3. Dia terluka

57.9K 3.9K 37
                                    

HAPPY READING

Sudah sekitar setengah jam Bianca berguling-guling di atas kasur queen size-nya, mencoba terlelap namun tetap tidak bisa. Memandang jam dinding yang menunjukkan pukul 10 malam. Helaan napas kasar perlahan keluar dari bibirnya.

"Huft, nyari udara segar dulu kali ya." Gadis itu beranjak dari kasur sembari mengenakan piyama. Mengambil sebuah hoodie dari dalam lemari, rambutnya ia biarkan tergerai, tujuannya agar ia tidak kedinginan karena tersapu angin malam. Tak lupa Bianca menyemprotkan sedikit parfum ke pergelangan tangannya.

Gadis itu mengambil ponsel dan juga dompetnya lalu segera turun ke lantai bawah, menuju gerbang depan.

"Pak, tolong bukakan pintu gerbang ya," ujar Bianca kepada penjaga rumahnya yang tengah menyeduh kopi di dalam pos.

"Non Bianca mau ke mana malam-malam seperti ini?" Pria yang kerap disapa Pak Doko itu bertanya

"Mau jalan-jalan saja Pak, tidak bisa tidur soalnya."

"Mau saya temani?"

"Tidak perlu, Pak."

Menuruti perintah anak majikannya itu, Pak Doko segera membukakan pintu gerbang untuk Bianca.

"Hati-hati ya, Non," ucap Pak Doko yang diacungi jempol oleh Bianca.

Langkah kecil gadis itu tak berhenti berjalan. Pandangannya menyapu setiap sudut jalan yang tidak terlalu ramai. Jadi seperti ini pemandangan dunia yang ia buat. Lumayan.

"Jadi seperti ini rasanya tinggal di dunia buatan sendiri."

Terus berjalan menikmati pemandangan di sekelilingnya, hingga tak sadar Bianca hampir masuk ke dalam gang sepi yang minim pencahayaan. Hendak berbalik meninggalkan tempat itu, namun manik matanya tak sengaja menangkap bayangan seseorang yang terkapar di tanah.

Bianca memberanikan diri untuk masuk ke dalam gang sepi tersebut, mencoba untuk memastikan apa yang ia lihat, dan benar saja, setelah gadis itu tiba di tengah-tengah gang, ia menemukan seorang laki-laki yang terkapar penuh luka di atas tanah.

"Nathan?"

Bianca terkejut ketika melihat wajah lelaki yang sangat tidak asing itu. Nathaniel Varendra, ia lah yang tengah terkapar tidak sadarkan diri dengan luka-luka di bagian wajah dan tangannya.

Bianca berjongkok, meletakkan telunjuknya di depan hidung Nathan memastikan bahwa lelaki itu masih bernapas.

"Aku apakan dia? Tidak mungkin aku membawanya pulang ke rumah." Lagi-lagi Bianca memandangi wajah tampan yang kini penuh luka lebam itu.

"Setidaknya aku harus mengobati lukanya." Bianca beranjak dari posisinya. Ia putuskan untuk mencari supermarket terdekat dan membeli beberapa peralatan P3K untuk mengobati luka Nathan.

Tidak butuh waktu lama bagi Bianca untuk membeli alat P3K karena untungnya letak supermarket yang dekat dari gang sepi tersebut.

Dengan cekatan Bianca mulai membersihkan luka-luka di wajah Nathan dengan bantuan cahaya dari senter ponselnya. Tak lupa juga ia mengobati luka di punggung tangan lelaki itu.

Untuk sentuhan terakhir, Bianca menempelkan plester bermotif beruang lucu pada kening Nathan membuatnya terkekeh pelan.

"Maaf, hanya ini yang bisa aku lakukan untuk saat ini." Bianca menyangga dagunya menggunakan tangan. Cahaya senternya masih menyoroti wajah tampan di bawahnya.

"Segeralah sadar."

.
.
.
.

Laki-laki itu mengerang pelan ketika merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Susah payah ia mendudukkan dirinya, tangannya mencengkeram kepala yang berdenyut.

Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang