Coincidence | Druna | END✔

22 - Kencan

•
•
🌺🌺🌺
•
•

Draco tidak percaya betapa gugupnya dirinya. Ia sudah berkencan ratusan kali, tapi entah mengapa ia sangat gelisah sekarang. Alih-alih pulang ke rumah seperti yang seharusnya, karena keterbatasan waktu, Draco memutuskan untuk berjalan kaki. Ia berharap udara segar akan menenangkan sarafnya, tapi itu pun tampaknya tidak membantu. Pada saat ia sampai di rumah, ia malah merasa semakin gelisah. Draco ingin malamnya bersama Luna berjalan dengan sempurna, dan bukan hanya karena ia berharap untuk 'menang'. Tidak diragukan lagi bahwa ia dan Luna berada di persimpangan jalan yang pasti dalam hubungan mereka, dan ia tahu bahwa jika malam ini tidak berjalan dengan baik, ada kemungkinan Luna akan berubah pikiran tentang memberinya kesempatan. Memang, mereka pernah berkencan sebelumnya, tapi ini jauh lebih penting daripada malam itu.

Selama hampir lima menit, Draco hanya berdiri di teras depan rumahnya, mencoba meyakinkan dirinya bahwa malam ini sama saja seperti malam-malam lainnya. Ia tahu itu tidak akan berhasil, tapi ia pikir itu layak dicoba. Draco menyadari bahwa ia hanya punya waktu setengah jam untuk bersiap-siap sekarang, jadi ia menyingkirkan kegugupannya dan melangkah memasuki rumah.

Saat masuk, Draco melihat Luna mengenakan jubah mandi, berjalan menuruni tangga ke arahnya. Saat melihat Draco, mata Luna berbinar dan ia bergegas menghampiri pemuda itu. "Kau tidak memberitahuku ke mana kita akan pergi, jadi aku tidak tahu harus memakai apa," ucap Luna, berjinjit di atas ujung kakinya dan mencium pipi Draco dengan lembut. Mengetahui bahwa Luna merasa nyaman mencium Draco seperti itu, masih belum cukup untuk menenangkan kegelisahan Draco.

"Benar," gumam Draco, pipinya memerah. Dalam hati, Draco mengutuk dirinya sendiri karena wajahnya terus memerah. "Aku berencana untuk mengajakmu pergi menonton film muggle di bioskop setelah kita selesai makan di restoran Italia kecil yang kau suka. Kupikir kau tidak akan mau melakukan sesuatu yang terlalu mewah, apalagi kau juga sudah bekerja seharian. Jadi, kupikir kita akan melakukan sesuatu yang menenangkan."

"Kedengarannya fantastis," pekik Luna, melingkarkan lengannya di leher Draco. "Aku selalu ingin pergi ke bioskop, tapi ayahku agak khawatir. Dia pikir film akan merusak otakku atau semacamnya."

"Oke, aku senang kau menyukai ide itu," jawab Draco, sedikit terhibur oleh penerimaan Luna atas keputusannya, karena sudah sepanjang hari ini ia bimbang harus memilih bioskop atau teater.

"Kau baik-baik saja?" tanya Luna, merasakan Draco tampak agak tegang. "Kau bertingkah agak aneh."

"Aku baik-baik saja," Draco berbohong sambil memberikan senyuman yang tidak meyakinkan.

"Apa kau terlalu lelah untuk keluar?" tanya Luna, tidak mau membiarkan topik ini berhenti. "Karena kalau kau lelah, kita bisa melakukannya lain kali."

"Aku baik-baik saja," jawab Draco, benar-benar tidak ingin membuat Luna khawatir. "Aku sudah menantikan ini sepanjang hari."

"Baiklah," ucap Luna sambil mengangguk. Ia percaya pada perkataan Draco, tapi ia masih belum yakin bahwa tidak ada yang mengganggu pemuda itu. "Apa ayahmu mengatakan sesuatu yang membuatmu kesal?"

"Tidak. Sebenarnya, dia bertingkah agak aneh. Dia benar-benar gembira dan mengoceh pada Dallen seperti yang tidak akan kau percaya. Itu agak membuatku aneh. Oh, dan ada sesuatu yang kuyakin akan kau sukai; Dallen meludahi jasnya. Dia tampak sangat jijik dan panik, semuanya terjadi di saat yang bersamaan."

"Andai saja aku melihatnya," gerutu Luna, menahan tawa. "Biar saja Allen yang mengalahkan ayahmu tanpa perlu berusaha. Aku akan berganti pakaian dulu, oke?"

Draco mengangguk, mengikuti Luna ke atas agar ia bisa melakukan hal yang sama.

🌺🌺🌺