Namjoon, 18 Juni (22)
Ketika aku bertanya apakah kami bisa bertemu, Seokjin hyung sempat berpikir namun kemudian mengiyakan. Kami bertemu di sebuah street pub dekat Stasiun Songju. Saat itu adalah di penghujung akhir pekan, dan orang-orang di street pub tidak ada keinginan untuk pulang.
Dari pub itu, aku bisa melihat sebuah gedung umum tua rusak yang menunggu untuk dibangun ulang. Beberapa tempat seperti itu terbengkalai di Songju. Beberapa pria paruh baya keluar dari street pub di seberang jalan, kemudian berjalan pergi, bersenandung. Kami menelan minuman pertama kami bahkan sebelum mereka membawakan kami lauk yang kami pesan.
"Bagaimana kabarmu?" Seokjin hyung menjawab tanpa emosi apapun. Ia tidak memberitahuku apapun tentangnya, dan tidak bertanya tentangku ataupun teman-teman yang lain. Pemilik pub membawakan kami lauk, tapi kami tak menyentuhnya. Ketika Taehyung memberitahuku cerita anehnya, aku tidak mempercayainya dan merasakan sebuah firasat. Aku telah mengenal Seokjin hyung, dan aku dulu dekat dengannya. Tapi siapa orang yang ada di depanku ini sekarang?
"Kapan pertama kali kau minum?" Aku bertanya dengan sebuah gelas di tanganku. Seokjin hyung hanya menatapku. Aku mulai memberitahunya ceritaku.
"Ketika aku melewati masa krisisku dan kembali ke rumah, Aku melihat furnitur dan perabotan dapur kami tertumpuk di lantai. Aku menggendong ayahku di belakang, pulang dari rumah sakit, ketika aku melihat barang-barang kami diseret keluar rumah. 'Namjoon... Apa yang harus kita lakukan?' ucap Ibuku dengan putus asa. Ternyata, saudara laki-lakiku terlibat perkelahian dengan putra tuan tanah ketika mereka muncul untuk menagih tunggakan biaya sewa."
"Untungnya, pemilik supermarket membiarkan kami tinggal di gudang samping toko. Aku membaringkan ayahku di dalam dan membawa barang-barang kami ke ruangan. Ketika kami selesai, malam telah tiba. Ibuku menempatkan sumpit di tanganku dan memberitahuku untuk makan sesuatu. Namun aku tak bisa menelan apapun. Melihat semua barang kami tertumpuk di satu sudut di gudang itu, rasanya aku ingin marah.
"Aku keluar dan duduk di sebuah bangku di luar supermarket. Ketika ibuku bertanya dimana Namhyeon, aku berteriak padanya. Bagaimana aku tahu? Namjoon. Namjoon... Namjoon. Aku muak dan lelah dengan segalanya. Aku menyesal telah memberitahu saudara laki-lakiku untuk selalu percaya diri dan berbangga diri. Kami sudah dua hari di gudang, tapi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan setelahnya. Aku merasa hampa. Kemudian pemilik supermarket menyodorkan sekaleng bir padaku. Itu adalah pertama kalinya aku minum minuman keras. Aku berusia 16 tahun. Kurasa."
Seokjin hyung mendengar tanpa adanya emosi. "Bukankah itu lucu?" Kemudian aku bertanya lagi, "Kapan pertama kalinya kau mabuk?"
"Entahlah," jawabnya, tak ingin terganggu.
Aku berkata, "Ketika kau menemuiku di POM bensin untuk pertama kalinya, kenapa kau memintaku untuk menyelidiki Jungkook?"
Seokjin hyung sedikit mengerutkan keningnya, seakan bertanya apa inti dari semua itu. Sembari menoleh ke belakang, dia berkata, "Hanya karena kupikir akan menyenangkan untuk melihat semuanya." Dia berbohong. Malam itu ketika kami memutuskan untuk berkumpul di kontainer, dia menolak.
Percakapan kami akhirnya terhenti. Ketika aku membahas masa-masa sekolah, dia akan mengganti topik atau menunjukkan reaksi tidak nyaman. Dia bukanlah orang yang kukenal. Dia tidak tertarik pada kami dan tak menunjukkan ekspresi apapun pada memori kebersamaan kami.
"Pernahkah kau mendengar tentang peta jiwa?" tanyanya tiba-tiba. Itu adalah pertama kalinya dia bertanya sesuatu padaku di street pub.
"Apa itu? Apa itu peta suatu tempat?"
"Sesuatu yang harus kutemukan. Sesuatu yang bisa menghentikan ini semua..." Dia tak menyelesaikannya. Kemudian dia menggelengkan kepalanya seolah dia tak seharusnya mengatakan hal itu.
Ketika kami keluar dari pub, sudah hampir tengah malam. Dia berbalik setelah perpisahan singkat, dan aku berkata pada punggungnya, "Kukira kau sepertiku." Dia menoleh dengan sangat singkat kemudian melanjutkan langkah. Dan aku menatapnya menjauh.
Aku tahu pertama kalinya Seokjin hyung mabuk. Itu adalah saat tahun keduaku di sekolah menengah. Kami bolos dan menyelinap keluar sekolah hanya untuk terlibat sebuah keributan kecil. Ada empat dari kami: Seokjin hyung, Jimin, Taehyung, dan aku. Akhir keributan itu jelas. Tak ada satu pun dari kami tahu bagaimana caranya berkelahi. Pantat kami ditendang, dan ketika si pembuat onar pergi, kami terengah-engah di bawah jembatan Sungai Yangji.
Jimin pergi dan membeli beberapa kaleng bir. Atau apakah itu Taehyung? Seokjin hyung membukanya dengan ceroboh. Kami bersulang dengan setengah geram dan setengah frustasi karena pantat kami yang telah ditendang, kemudian meminum semuanya dengan rakus. Kami berakhir menghabiskan sisa hari dengan mabuk dan bersemangat, meracau, tertidur, dan bangun lagi hanya untuk meracau lagi.
"Ini pertama kalinya aku mencicipi minuman keras," kata Seokjin hyung yang seperti sebuah pengakuan. Seseorang bertanya padanya, "Apa ada lagi hal lain yang belum pernah kau coba? Kau bisa melakukan semuanya sekarang." Seokjin hyung melempar sebuah tinju dan mabuk untuk pertama kalinya. Namun dia sama sekali tak mengingat hari itu. (_)
KAMU SEDANG MEMBACA
[BTS Universe] BTS "The Notes" 2 (Book Ver.)
General Fiction"Di tengah keputus asa-an atas kekeliruan dan kesalahan serta sedikitnya harapan, perjalanan untuk menemukan peta jiwa pun dimulai" Disclaimer : Cerita milik Bighit Entertainment. Di sini aku hanya membantu menerjemahkan. Maaf apabila ada kesalahan...