42. Persahabatan yang semu

27.2K 2.3K 120
                                    

Happy reading💗

"Mau Ayah antar?"

Bianca menatap Antonio dengan senyum manis, gadis itu sudah rapi dengan outfitnya. Ia nampak cantik seperti biasa.

"Tidak Ayah, Bia bisa kok sendiri, Ayah kan ada meeting pagi ini," jawabnya dengan lembut, ia mengelap bibirnya dengan tisu.

"Tapi, Ayah masih ada waktu," tawar Antonio yang begitu ingin mengantarkan putrinya ke kampus.

Gadis cantik itu menggeleng. "Dan Ayah nanti akan terburu-buru, Bia tidak ingin mengambil resiko. Bia janji akan berhati-hati."

Menghela napas pelan, Antonio tersenyum. Diusapnya penuh kasih surai panjang yang selalu diurai itu. Namun, kali ini ada bandana berwarna putih yang menghiasinya.

"Hati-hati ya, segera telepon Ayah jika ada sesuatu," ujar Antonio, sebenarnya ia masih belum mengizinkan Bianca untuk berkuliah hari ini, namun apa boleh buat, gadis itu kekeh ingin segera kembali berkuliah, dengan alasan sudah satu minggu ia absen.

Padahal Antonio bisa mengizinkan lebih dari satu minggu sampai kondisi putrinya benar-benar baik dan kembali sehat menurutnya. Toh, kampus itu milik Nathan, ia bisa meminta saja pada laki-laki itu.

"Iya Ayah, Ayah juga berhati-hati, semangat kerjanya, jangan terlalu lelah, sisakan waktu dan ruang untuk beristirahat," timpal Bianca.

"Bia pergi dulu, nanti terlambat," tambahnya sambil menyalami tangan Antonio, lalu mengecup pipi pria paruh baya itu.

"Hati-hati," kata Antonio yang membuat Bianca terkekeh, ia mengangguk pelan lalu tersenyum manis.
.
.
.
.
Sampai di kampus, Bianca segera turun. Ia menatap parkiran yang ramai, semua pandang mata tertuju ke arahnya. Bianca tidak heran lagi, mungkin karena hubungannya dengan Nathan waktu itu, pikirnya.

Memilih acuh, gadis cantik itu memasang handphone yang selalu setia tergantung di lehernya. Bianca hendak segera menuju ke kelasnya, namun terhenti saat ada seseorang yang menghalang jalannya.

"Halo Bia."

Sapaan bernada lembut namun sedikit aneh bagi Bianca, ia menatap sekeliling, benar saja, mereka menjadi pusat perhatian utama.

"Hai, Naqila," balas Bianca, ia menatap Naqila dengan kening mengerut tipis.

Dari ujung kaki, sampai ujung kepala, semuanya persis dengan dirinya. Gaya rambut, gaya berpakaian, bahkan mungkin makeup-nya? Yang dibuat semirip mungkin dengan wajahnya?

Bianca mengerjab, ia menghela napas pelan.

Ada-ada saja, batinnya tertawa miris.

"Ada apa, Na?" tanya Bianca saat melihat gadis itu terdiam.

"Tidak ada, aku..., hanya ingin menyapa," ucap gadis itu dengan tertawa pelan.

Bianca mengangguk, ia tak ambil pusing. Ternyata gadis ini tidak berubah, baik di masa lalu ataupun sekarang. Bukan hal baru bagi Bianca, di masa lalu pun Naqila juga melakukan ini untuk memperburuk kondisi Nathan.

"Ya sudah, aku duluan Na, ada kelas pagi," kata Bianca, ia tersenyum tipis, lalu melangkah pergi meninggalkan Naqila sendiri.

"Mungkin pikirnya cantik kali, ya?"

"Mungkin saja, padahal dia tidak ada apa-apanya dengan Bia."

"Ada-ada saja tingkahnya, perasaan dulu aku melihatnya tidak seperti ini."

"Jika meniru cara berpakaian saja mungkin aku maklum, karena kita tahu siapa Bia di kampus dan posisinya apa. Tapi ini? Astaga, aku tidak habis pikir."

Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang