Chapter 10

7 3 0
                                    

Biru menjadi warna dominan langit saat ini, tak terasa setengah hari habis bagi keduanya hanya untuk menunggu almamater yang ternyata ada kendala sehingga mereka semua harus menunggu sedikit lebih lama.

Sungguh mood Rayn seharian ini sangatlah jelek. Ada saja bencana yang datang padanya dihari ini, seolah-olah hari ini memang dibuat untuk menjadi hari sial baginya. Rakha dan juga Rayn kini sudah dapat almamater untuk kelas mereka, kurang lebih ada empat kantong yang mereka bagi-bagi menjadi dua kantong per orang.

Itu sejujurnya ide Rayn sebab ia pikir kantong ini tidak akan berat tetapi ternyata salah, kantong-kantong ini ternyata cukup bukan lagi cukup tetapi sangat-sangat berat huhuhu. Apalagi kondisinya yang sangat letih tak bertenaga seperti ini. Ia ingin sekali meminta tolong orang didepannya ini tetapi ia sangat-sangat gengsi. 

Mending ia mati sekalian daripada harus meminta tolong kepada orang didepannya ini yang ia yakini pasti akan menolak untuk membantunya. Jadi untuk apa, mending ia bawak kantong-kantong seberat dosa ini sendiri.

"Oi mau dibawa kemana nih?" Rayn sudah sangat keberatan saat ini.

"Ke kos gua." 

"Oohh."

Akhirnya keduanya berjalan ke arah parkiran motor yang syukurnya tidak terlalu jauh dari gedung rektorat letaknya.

"Nih. Dah gua balik ya." 

Akhirnya selesai juga segala penderitaan Rayn. Pokoknya habis ini ia akan langsung mencari makan dan setelahnya kembali ke kos tercintanya untuk tidur yeay. Sayang seribu sayang rencananya tersebut berakhir hanya pada kepalanya saja sebab sesat setelah ia berbalik, ia dapat merasakan kerah belakangnya ditarik oleh sesuatu yang tak lain tak bukan pelakunya adalah Rakha.

"Apa lagiiii." Tanpa sadar Rayn merengek kepada pelaku yang menarik kerahnya ini. Rayn yang langsung sadar akan perbuatannya langsung berdehem pura-pura batuk sembari menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tak gatal.

Sementara Rakha tentunya hanya memberikan ekspresi yang tidak dapat didefinisikan dan yang membuat Rayn makin malu itu sosok yang lebih tinggi darinya ini hanya diam menatap dirinya tanpa inisiatif untuk membalas pertanyaannya sebelumnya.

"Apa lagi Rakha? gua mau balik nih." 

Rayn memberanikan diri untuk menatap sosok didepannya ini. Netra keduanya kini bertemu kembali. Kali ini berbeda, jika biasanya Rayn menjadi orang pertama yang memutuskan kontak keduanya maka untuk kali ini berbeda saat ini Rakha lah yang menjadi orang pertama yang memutuskan kontak mereka berdua. Setelah itu, Rayn dapat mendengar sosok dihadapannya ini berdehem pelan. 

"Lu ikut gua lah, mana bisa gua bawa nih barang sendiri." 

Ish malas-semalasnya, fuck dunia kata Rayn. Segala rencana indahnya kini hancur seketika, mau bagaimana lagi perkataan orang didepanya ini mutlak kebenaranya dan tak bisa diperdebatkan. 

"Yaudah ayuk." Ucap Rayn sembari menggerutu dan jangan lupakan bibirnya itu yang maju beberapa senti tanda ia sedang merajuk. Tanpa sadar aksi bocahnya itu dapat membuat makhluk Tuhan tanpa ekspresi disampingnya itu melengkungkan senyumannya yang tentunya tidak akan diketahui oleh Rayn karena ia sudah menggunakan helm nya.

Dengan susah payah kini keduanya sudah ada diatas motor gede Rakha dengan kantong berisi almamater yang menjadi penghalang bagi keduanya. Jujur Rayn sangat tidak nyaman saat ini, bukan karena Rakha tetapi potensi untuk kantong-kantong berat ini jatuh yang menjadi fokusnya saat ini. 

Sejujurnya Rayn juga takut jatuh sebab motor Rakha ini bukan motor biasa tetapi motor gede terlebih lagi ada banyak beban di motornya saat ini. Sekarang Rayn hanya bisa menyerahkan hidupnya pada Rakha dan tentunya berdoa pada Tuhan.

Ordinary BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang