Sambil bersenandung kecil, Bu Gunawan mengatur bunga mawar yang ia bawa dari rumah. Wajahnya tampak berseri-seri. Sesekali ia mencium bunga mawar kesukaannya itu sebelum memasukkannya ke dalam vas.
Setelah selesai menata bunga, ia lalu mengupas buah apel sambil sesekali melihat ke layar televisi yang sedang ditonton oleh Maya.
Sementara Yuri asyik sendiri dengan pensil dan buku gambarnya. Bunga mawar menjadi objek sketsanya malam ini. Tangannya sibuk menari-nari dengan pensil sementara pikirannya sibuk bertanya-tanya tentang keberadaan bapaknya yang tak kunjung datang.
Tiba-tiba ketukan pintu kamar terdengar. Dengan lembut, Bu Gunawan mempersilahkan orang tersebut untuk masuk. Pintu kamar pun terbuka. Awalnya, mereka berpikir perawat yang datang, ternyata bukan.
"Malam tante, teh, Yuri," sapa Andrea yang muncul dari balik pintu.
Yuri refleks menurunkan kakinya yang sedari tadi ia angkat ke kursi. Tanpa sadar, ia merapikan rambutnya sesaat. Bu Gunawan menyambut kedatangan Andrea dengan antusias. Ia juga menawarinya makanan dan minuman. Andrea yang tampak baru selesai bekerja dengan senang hati menerima potongan buah dan brownies.
"Apa kabar Teh? Kelihatannya udah makin segar," sapa Andrea.
Maya tersenyum. Ia mengangguk lemah. Selama di rumah sakit, Maya memang tidak banyak bicara. Ia lebih sering meneteskan air matanya. Baik Bu Gunawan maupun Yuri sampai sekarang belum berani menyinggung tentang kehamilannya.
"Saya mau pulang ke rumah, Tan. Manatau ada yang mau dibawa atau dititip untuk besok," ujar Andrea setelah menghabiskan sepotong brownies.
"Duh, nggak usah Nak. Repot! Kamu sudah capek kerja, langsung pulang saja," ucap Bu Gunawan.
Andrea menoleh ke arah Yuri, seakan menunggu respon darinya.
"Sok atuh, Yur. Kamu pulang bareng nak Andrea. Besok kamu kan kuliah. Biar bisa istirahat di rumah," ucap Bu Gunawan.
"Disini juga bisa istrirahat kok bu."
"Sudah, biar ibu yang gantian jaga disini. Kamu tidur di rumah. Ibu nggak mau kamu sakit karena kurang tidur," bujuk Bu Gunawan sambil menatap Yuri yang tampak ragu.
Bukan hanya ibunya, Maya juga menatapnya penuh harap.
Yuri akhirnya mengangguk. Ia lalu memasukkan buku gambar dan barangnya ke dalam tas. Melihat itu, Andrea tersenyum. Mereka lalu pamit kepada Bu Gunawan dan Maya. Begitu hendak keluar, Maya memanggil Yuri.
"Ada oleh-oleh untuk kamu di dalam lemari," pesan Maya.
Yuri mengangguk lalu tersenyum.
"Makasih ya teh," ucapnya sambil menghilang dari pintu.
"Mau makan dulu atau langsung ke rumah?" tanya Andrea sembari mereka berjalan melewati lorong
"Makan dulu, habis itu keliling-keliling, terus tidur di kamar kamu," ucap Yuri sambil menyeringai.
"Mohon maaf sekali, kamar saya sudah tidak menerima penghuni gelap."
"Ya sudah. Saya tidur di tempat lain," ancam Yuri sambil berjalan cepat meninggalkan Andrea.
"Yur, kamu nggak serius kan?" kejar Andrea.
Yuri tak menggubris Andrea yang berusaha memanggilnya. Ia terus berjalan cepat dengan senyum yang terkembang lebar.
"Kamu nggak serius kan?" tanya Andrea begitu mereka tiba di parkiran.
"Nggak lah. Gue mau balik ke kamar gue tercinta," jawab Yuri.
Andrea bernapas lega. Tanpa sadar, ia mengacak -ngacak rambut Yuri, membuat debaran jantung Yuri semakin tak karuan.
*****
"Sudah dua hari teh Maya diopname dan selama itu juga bapak belum datang ke RS," ucap Yuri sambil mengaduk teh manis pesanannya. Mereka akhirnya mampir ke sebuah warung pecel lele yang searah dengan rumah.
"Sepertinya Oom masih belum bisa menerima kondisi ini. Kemarin saya lihat Oom duduk melamun di kursi teras sampai larut malam," jelas Andrea.
Yuri mengangguk. "Dengan bapak tidak datang, teh Maya pasti akan merasa tertekan," ucap Yuri dengan nada frustasi.
"Oom butuh waktu, Yur."
"Aku tahu, semua orang juga butuh waktu. Teh Maya kan anak kesayangannya, harusnya nggak berubah dong, " ucap Yuri dengan kesal.
Andrea menatap wajah Yuri yang terlihat lucu bila kesal. Ia tak memungkiri ia turut senang mengetahui Yuri sudah baikan dengan Maya. Dan sekarang, Yuri membela Maya dengan kekesalannya.
"Ada apa?" tanya Yuri bingung melihat Andrea yang menatapnya serius.
"Eh, enggak ada apa-apa kok," ucap Andrea salah tingkah.
"Ayo makan. Keburu lelenya nanti hidup lagi," ucap Andrea sambil melahap makanannya.
Yuri refleks mengangkat kedua alisnya. Ia tak bisa menahan senyumnya yang kini mekar bersama detak jantungnya yang berdegup kencang
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Next Window
General Fiction"Saya itu laki-laki dan kamu perempuan. Kalau tidak ada ikatan pernikahan, kita tidak bisa tidur berdua sekamar. Kamu nggak takut saya melakukan hal-hal aneh?" Yuri menggeleng cepat. "Gue percaya sama loe," ujarnya masih sambil mengunyah makanan. "...