Bab 34

7.1K 240 35
                                    

Albi sedikit bergegas memasukkan beberapa bukunya ke dalam tas, akibat tergesa-gesa, satu bukunya jatuh ke lantai. Pikirannya tak  tenang sekarang, ucapan Alan tentang anak SMA melati yang mengantar Zea adalah ketua Zerios,  otak pembulyan di SMA Melati.

Teman sekelasnya, sudah mulai berangsur-angsur keluar, hingga uluran tangan dengan sebuah buku membuat Albi menoleh.

Wajahnya berubah dingin, dan mengambil buku itu cukup kuat, tanpa mengucapkan terima kasih, albi bangun dari duduknya.

Tapi, pegangan seseorang dari belakang membuat langkahnya terhenti. Albi menghempaskan tangan gadis yang memegang lengannya cukup kuat.

"Bian,  gue pengen bicara sebentar sama lo. Gue nggak tahu harus minta tolong sama siapa lagi."

Sila berkata begitu memelas padanya, seolah-olah gadis itu sedang menemui masalah, dan hanya bian yang terpikir di tengah keputusasaan.

Cara bicaranya pada Bian juga sudah berubah, seperti yang lain pada umumnya, saat ini hanya mereka berdua yang berada di ruang kelas itu.

"Gue sibuk. Dan gue nggak mau nolong lo!" ucapnya. Bukannya menyerah, Sila malah nekat memeluk bian dari belakang begitu kuat, gadis itu terdengar  terisak.

"Mama gue kelilit hutang, dan udah jatuh tempo, kalau mama nggak mampu bayar,  mereka bakal jadiin gue jaminan, dengan syarat gue harus ngelayani om-om hidung belang di klub malam mereka sampai hutang mama selesai." ceritanya dengan terisak.

Bukannya tersentuh dan kasihan atas pengakuan Sila, laki-laki itu sudah menahan geram dari tadi kala tubuhnya bersentuhan fisik dengan sila, ia benci hal ini, apalagi air mata perempuan itu sudah membasahi seragam belakangnya.

Bian alias Albi membuka lilitan tangan sila, dengan cukup kuat, setelah terlepas ia berbalik menghadap sila, ekspresi gadis itu lumayan untuk mempengaruhi orang tapi tidak untuk dirinya.

"Yaudah, kalau cuma itu caranya terima aja sih, apa masalahnya. Ribet banget lo kayak masih perawan aja lo," sarkas laki-laki itu tanpa filter.

"Gue memang masih perawan ya, gue nggak mau jual keperawanan gue cuma 100 juta," jawab Sila.

"Jadi mau lo berapa? 200 juta. Lagian itu akibatnya, udah miskin masih aja ngutang, sekarang lo ngemis bantuan gue," tambah bian lagi.

"Iya, gue emang ngemis disini, dari pada ngelayani om-om hidung belang, gue lebih nyerahin diri gue ke lo, gue bersedia nyerahin tubuh gue seumur hidup sama lo biar lo tahu gue masih perawan apa enggak, asal lo bantu gue bayar utang mama gue," ucap Sila berani menyampaikan maksud yang sebenarnya pada bian.

Albi melihat sila dari atas bawah, dibandingkan cewek-cewek Gautama pada umumnya, postur tubuh sila cukup jadi perhitungan, tapi entah kenapa tak ada sedikitpun daya tarik perempuan ini dimatanya, malah perutnya mendadak mual jika ia bersentuhan fisik dengan sila. Mungkin ini termasuk salah satu alerginya barang kali.

"Harapan lo terlalu ketinggian sama gue, lo nggak memenuhi kriteria gue, bahkan jauh dari standar, dan satu lagi berani lo nyentuh gue sekali lagi gue pastiin lo secepatnya berada di di klub malam," ucap bian pergi meninggalkan sila yang tiba-tiba ambruk di lantai.

"Dan soal lo yang ngunci zea di gudang, gue akan tagih nanti," lanjutnya seiring pergi.

Tamat sudah Sila, ia pikir dengan merendahkan harga dirinya pada bian, ia bisa menyelesaikan hutang mamanya, sekalian menjerat laki-laki dalam sebuah  hubungan yang akan menguntungkannya untuk jangka panjang, namun laki-laki itu juga mengetahui kalau ia juga  pelaku yang mengurung zea di gudang.

Sila harus memutar otak, ia tidak bisa terus-terusan mencoba mendekati bian, tidak ada celah lagi untuknya. Kalau saja mamanya tak terlena meminjam uang pada lintah darat, ia tak seharusnya seperti ini.
.
.
.
.
Albi menyusul zea ke kelas gadis itu, namun sosok yang di cari sudah tidak ia temukan, mengingat sila yang menahannya ia jadi geram sendiri.

Tak ingin membuang waktu albi bergegas keluar, ia yakin ia masih bisa menemukan zea, dan benar saja di luar gerbang ia melihat zea bersama Nathan dan satu orang anak SMA Melati yang tak lain adalah Kean.

