38. Cambukan dan Luka

29.1K 2.6K 78
                                    

HAPPY READING SENG💐
Semoga bahagia menyertai❤

Ruangan gelap yang sangat sepi, pencahayaan begitu minim. Meringkuk seorang gadis dengan tubuh bergetar.

"Kau ... menghabiskan uangku lagi! dasar anak tidak berguna!" cerca seorang pria paruh baya dengan mata melotot marah, urat lehernya tercetak jelas dengan gerakan tertahan.

Ia murka saat mendapati notifikasi dari handphone-nya tentang uang yang begitu banyak dikeluarkan.

Ada alasan untuk memukul dan menghukumnya, pikiran jahat bersarang begitu saja.

Plak!

Tamparan yang mungkin sekuat tenaga itu terlepas begitu saja, mengenai pipi mulus si gadis yang bahkan belum siap untuk mencerna semuanya.

Bukankah sudah biasa ia menghabisi uang dengan nominal besar? Mengapa sekarang dipermasalahkan?

"Pa...," lirihnya, meski terbiasa dengan pria itu yang amarahnya meledak-ledak, tapi dia tidak pernah mempermasalahkan uang yang ia habiskan.

Alendro, berjongkok dan mencengkeram kuat dagu Naqila, hingga membuat si empu meringis kesakitan.

"Kau tahu? kau adalah benalu dalam hidup saya, mimpi terburuk dengan adanya dirimu di kehidupan saya, anak tidak berguna yang hanya bisa berfoya-foya, kau tidak lebih baik dari ibumu yang jalang itu!"

"CUKUP, PAH!"

"KAMU BERANI MEMBENTAK SAYA?!"

Naqila menggeleng, ia melihat sekilas ikat pinggang milik Alendro, benda itu yang selalu melayang di tubuhnya dengan amat kuat. Meninggalkan bekas yang bahkan tidak bisa menghilang.

"J-jangan Pah, maaf...," ujarnya ketakutan, ia meringis membayangkan benda itu kembali melayang di tubuhnya.

"50 kali, ini hukuman untukmu."

Ctar!

Ctar!

"AAAKKKHHHH," suara teriakan itu menggema, ruangan sempit dengan pengedap suara, hingga yang di luar sama sekali tidak bisa mendengarnya.

Darah merembes dari tubuh Naqila pada cambukan kelima, begitu kuat, hingga menampakkan daging putih yang terkoyak begitu mengerikan.

Mendapat pesan Nathan waktu itu, entah mengapa Alendro lebih gila lagi. Ia seperti mengeluarkan semua amarah yang ia tahan selama bertahun-tahun.

Naqila menangis tergugu, luka yang waktu-waktu lalu bahkan masih ada, belum sembuh sepenuhnya dengan benar. Namun kini bertambah lagi dan bahkan lebih parah.

Ia merasa ikat pinggang itu sudah mencapai ke tulang belakangnya. Sakit yang tak bisa tertahankan.

"40," kata Alendro yang menghitung, ia nampak puas melihat warna merah yang sudah menggenang di lantai.

"Pa-pah," lirih Naqila, ia tidak sanggup lagi, ini sungguh menyakitkan.

"Jangan pingsan dulu, ini bahkan belum genap 50," tegas Alendro penuh otoritas.

Cambukan itu kembali melayang, di tempat yang sama secara berulang kali. Di hitungan ke empat lima, Naqila pingsan dengan bibir pucat.

Alendro mendengus, ia mengambil handphone-nya, menelepon dokter pribadi keluarganya.

"Datang ke sini, obati anak sialan ini, jangan sampai dia mati, buat dia sembuh dengan cepat dan seperti sedia kala."

Tut!

Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang