Chapter 4

11 4 0
                                    

Mentari belum sepenuhnya menunjukan keagungannya tetapi Rayn sudah duduk di depan teras kost untuk menunggu kedatangan teman satu-satunya itu. Siapapun yang melihat Rayn pasti tau ia kekurangan tidur. 

"Mana sih si anjing nih. Katanya udah dekat, halah bacot." 

Pukul empat pagi, teman satu-satunya itu sudah menelpon dirinya berkali-kali dan mengatakan dirinya akan otw sebentar lagi. Ini sudah hampir 30 menit tapi sosok tersebut belum juga muncul. 

Rayn terus menoleh-nolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sampai matanya kini tertuju pada parkiran kostnya. 

"Motornya udah nggak ada." Pikir Rayn.

"Kemana orang tersebut sepagi ini."

"Dewa."

Tanpa sadar ia mengucapkan nama orang tersebut, tak lupa kedua ujung bibirnya tertarik ke atas tanpa sadar sekali lagi. Kalo dipikir-pikir nama 'Dewa' cukup cocok dengan sosoknya, entah dimana kecocokannya tetapi bagi Rayn nama tersebut cukup cocok.

Tin..tin...

"Lama banget sih bangsat. Katanya udah otw, halah ubi lu." 

Kalau tau sosok didepannya ini selama itu ia akan menunggu dikamar saja dan tak perlu seburu-buru tadi, bahkan ia mungkin masih dapat berleha-leha dikasur kesayangannya itu. 

"Hehehe udah buru naik. Telat nih." 

Akhirnya keduanya sudah berada dimotor Marvel dan melaju ke kampus mereka. Kurang lebih sepuluh menit berlalu sampai keduanya kini sudah berada di parkiran kampus. Oh iya, keduanya kini sudah terlihat rapi dengan baju hitam putih serta dasi hitam yang menyempurnakan penampilan mereka. 

Keduanya dapat melihat seruan-seruan kating-kating mereka melalui speaker yang tersedia untuk segera berkumpul di lapangan tempat kemaren pra-MPLS dilakukan. Keduanya segera ke lapangan dan masuk ke barisan kelompok masing-masing. Oh iya btw mereka berdua sekelompok ya, salah satu alasan kenapa keduanya dapat menjadi teman. 

30 menit berlalu sampai semua peserta MPLS sudah berbaris rapi dilapangan. Matahari kini sudah memantapkan posisinya diatas sana yang membuat hawa terasa sangat panas saat ini. Rayn sedari tadi sudah mengeluh kepanasan yang disetujui oleh Marvel dan teman-temannya yang lain.

"Duh lama banget sih bangsat, ini lagi ketua angkatan pakek acara telat segala. Sengaja nih biar orang-orang pada terpesona sama dia, halah buaya kentut." Gerutu Rayn yang langsung disenggol Marvel sebab ia takut kating mendengar apa yang diucapkan temannya ini.

Kurang lebih sepuluh menit berlalu sejak gerutuan Rayn dan kini kating-kating tampak heboh dan seperti yang Rayn dengar dari ucapan rekan-rekannya bahwa ketua angkatan akan segera hadir.

"Akhirnya yatuhan."

Oh iya, Rayn posisinya berada diujung barisan sehingga sebelah kirinya merupakan jalan yang akan dilewati petinggi-petinggi kampus termasuk ketua angkatan ini sepertinya.

"Nah akhirnya ketua angkatan kita datang nih. Mana sorakannya teman-teman huuuu..."

Rayn yang penasaran pun secara otomatis membalikan arah kepalanya ke kiri tempat yang akan dilewati ketua angkatan.Di bawah sinar mentari yang menyelimuti tempat tersebut, kedua netra Rayn berhadapan langsung dengan kedua netra ketua angkatan yang ternyata juga menatapnya. Wajah sosok tersebut diselimuti sinar mentari dengan almamater yang melindungi badannya. 

Setiap langkah yang sosok tersebut ambil diikuti dengan arah kepala Rayn yang mengikutinya. Selangkah sebelum keduanya berada pada jarak yang sama, ia dapat merasakan sosok tersebut memberikannya senyuman tipis dengan alisnya yang terangkat sebelah. Setelah itu sosok tersebut terus berjalan ke depan podium. 

Rayn shock berat.

Why?

Sosok ketua angkatan jurusannya ini yang katanya terkenal, ganteng dan semacamnya ternyata sosok tersebut merupakan...























Mas-mas yang membantunya selama ini?

Orang pertama yang ia kenal di kota yang asing ini?

"Dewa." Tanpa sadar ia mengucapkan susunan kata tersebut.

Thats why semuanya menjadi make sense sekarang.

Rayn begitu terfokus dengan pikirannya sampai-sampai ia tidak sadar seorang kakak tingkat kini berada di sampingnya.

"Dek...dek." Ucap orang tersebut sembari memukul pelan bahunya.

"Eh iya... kenapa ya bang?" Ia dapat melihat Marvel menahan tawa di sampingnya.

"kamu jadi perwakilan yang cowok ya untuk peresmian MPLS?"

"Hah?"

Maksudnya apa? ia tak paham.

"Udah buru maju, ayok." 

Secara otomatis Rayn mengikuti kakak tingkat tersebut ke podium.

Duh kenapa harus dia sih. Ia kan maluuuuuu jadi pusat perhatian begini.

Kini sekarang ia sudah berdiri tegak dengan seorang perempuan yang menjadi perwakilan mahasiswa perempuan. Sang mentari semakin menunjukan keagungannya, sekarang seluruh wajah Rayn terselimuti oleh sinarnya yang membuatnya semakin terlihat indah bagi seseorang.

"Selanjutnya adalah peresmian MPLS dengan pemberian medali kepada perwakilan peserta MPLS yang akan diberikan langsung oleh ketua angkatan, kepada beliau dipersilahkan." Ucap Mc acara.

Dibawah sinar mentari dan angin sepoi-sepoi yang entah tiba-tiba datang Rayn dapat melihat sosok ketua angkatan berjalan ke arahnya dengan senyuman tipis terpatri di wajahnya. 

Kini dihadapannya sang ketua angkatan berdiri tepat dihadapannya.

"Manis."

Sinar mentari dan angin yang membuat rambut orang didepannya ini berantakan membuatnya terlihat sangat manis baginya.

Rayn dapat melihat sosok didepannya ini mengambil salah satu medali dan deg....

Waktu rasanya berjalan lambat sekali, segala kebisingan duniawi juga hilang seketika. Rasanya Rayn hanya dapat melihat sosok didepannya ini bukan yang lainnya. Sosok didepannya ini perlahan-lahan mengalungkan medali tersebut ke leher Rayn. Sekali lagi jika dibolehkan sungguh waktu berjalan sangat lambat ketika orang didepannya ini mengalungkan medali tersebut.

Di hadapan mentari yang menjadi saksi agung peristiwa ini, sosok didepannya ini menjulurkan tangannya ke arah Rayn. Di saat ini maaf untuk sekali lagi Rayn menjadi bodoh, ia hanya menatap tangan tersebut untuk beberapa detik sampai akhirnya ia sadar sendiri dan menerima juluran tangan tersebut.

Keduanya saling menatap dengan senyum tipis dimasing-masing pihak. Tangan keduanya juga resmi menandai penyatuan keduanya. Netra tersebut seolah-olah dapat berkomunikasi, entah apa yang ia ingin katakan.

Untuk sekarang biarlah keduanya berhenti dengan dunianya sendiri...


Ordinary BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang