14. JANGAN YA DEK YA

24 14 0
                                    

Kiw, aku update nih, pada nungguin ya
😋😋😋?

*****

Detik berganti menit, menit berganti jam, dan malam berganti siang, tibalah hari dimana Bharra harus meninggalkan tempatnya dilahirkan. Berat, sungguh berat, namun jika ini takdirnya, ia bisa apa? Bi Ida telah menyiapkan semua barang-barang yang perlu Bharra bawa. Dua koper besar berwarna hitam dan biru terlihat berada di sudut kamar Bharra.

"Perlengkapan buat sekolah jangan sampai ketinggalan." Ucap Rinjani mengingatkan Bharra.

"Iya tau." Jawab Bharra singkat yang sedang memasukkan beberapa kudapan untuk ia makan didalam pesawat. Sebenarnya Bharra belum pulih total, namun Erlangga sama sekali tak memiliki rasa kasihan kepada anaknya.

"Obat-obatan juga jangan lupa dibawa." Ujar Rinjani lagi.

"Iya Mah....."

"Permisi Nyonya, itu didepan ada tamu, katanya ada perlu sama Nyonya." Kata Bi Ida yang tiba-tiba datang menghampiri Rinjani.

"Siapa ya Bi?"

"Bibi kurang tahu."

Rinjani pun lekas berjalan menuju ruang tamu untuk menjumpai orang tersebut dan dibuntuti oleh Bi Ida dibelakangnya. Selesai dengan urusannya, Bharra mengambil beberapa kudapan untuk ia makan sekarang. Ia membuka plastik kemasannya dan memakan kudapan tersebut dengan posisi berbaring di atas lantai kamar. Bharra menatap sendu langit-langit kamarnya seraya bergumam. "17 tahun gue hidup disini, dan sekarang gue harus ninggalin kamar tercinta gue, tega banget Bapak lo Bhar, sampe ngusir anak sendiri." Gumam Bharra dengan raut wajah yang memelas. "Padahal beberapa Minggu lagi umur gue tepat 17 tahun, nggak kerasa ternyata gue udah tua, niatnya gue pengin ngerayain sweet seven teen di gedung, terus gue undang semua leader Athlantic." Bharra menghela nafasnya sebentar sebelum melanjutkan ucapannya. "Tapi itu semua cuman angan-angan semata." Lanjutnya.

Bharra bangun dari baringnya untuk mengambil benda pipih yang selalu ia bawa jika kemana mana, ia ingin mengucapkan salam perpisahan sebelum dirinya pergi.

The Athlantic

gue pamit bro, kalau gue ada salah tolong maafin, tapi kayaknya nggak ada deh

setelah gue pergi, ketua Athlantic bukan gue lagi,  tapi Ezra, jadi semua tanggung jawab Athlantic ada ditangannya

kalau ada yang mau anter gue ke bandara gue persilahkan, tapi gue saranin sebaiknya kalian nunggu di bandara aja

udah segitu doang, thanks Brother :)

Merasa bosan, Bharra berjalan keluar kamarnya dan menuruni anak tangga untuk menuju halaman depan rumah, untuk mencari udara segar. Saat melewati ruang tamu, Bharra melihat Rinjani sedang berbincang dengan seorang wanita yang nampaknya seumuran dengan Rinjani.

"Bharra, sini." Panggil Rinjani, menyuruh Bharra untuk menghampirinya, dan Bharra hanya bisa menuruti kemauan Rinjani.

"Oh ini Bharra? Wah, sekarang udah gede banget ya, perasaan baru kemarin Tante ngeliat kamu nangis gara-gara nggak dibeliin es krim." Ujar wanita itu.

Ya gede lah, orang dikasih makan. Gerutu Bharra dalam hati.

"Kamu masih inget Tante Rani nggak? yang dulu beliin kamu mobil-mobilan banyak banget." Ucap Rinjani

Bharra tersenyum kikuk. "Apa kabar Tante?"

"Seperti yang kamu lihat, sehat wal afiat." Jawab Wanita itu yang ternyata bernama Rani.

BHARRA: The Hidden Pain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang