"Gue terlalu polos ya, Rah. Gue sudah menyiapkan semuanya untuk kejutan ulang tahun Andrea namun nyatanya gue bukan siapa-siapa bagi dia," tutur Yuri sambil memeluk boneka beruang ungu milik Farah.
"Tapi kalaupun gue bukan siapa-siapa, setidaknya dia hubungi gue, Rah. Tega dia buat gue menunggu di taman sampai basah kuyup," tambahnya lagi.
"Gue juga kesal sih kalau dibiarkan menunggu seperti itu. Tapi ngomong-ngomong, sebelumnya loe sudah tahu kalau Andrea punya pacar atau mau tunangan?" tanya Farah yang sambil mengaplikasikan masker ke wajahnya.
"Dia nggak pernah bilang. Dia cuma bilang kalau cinta itu rumit."
"Tapi loe nggak salah dengar kan?"
"Seratus persen gue yakin. Gue nggak salah dengar. Mereka mau tunangan," seru Yuri dengan kesal.
Farah menoleh dan menatap Yuri dengan wajah yang kini berwarna hijau karena masker.
"Jadi sebenarnya loe kesal karena Andrea nggak datang ke taman atau karena Andrea mau tunangan?" selidik Farah.
"Dua-duanya," jawab Yuri cepat.
"Kalau misalnya Andrea datang ke taman tapi dia bakalan tunangan juga. Loe tetap kesal nggak?" tanya Farah lagi. Kali ini wajahnya semakin mendekat untuk menyelidiki Yuri lagi.
Yuri terlihat berpikir sebelum akhirnya mengangguk. Kedua mata Farah membulat. Kedua mulutnya ingin berteriak namun ia tahan dengan kedua tangannya.
"Loe cinta sama dokter Andrea?" tanya Farah dengan setengah berteriak.
"Yur, jawab gue!" desak Farah tak sabar.
Yuri menatapnya dengan lesu. Ia kemudian mengangguk membuat Farah nyaris berteriak.
"Sejak kapan, Yur? Pantas loe uring-iringan begini! Biasanya kalau loe marah, loe sikat habis orangnya tanpa drama galau kayak gini."
"Gue juga nggak tahu sejak kapan, Rah. Yang jelas gue nyaman sama dia sebelumnya. Sampai peristiwa malam itu, gue sadar gue bukan siapa-siapa,"
"Yur, jujur, Gue nggak tahu mau senang atau sedih saat ini. Gue senang akhirnya loe jatuh cinta, tapi gue juga sedih yang loe suka sudah mau tunangan," ucap Farah sambil memeluk Yuri.
"Gue harus gimana, Rah?"
"Dokter Andrea harus tahu kalau loe suka sama dia. Siapa tahu dia juga suka sama loe,"
"Gila loe, Rah! Dia sudah punya pacar, mau tunangan lagi! Gue nggak mau mempermalukan diri gue di depannya. Gue juga nggak mau merusak hubungan mereka," jelas Yuri dengan tegas.
"Ya, siapa tahu. Selama ini kan dokter Andrea perhatian banget sama loe. Mulai dari luka di tangan loe, pergi ke konser, sampai dia bantuin loe ngerjain proposal," tutur Farah sambil melepaskan pelukannya.
"Masih banyak lagi, Rah. Dia paling ngerti gue, paling sabar, dan paling perhatian. Gue nggak tahu harus bagaimana tanpa dia. Kalau ujungnya seperti ini, lebih baik gue nggak bertemu dengan dia," rengek Yuri.
Farah menatap sahabatnya dengan iba. "Ya, jadi loe mau bagaimana?"
"Gue nggak tau, Rah," rengek Yuri lagi.
Farah menarik napas panjang. Ia tampak berpikir keras.
"Menurut gue, sebaiknya loe dengar dulu penjelasan Andrea. Kalau memang dia akan menikah dengan perempuan itu, ya loe harus ikhlas, Yur. Loe harus belajar menerima kalau dia bukan untuk loe. Kalau jodoh pasti tak kemana, kalau kemana-mana berarti bukan jodoh," jelas Farah.
Yuri menatap langit-langit kamar yang bernuansa merah muda sembari mencerna penjelasan Farah.
"Mungkin gue harus belajar melupakan dia dari sekarang. Dia juga bakalan pergi dari sini kok," ujar Yuri akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Next Window
General Fiction"Saya itu laki-laki dan kamu perempuan. Kalau tidak ada ikatan pernikahan, kita tidak bisa tidur berdua sekamar. Kamu nggak takut saya melakukan hal-hal aneh?" Yuri menggeleng cepat. "Gue percaya sama loe," ujarnya masih sambil mengunyah makanan. "...