04. BUDAK

118 83 0
                                    

Pagi ini Dewangga duduk sendirian di bangkunya, tidak terlihat makhluk yang selalu mengganggu ketenangannya. Suasana kelas pun menjadi sunyi, sebab tidak ada sesosok yang selalu memancing keributan. Entah apa yang menyebabkan Bharra tidak masuk sekolah.

Suara langkah sepatu heels terdengar di depan kelas. "Assalamualaikum." Salam seorang wanita berusia sekitar kepala tiga setelah sampai di dalam kelas. Bu Vera___guru SMA Merdeka yang mengajar mapel Fisika. Bu Vera terkenal akan kesabarannya ketika mengajar, tak jarang banyak siswa yang kagum dengan sikap beliau.

"Wa'alaikum salam." Jawab semua murid yang ada di dalam kelas.

Bu Vera mengambil buku absen yang berada di meja guru, ia membukanya dan mulai mengabsen anak-anak muridnya. "Hari ini siapa yang nggak berangkat?" Tanya Bu Vera.

"Bharra bu." Jawab murid-murid.

"Kenapa?" Tanya Bu Vera.

"Nggak tau Bu." Jawab Ezra.

Bu Vera mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ada tugas dari ibu?" Tanya Bu Vera setelah mengabsen.

"Ada." Jawab Dewangga semangat, ia sudah siap dengan buku tulisnya yang sudah ia letakkan diatas meja. Ia bersiap untuk mengerjakan tugas yang telah Bu Vera berikan kemarin di papan tulis. Semua inti Athlantic mengarahkan pandangannya kepada Dewangga dengan tatapan jengah.

"Lo kenapa nggak bilang kalau ada PR?" Pekik Fathaan yang duduk bersama Ezra di depan bangku Dewangga.

"Emang harus?" Jawabnya tanpa ekspresi.

Fathaan mendengus kesal sambil memutar bola matanya malas. "Dewangga, silahkan maju." Titah Bu Vera sambil menyodorkan sebuah spidol kepada Dewangga. Ia pun berjalan maju ke depan untuk menjawab dengan penuh percaya diri.

Bu Vera berdiri di belakang Dewangga, mengangguk-anggukkan kepalanya setelah melihat jawaban yang Dewangga tulis. "Tepuk tangan untuk Dewangga." Ujar Bu Vera, menyuruh murid-murid bertepuk tangan untuk mengapresiasi Dewangga.

Dewangga telah selesai menuliskan jawabannya di papan tulis. "Ini Bu." Ucap Dewangga sambil mengembalikan spidol Bu Vera. Ia pun kembali berjalan ke belakang untuk duduk kembali di bangkunya. Aneh, semua jawaban yang Dewangga tulis itu benar.

"Tuh anak makannya apa sih?" Celetuk Gilang yang sedang membolak-balikkan buku tulisnya, mencari-cari tugas yang sudah Bu Vera berikan kemarin.

"Nggak usah di tanya, dia tuh titisan Albert Einstein. Namanya aja ada unsur Albert nya." Jawab Afan yang duduk disampingnya. Memang benar, nama panjang Dewangga adalah Dewangga Albert Maheswara, entah memang dirinya titisan Albert Einstein atau memang dia pintar karena rajin, yang pasti kepintarannya ini memang diatas rata-rata.

Setelah beberapa jam berlalu, bel istirahat pun berbunyi, semua siswa bersiap untuk pergi ke kantin, begitu juga dengan Ezra dkk. Terlihat Ezra yang duduk di depan bangku Dewangga sudah berdiri dan bersiap untuk melangkah pergi. Fathaan, Gilang dan Afan sedang menunggu Ezra di depan kelas. Sebelum pergi, Ezra membalikkan badannya mengarah ke Dewangga yang sedang duduk di belakangnya. "Bharra kenapa nggak berangkat?" Tanya Ezra.

Dewangga mengedikkan bahunya. "Mati kali, di keroyok Rendy." Jawab Dewangga asal sambil membaca buku paket.

Ezra menaikkan satu alisnya. "Rendy?" Bingungnya. Sebenarnya ia ingin bertanya dengan Dewangga tentang kejadian apa yang terjadi dengan Bharra dan Rendy, namun niatnya itu ia urungkan karena menurut Ezra percuma bertanya dengan makhluk seperti Dewangga.

Mereka berempat pergi berjalan keluar, meninggalkan Dewangga sendirian didalam kelas. Dewangga pun mengeluarkan bekal yang berada di dalam tasnya yang sudah Mentari siapkan. Ia tidak suka jajan di kantin, karena menurutnya jajanan kantin tidak sehat dan ia malas untuk mengantri, jadi lebih baik dirinya membawa bekal dari rumah, sudah menjadi kebiasaannya juga sejak SD.

BHARRA: The Hidden Pain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang