10

54 5 0
                                    

𝘽𝙞𝙨𝙢𝙞𝙡𝙡𝙖𝙝𝙞𝙧𝙧𝙖𝙝𝙢𝙖𝙣𝙞𝙧𝙧𝙖𝙝𝙞𝙢

Happy Reading 🌹🌹🌹

"Gus! Fajri udah gak kuat Gus!" ucap seorang santri pria bernama Fajri itu. Peluh terlihat bercucuran dari keningnya, jika dilihat dari caranya bernafas sepertinya dia memiliki masalah dengan pernapasannya.

"Kalau kamu masih bisa berdiri berarti kamu masih kuat!" tegas Arfaz.

Para santri terdiam mendengar suara dingin Arfaz. Jika sudah begini tidak akan ada yang bisa bicara lagi. Arfaz benar-benar seram saat sedang marah.

Saat mereka memulai dari awal latihan mereka tiba-tiba pemuda bernama Fajri itu terhuyung ke belakang.

"Fajr-!"

"Arfaz!!!" Belum sempat mereka menyelesaikan seruan mereka, seorang wanita dengan rambut terurai, sweater dan rok selututnya itu sudah lebih dulu datang dan menyangga tubuh Fajri yang hampir jatuh.

"Ning Amara!" seru terkejut para penghuni pesantren yang berada di sana.

Semua santri masih diam di tempat mencoba mencerna apa yang sedang terjadi saat ini. "Lo pada kenapa sih?! Ini tolongin temennya! Pingsan juga!" geram Amara. Dan yang lebih membuatnya kesal adalah, Arfaz yang juga ada di sana malah menatap datar seolah tidak peduli dengan santrinya sendiri.

Para santri pun mulai tersadar, mereka mengambil alih Fajri dan membawanya menuju ruang kesehatan.

Amara berjalan dengan langkah besar menghadapi Arfaz. Tangannya tiba-tiba terangkat menunjuk pria berstatus suami di hadapannya ini.

"Lo! Apa sih masalah lo?! Kalau lo ada masalah sama gw ya lampiasin kekesalan lo ke gw! Jangan malah lampiasin dengan cara lo nyiksa anak orang!" ucap Amara.

Arfaz tidak bergeming. Ia hanya menatap datar Amara yang kini berdiri di hadapannya. "Ini malem gak tidur, kalau mau stress ya stress sendiri jangan ajak anak orang!"

Arfaz tetap diam, hal itu justru membuat Amara semakin geram dibuatnya. "Kalau orang ngomong itu jawab-!"

Amara menghentikan ucapannya saat tiba-tiba Arfaz memeluk tubuhnya. "Bubar." Instruksi Afra.

Sebelum para santri membubarkan diri, tiba-tiba Amara memberontak dalam dekapan Arfaz. Meraka pun memgurungkan niat untuk membubarkan diri dan memilih melihat apa yang terjadi di depannya.

"Apa-apaan sih lo!" sentak Amara.

"Biarin saya peluk kamu sebentar aja.." lirih Arfaz.

Amara tetap memberontak, "Lepasin dulu bisa ga!!" Pelukan mereka pun terlepas.

"Lo kalo ada masalah sama gw ya selesain-nya juga sama gw, ga usah lampiasin ke orang lain! Liat mereka sekarang, mereka udah kecapean bahkan tadi udah ada yang pingsan. Lo ga kasian sama mereka hah?!!" sentak Amara sembari menunjuk santri-santri yang kelelahan.

Arfaz pun mengalihkan pandangannya ke arah santri-santri itu rasa bersalah pun timbul di hatinya, dia menatap ke arah mereka dengan tatapan bersalah. Kemudian dia mengedarkan pandangannya ke sekitar, ternyata mereka masih di saksikan oleh semua santri yang ada sebelum Amara datang, termasuk keluarga ndalem.

"Emm kalian boleh istirahat, dan kayaknya jam segini masih ada penjual minuman yang masih buka deh di luar, ini ada sedikit uang buat kalian beli minum." ucap Amara sembari menyerahkan 10 lembar uang merah.

"Saya minta maaf ya sama kalian karena saya kalian jadi sasaran Arfaz, jadi sebagai permintaan maaf kalian boleh pergi keluar sebentar buat beli minum," lanjut Amara yang tadi sempat meminta izin kepada abah kyai.

AMARFAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang