Chapter 21 {Only Memories Remain}

104 5 0
                                    

Hah! Hah! Hah! Hah!

Suara engahan napas pria bersurai coklat keemasan itu memenuhi ruangan.

Ia menatap sekelilingnya seraya menetralkan napas. Dilihatnya sinar bulan yang masih bersinar dengan terang melalui sela-sela gorden kamar.

Tangannya bergerak mengusap keringat yang mengalir melewati dahinya, kemudian mengusap matanya yang tanpa sadar sudah berair.

"Hanya mimpi," ujar pria itu seraya menghela napas.

Dengan perasaan yang campur aduk, pria itu kembali membaringkan punggungnya di tempat tidur, berniat untuk melanjutkan istirahatnya yang tertunda itu. Namun, ia segera mengurungkan niatnya usai netranya melirik ke arah teman disampingnya yang ternyata ikut terjaga.

"Kau bermimpi lagi, Vernon?" tanya pria disampingnya dengan mata yang masih setengah mengantuk.

"Iya," yang ditanya hanya menjawab dengan singkat. Perasaan campur aduk kembali menggerayangi hati dan pikirannya.

"Apa yang kau impikan?"

Lagi-lagi Vernon harus menghela napas dengan berat tatkala mendengar pertanyaan Joshua. "Aku seperti melihat kejadian itu di depan mataku sendiri, Shua hyung," jawabnya dengan suara lirih.

"Aku melihat pesawat itu jatuh, kemudian para penumpang mulai berhamburan keluar dari dalam pesawat dan jatuh ke laut. Itu semua terlihat sangat nyata,"

Mendengar jawaban tersebut membuat Joshua terdiam, memilih untuk mendengarkan Vernon lebih lanjut.

"Tapi entah mengapa, sebelum aku terbangun, aku selalu mendengar suara Seungcheol hyung," ujar Vernon, membuat Joshua sedikit membelalakkan matanya.

"Kau mendengar suara Seungcheol hyung lagi?"

"Iya, aku mendengarnya dengan jelas. Dia berkata "tunggu kami", persis seperti yang ia ucapkan di mimpiku minggu lalu," jelas Vernon, membuat Joshua terdiam.

Sudah hampir 2 bulan sejak tragedi kecelakaan pesawat yang menewaskan 279 dari 325 penumpang tersebut. Sudah hampir 2 bulan pula Vernon belum kembali ke New York, menemani Joshua yang sempat shock berat atas kejadian itu. Di sisi lain, Vernon juga tak yakin jika dirinya dapat kembali ke New York secepatnya dalam keadaan hati yang hancur. Keduanya membutuhkan satu sama lain untuk saling menguatkan dan melewati takdir yang tak mengenakan ini.

Di sisi lain, Bumzu yang sudah mengetahui kabar tersebut lewat Joshua dan Vernon semakin merasa bersalah kepada adik-adiknya. Ia merasa semuanya telah terlambat. Namun karena tak ingin lama berlarut dalam penyesalan, Bumzu langsung mengunggah statement mengenai semua kebusukan CEO Pledis Entertainment ke publik dengan menggunakan akun anonim. Statement tersebut membuat publik, terutama CARAT geram dan mulai menganalisis satu per satu kejadian yang telah menimpa SEVENTEEN sejauh ini. Namun, tidak sedikit juga orang-orang yang memandang sebelah mata dan menganggap bahwa ini semua hanyalah bentuk panjat sosial agensi terhadap publik.

Joshua mengubah posisinya dari berbaring menjadi bersandar di tempat tidur. Ia memandang ke arah jendela dengan tatapan kosong.

"Vernon, ini sungguh terlalu cepat. Sampai sekarang pun aku masih tidak percaya dengan semua kenyataan pahit itu. Aku yakin kau juga merasakan hal yang sama," ujar Joshua dengan lirih.

"Menurutmu dari 46 korban yang selamat-" Joshua menjeda ucapannya, kemudian ia segera menggelengkan kepalanya.

"Tidak jadi," ujarnya singkat.

Vernon paham dengan ucapan Joshua. Di lubuk hatinya yang paling dalam, ia sungguh berharap keajaiban akan datang. Dirinya pun yakin jika Joshua juga memikirkan hal yang sama dengannya. Mungkin saja di antara 46 korban tersebut ialah para member. Namun, jika memang benar terjadi, apakah seluruh member akan benar-benar selamat? Atau mungkin hanya sebagian? Atau mungkin kurang dari itu? Entahlah, tidak ada yang dapat memprediksi hal itu.

[✔] Ode to You ; 세븐틴Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang