19. Resign?

54.3K 4.5K 161
                                    

HAPPY READING MY LOPPP🥰

Bianca termenung di depan cermin kaca. Matanya menatap lurus ke depan, namun dengan netra kosong. Kejadian beberapa menit lalu sungguh membuat jantungnya tak aman. Lihatlah pipinya sekarang, bahkan lebih merah dari kepiting rebus.

Bahkan hembusan napas dari lelaki itu masih bisa ia rasakan di ceruk lehernya, perlahan gadis itu memegang bagian belakang lehernya.

Mengerjap beberapa kali, ia lalu menangkup kedua pipinya. "Nathan brengsek!!"

Bianca mengacak-acak rambutnya, berjalan menuju kasur, ia lalu merebahkan tubuhnya di sana. Kakinya memukul-mukul tempat tidur dengan wajah yang ia tenggelamkan ke bantal.

"Sadar Bia, dia hanya karakter fiksi yang kamu buat, tidak mungkin kamu menyukainya," gerutunya pada diri sendiri.

Menyadari sesuatu, Bianca kemudian membalik tubuhnya menghadap ke atap kamar. Di tatapnya atap putih itu dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Lagipula, aku tidak tahu sampai kapan aku akan berada di sini."

***

Kedua insan berbeda gender itu berjalan beriringan di sebuah taman yang sepi pengunjung. Bagaimana tidak, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, udara malam pun menjadi semakin dingin.

Naqila melirik Dean yang sibuk dengan ponselnya. Bahkan lelaki itu tidak peka kepada Naqila yang diam-diam merasa kedinginan karena mengenakan dress berbahan kain tipis.

Lama-kelamaan Naqila merasa bingung dengan sikap Dean dan tentang perasaan lelaki itu. Terkadang dia akan bersikap begitu perhatian hingga Naqila semakin menaruh harapan tinggi. Tetapi ada kalanya sikap lelaki itu menjadi begitu dingin dan membuat Naqila kebingungan dibuatnya. Apakah Dean tidak pernah serius kepadanya? Apakah lelaki itu hanya menjadikannya pengisi kebosanan saja?

Pemikiran-pemikiran buruk itu tanpa sadar membuat air matanya meluruh. Isakan kecil mulai terdengar hingga membuat Dean tersentak dan mulai kembali memperhatikan Naqila.

"Hey, mengapa menangis hm?" tanya Dean kebingungan

Naqila tidak menjawab. Di dalam kepalanya ia berpikir, apakah ini saat yang tepat untuk menanyakan segala kekhawatirannya kepada Dean?

Dalam sekali tarikan, Dean merengkuh tubuh mungil Naqila ke dalam pelukannya. "Maaf kalau aku kurang memperhatikanmu sejak tadi, ada pesan penting dari perusahaan yang harus segera aku balas," ujarnya seraya mengusap surai panjang Naqila dengan lembut.

Di sela tangisannya ia mengangguk lemah di dada lelaki itu, Naqila kemudian membalas pelukan Dean. Ya, untuk saat ini Naqila tidak ingin terlalu menuntut kepada Dean yang sudah sangat baik padanya. Ia tidak mau jika karena keegoisannya Dean akan menjauh dari Naqila. Sungguh hal itu tidak boleh terjadi.

Perlahan pelukan keduanya terurai. Dean menghapus jejak air mata di pipi Naqila, kemudian melempar senyum menenangkan kepada gadis itu.

"Kita pulang?"

Gadis itu mengangguk sebagai jawaban.

Lelaki itu tersenyum. "Jangan menangis lagi oke, aku minta maaf sudah mengabaikan kamu."

.
.
.

Mobil Dean tiba di depan gerbang rumah Naqila. Namun gadis itu masih bergeming.

"Kamu tidak turun?" tanya Dean penuh kehati-hatian, ia tidak mau menyakiti hati Naqila lagi dan membuatnya menangis seperti di taman tadi

Gadis itu kemudian menatap sekilas pada Dean. "Aku tidak ingin masuk ke dalam, aku takut," ujarnya berkaca-kaca.

"Hey, tidak apa-apa, ada aku di samping kamu. Kalau terjadi hal buruk, kamu bisa menelponku." Dean dengan lembut mengelus pipi tirus Naqila, berusaha memberikan gadis itu ketenangan. Dan benar saja, sang empu kembali menunjukkan senyuman manisnya.

Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang