Chapter 3

12 4 0
                                    

Ternyata nggak semenakutkan itu kok, biasa aja.

Itu kesimpulan yang dapat Rayn berikan dari acara pra-MPLS yang sebelumya ia sudah berpikir yang tidak-tidak. Acara berjalan cukup lancar tanpa halangan yang berarti, kakak-kakak tingkat yang ia lihat juga cukup ramah walau terkadang mereka juga bersifat tegas tetapi Rayn dapat memaklumi hal tersebut.

Ooh iya...

Rayn juga sudah dapat teman tauuu, ya walaupun baru satu sih yang ia rasa dapat dianggap teman. Namanya...

"Marvel" 

Lucu kan namanya?

Mereka dapat menjadi teman karena basa-basi Rayn yang terlalu basi.

"Anak HI juga ya?"

Dari kalimat tersebutlah keduanya terus melanjutkan obrolan dan seperti yang Rayn rasakan mereka sudah menjadi teman. Sekarang Rayn sudah duduk anteng di motor Marvel, tadi Marvel nawarin masak ia tolak. Ternyata antara kost ia dan juga Marvel tidak terlalu jauh jaraknya tetapi dari kampus sebenarnya kost Marvel dulu yang dilewati baru kostnya Rayn.

"Thanks ya vel hehehe, jadi ngerepotin nih." 

"Emang ngerepotin sih."

"Njing lu, basa-basi dikit kek."

Ya tau sih ngerepotin tapi kan.

"Enggak mau, nantik kayak lu 'anak HI juga ya'" Ucap si bangsat ini sambil menirukan ucapannya sebelumnya dengan nada yang mengejek.

"Bangsat lu, udah sana balik lu."

"Besok bareng nggak." 

Halah... katanya aja ngerepotin.

"Enggak ah takut ngerepotin baginda." Balas Rayn sambil menunjukan raut wajah sok sedih.

"Najis monyong-monyong kayak boti."

"Babi lu." Balas Rayn sambil menoyor kepala yang dilindungi helm tersebut.

Akhirnya Marvel pun pergi dan untuk besok Rayn akan pergi dengan Marvel hehe, lumayan hemat ongkos. Sekarang sudah menunjukan pukul setengah enam sore, sang mentari sudah berada diujung siap untuk digantikan belahan jiwanya yang tak tergantikan 'bulan'. Rayn yang sudah capek memilih untuk balik ke kamarnya.

Detik demi detik berjalan tanpa sadar sekarang bulan sudah sepenuhnya memperlihatkan keindahannya diatas sana. Rayn tidak tau berapa lama ia terlelap, ia memutuskan untuk langsung mandi. Selesai mandi ternyata perut Rayn sudah keroncongan dan ia memutuskan untuk turun kebawah dan mencari makanan yang bisa dimakan.

Sesampainya didepan kostnya, tiba-tiba sesosok makhluk muncul dihadapannya lengkap dengan motor vespa yang sempat Rayn naiki sebelumnya.

"Oii mau kemana lu." Sapanya dengan wajahnya yang terlihat letih.

Sepertinya orang didepannya ini sangat kecapekan, entah apa yang ia lakukan diluar sana.

"Mau cari makan bang." Balasnya dengan sopan.

"Buru naik, gua juga mau cari makan nih."

"Tapi bang..."

"Udah buru, nih." Ucapnya sambil memberikan helm kepadanya.

Ia sebenarnya mau-mau aja sih dibawak pergi makan tapi orang didepannya ini terlihat letih sekali jadi ia ngerasa sedikit nggak enakan tetapi kan kalo dipikir-pikir lagi orang didepannya ini yang mengajaknya makan karena juga kelaparan jadi tidak apa-apa dong.

Angin malam menerpa wajahnya, tidak dingin malah membuatnya merasa tenang. Sudah cukup lama sepertinya ia tidak keluar malam-malam dengan motor begini. Di sepanjang jalan orang-orang melakukan berbagai aktivitas yang beragam, ada yang sedang berjualan, ada yang mengobrol entah tentang apa topiknya, ada yang fokus dengan telepon genggamnya, dan berbagai macam halnya. 