Dari raut wajah Nathan, ada ketidaksukaan terhadap kehadiran Kean yang baru ia ketahui akan menjemput dan mengajak zea pulang bersama, cepat saja Albi juga ikut bergabung ke sana.

Kehadiran Albi, menuai berbagai reaksi dari ketiga orang tersebut, terutama Kean, sedangkan Nathan tak terlalu mengambil pusing kehadiran Albi, lain dengan zea, gadis itu merasa kehadiran bian tak mengenal tempat ia yakin ia akan susah menghadapi bian dibandingkan Nathan yang sedari tadi mencoba menghalanginya pulang bersama Kean, meskipun ia sudah menjelaskan semuanya kalau ia dan Kean hanya sekedar teman.

Namun, bukan itu yang dipermasalahkan Nathan ia tak ingin zea berhubungan terlalu dekat dengan laki-laki asing terutama anak SMA melati  seperti apa yang dikatakan bian sebelumnya.

"Lo siapa?" tanya Albi basa-basi memandang datar Kean yang menatapnya juga tak kalah datar. Seperti yang diketahui sebelumnya ia sudah tahu siapa Kean, bahkan informasi pribadi laki-laki ini ia sudah tahu, beberapa jam yang lalu.

"Gue Kean, temannya zea," Jawab kean melirik gadis itu yang spontan mengangguk.

"Teman? Gue baru tahu zea punya teman di luar anak Gautama, apalagi teman cowok, " Sindir Albi. Lihatkan apa yang dipikirkan zea benar adanya, tadi Nathan sudah membombardir kean dengan pertanyaan seperti menginterogasi, sekarang bertambah satu lagi.

"Gue kenal zea juga belum lama, dan kita bertemu juga karna kebetulan. Tadi kita udah sepakat buat pulang bareng, karena gue dan zea tinggal di gedung apartemen yang sama," jawab Kean.

Nathan baru tahu akan hal ini, ia tahu zea memilih tinggal sendiri di apartemen tapi fakta jika laki-laki ini tinggal di tempat yang sama dengan zea, membuat laki-laki itu benar-benar was-was.

Tak jauh berbeda dengan Nathan, Albi pun tak kalah terkejut.

"Lo pulang duluan aja, biar zea gue yang antar, gue ada keperluan sama dia," Kata Albi yang langsung menarik tangan zea, membuat gadis itu berdiri di sampingnya.

"Keperluan apa sih, ngomong disini aja. Kean udah capek-capek jemput aku kesini," jawab gadis itu terkesan menolak.

"Mami, minta kamu datang ke rumah. Mami bilang kangen samo calon mantunya," jawab Albi yang mengundang delikan dari Zea, apalagi Nathan yang hanya mengeleng melihat tingkah bian yang terkesan menjijikkan saat ia tersenyum hangat pada zea, apalagi saat ia sengaja merapikan anakan rambut samping gadis itu kebelakang telinga.

Nathan sadar, prilaku bian hanya ingin memanas-manasi Kean. Tapi dibandingkan zea pulang dengan Kean yang belum jelas bagaimana laki-laki ini, ia tak masalah jika bian yang mengantar gadis itu pulang.

Lalu kenapa bukan dirinya?

Diantara bian, kean dan Nathan. Pulang dengan Nathan adalah opsi pertama jika zea disuruh memilih mereka.

Beberapa hari yang lalu, bian memintanya untuk menjaga jarak dengan zea, ia tak punya pilihan lain selain menyetujui perintah laki-laki itu belakangan ini, ia tak ingin bian mengungkit siapa dirinya pada zea.

Sejauh ini, rahasia gelapnya hanya diketahui oleh orang tuanya, alfi dan sekarang bertambah satu lagi. Siapa yang menduga laki-laki yang terlihat sempurna tanpa cela itu memiliki rahasia gelap yang tak orang duga.

Tanpa ingin mendengar penolakan dari Zea, albi dengan cepat membawa Zea ke tempat mobilnya dan kini tinggal kean dan Nathan yang berada di sana.

"Gue peringatan sama lo, jangan dekatin Zea lagi."

"Lo siapa? Pacarnya?" kean balik bertanya.

"Lo nggak perlu tahu gue siapa, tapi yang jelas cowok yang barusan bawa Zea, tunangannya. " Kini giliran Nathan yang berbohong.

"Mantan tunangan lebih tepatnya. Dia Bintang Albiantara, anak pemilik Gautama, dan lo Nathaniel William," Jawab kean ia mencibir wajah Nathan yang nampak terkejut dengan kebohongan yang barusan ia sampaikan pada Kean.

"Urusan dan hubungan gue sama Zea, bukan sama lo, Jadi jangan sok ngatur gue man, terserah gue mau dekatin dia apa enggak, siapa tahu dia bisa jadi cewek gue, soalnya zea tipe cewek impian gue," Kata Kean terkekeh melihat wajah Nathan yang mengeras.

"Gue cabut dulu," Izin Kean memakai helmnya meninggalkan gerbang Gautama.

"Songong banget lo. Taik," umpat Nathan melihat kepergian Kean yang sudah menjauh.

-Tbc-

ANOTHER SIDE (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang