteskan air matanya.
Arin yang mendengar hal tersebut dari mulut gadisnya sangat terkejut, lalu tidak sengaja menjatuhkan sendok yang sedari tadi ia pegang karena laget.
Semua yang ada di meja makan itu terdiam, sama sekali tidak mengeluarkan satu suara pun. yang terdengar hanya tangis kecil Azrina dan suara Anaya yang sedang bermain sendiri.
akan tetapi, Azrina harus menyampaikan apa yang sudah ia alami selama ini. ia juga harus menyampaikan pesan pesan dari dokter.
"u-umi abi.. ceritanya itu berawal dari hari minggu pekan kemarin sebelum nana ujian sekolah. nana bangun tidur dan ngerasa pusing, lalu malamnya suhu tubuh nana naik dan kulit nana ada banyak ruam, besok paginya nana kira sudah hilang ternyata masih ada, dan ada lebam lebam di kaki nana" jelas Azrina
"Nana ke dokter sama Mayra, karena nana gamau bikin umi abi khawatir.. nana minta maaf, umi abi..." sambungnya seraya mengusapkan air mata yang ada di pipinya.
"coba tunjukin ke umi ruamnya sayang" jawab Arin dengan nada lembut yang sedikit bergetar menahan tangisnya.
Azrina pun menggulung lengan bajunya dan menunjukkannya kepada mereka semua, dari ruam sampai lebam yang ada di kaki, ditambah ruam yang muncul di belakang lehernya. Arin yang melihat itupun menteskan air matanya dan memeluk Azrina erat.
Semua yang ada di meja makan itu menangis. Terlebih lagi Arin yang tidak menyangka anak gadisnya akan mendapatkan hal seperti ini.
"umi abi jangan khawatir ya, nana gapapa kok dan nana pasti bakal sembuh" ucap Azrina dengan senyumannya.
❀⊱┄┄┄┄┄┄┄┄┄┄┄⊰❀
"baik bu, karena leukimia Azrina ini sudah stadium 3, saya jadwalkan setiap hari kecuali hari sabtu dan minggu. bagaimana?"
"iya dok, bagaimana baiknya menurut dokter" balas Arin.
"oke, kita sekarang langsung mulai aja ya? ayo Azrina ikuti saya, Azrina jangan tegang ya, santai aja" ucap dokter tersenyum.
Azrina dan dokter pun memasuki ruang radioterapinya. Arin hanya bisa menunggu dan herdoa agar pelaksanaan radioterapi Azrina lancar.
❀⊱┄┄┄┄┄┄┄┄┄┄┄⊰❀
30 menir sudah berlalu. Radioterapi Azrina pun berjalan dengan lancar, ia diperbolehkan pulang dan dokter memberikan beberapa obat obatan lagi yang harus Azrina konsumsi.
Saat di dalam mobil, Arin dan Azrina tidak membuka pembicaraan. Arin yang pikirannya kacau melihat gadisnya harus melawan penyakit ini, dan Azrina yang masih tidak enak kepada Arin karena sudah membuatnya khawatir dan kepikiran.
Hingga Arin pun membuka suara.
"na, tadi gimana radioterapi nya?" tanya Arin.
"e-emm ga gimana gimana kok umi, cuma kaya ngerasa gatel gitu kulitku ehehe" jawab Azrina yang hanya dibalas anggukan oleh Arin.
"umi, hari selasa nanti sekolah nana ada ngadain lomba pentas seni gitu. nana boleh ikut ya umi?" tanya Azrina berharap.
"na, fokus sama kesehatan kamu. kamu ga boleh cape cape. umi ga mau kamu tambah drop" ucap Arin tegas.
Azrina tidak menjawab. ia hanya menunduk mendengar perkataan Arin, padahal ia bermaksud ingin terlihat baik baik saja di hadapan teman temannya dan menjalani keseharian dengan normal seperti dulu.
Sesampainya di rumah, Azrina disuruh istirahat oleh Arin. Ia pun memasuki kamarnya dan memutuskan untuk memejamkan mata sebentar.
Akan tetapi ia lupa sesuatu. Ya! Azrina lupa menulis momen yang membuat hatinya berdebar kencang. Yaitu dimana momen ia belajar bersama Adam di perpustakaan kota seminggu yang lalu.
Azrina pun cepat cepat mengambil box hitam berukuran sedang yang ia simpan di laci mejanya dan mengambil secarik paperbook, lalu menuliskan momen bersama Adam di perpustakaan.
Azrina yang sudah menulis itu dengan segera melipat kertasnya dan memasukkannya ke dalam box. Entah kenapa ia sangat senang ketika mengingat momen itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thirty Letters for Adam
Teen Fiction"mas ini uang 70 ribu saya, gaenak kalo ga dibayar nge ganjel di hati ehehe" "serius senyumnya masyaAllah banget" "ukhti yang satu ini memang beda ya hahah ada ada saja"