Rayn suka memandangi orang-orang dengan berbagai aktivitas yang mereka lakukan. Salah satu aktivitas favoritnya. Melihat berbagai emosi yang terlihat dalam satu tempat dan satu waktu menjadi alasan kenapa ia menyukai aktivitas ini. 

Tanpa sadar kedua ujung bibir nya naik membuat siapapun yang melihatnya pasti akan berceletuk...

"Manis."

Begitu juga dengan sosok didepannya ini yang sedari tadi tanpa Rayn sadari arah salah satu spion motor tersebut mengarah kepadanya. Sejujurnya tempat tujuan mas-mas yang belum diketahui namanya ini sudah jauh dibelakang sana tetapi melihat sosok dibelakangnya ini terlihat senang dan antusias sekali membuatnya urung memberhentikan motornya ini dan memilih untuk melanjutkan perjalanan yang entah berakhir sampai mana.

"Kita mau makan dimana sih bang?"

Entah berapa ratus detik yang terlewati sampai sosok yang sedang dibonceng itu sadar. Akhirnya keduanya pun memtuskan untuk berhenti disalah satu tempat makan di sekitaran jalan tersebut.

Pecel lele.

Rayn suka. Walau bukan favoritnya tetapi mengingat perutnya yang sudah keroncongan ini makan pecel lele dimalam hari membuat mood nya naik sedikit. Setelah keduanya memesan makanan, keduanya pun duduk disalah satu meja yang disediakan. 

"Sebenarnya tujuan awal gua tuh bukan disini tapi tempatnya tutup jadi gua bingung juga deh mau makan dimana." Tuturnya mencoba menjelaskan.

Bohong!

Tempatnya tidaklah tutup sebenarnya tetapi mengingat sesenang apa sosok didepannya ini ketika dijalan membuatnya memilih untuk terus melanjutkan perjalanan. 

"Oooh pantesan." 

"Eh bang lu kuliah apa gimana?" Rayn masih penasaran kenapa sosok didepannya ini terlihat letih sekali.

"Hooh." Ucapnya sambil meminum air hangat yang disediakan.

"Ooh... kuliah dimana lu bang?"

Siapa tau satu univ kan.

"Adadeh, kepo bat luh."

Anjirr itu kan cuma basi-basi walaupun Rayn memang sebenarnya penasaran sih.

Setelah obrolan singkat tersebut, pesanan keduanya akhirnya datang dan keduanya memutuskan untuk makan dengan khidmat.  Kurang lebih 30 menit waktu yang mereka habiskan untuk menyelesaikan sesi makan tersebut. Setelah makan keduanya memutuskan untuk balik mengingat besok Rayn sudah harus dikampus pagi-pagi sekali. Jam juga sudah menunjukan pukul sepuluh malam.

Kali ini angin terasa sedikit dingin bagi Rayn tetapi ia dapat menahannya. Sepuluh menit berlalu dan kini keduanya sudah berada di parkiran motor, keduanya berjalan masuk tanpa obrolan sebab rasa letih yang menimpa keduanya. Sesaat sebelum berpisah di lorong sebab letak kamar mereka yang berbeda...

"Bang.." Panggil Rayn

"Hhm." Sosok yang dipanggil pun membalikan badannya.

"Namu lu siapa bang."

Di detik ini Rayn baru menyadari bahwa sampai waktu berhenti saat ini juga, Rayn belum mengetahui nama orang pertama yang ia kenal di kota yang asing ini. Ia tidak mau melewati kesempatan ini, entah kapan lagi ia akan bertemu dengan sosok didepannya ini.

"Dewa."

Hah!

"Panggil aja 'Dewa'." Ujarnya.

Senyuman tipis yang terpatri disana membuat Rayn tidak dapat melewati hal tersebut dari netranya. Saat itu maka sempurnalah pembukaan kisah keduanya, dibawah sinar rembulan yang menutupi kedua makhluk Tuhan tersebut, keduanya siap berjalan ke tahap selanjutnya.


Ordinary BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang