HAPPY READING SAYANGKUUUU
Malam berganti siang, fajar menyingsing menggantikan tugas sang bulan. Di dalam kamar dengan nuansa minimalis, bau harum cytrus tersebar, seorang gadis cantik menggeliat, ia membuka matanya perlahan menampakkan iris coklat madunya yang indah.
Bianca beralih duduk, gadis itu menatap jam weker di atas nakas yang menunjukkan pukul tujuh pagi, ia bisa sedikit bersantai karena kelas hari ini di mulai pukul sepuluh.
Menyibakkan selimut, kedua kaki putih nan jenjang itu turun menapaki lantai, ia dengan telaten merapikan tempat tidurnya, menyusun bantal-bantal serta boneka beruang pada tempatnya.
Beralih pada sisi lain, Bianca menyibak gorden, membuka pintu balkon membiarkan udara masuk, ia menghirupnya dalam, angin pagi menerbangkan rambutnya, meski bangun tidur wajahnya tetap cantik dengan kulit putih bersihnya.
Langkah kakinya tak bersuara, dengan ringan ia membuka pintu, menuju lantai bawah, ia ingin menyapa sang ayah yang pasti sudah duduk anteng di kursi meja makan.
Memang sedikit spesial, rumah yang Bianca dan ayahnya tempati berlantai dua, berbeda dengan para pekerja yang lain. Itu karena posisi Antonio sendiri yang merupakan tangan kanan Nathan.
"Ayah, selamat pagi." Suaranya mengalun merdu, senyum manis ia berikan pada Antonio, gadis cantik itu berjalan mendekati sang ayah lalu memberikan kecupan pada pipinya.
Cup!
Antonio sendiri membalas dengan balik mengecup pelipis putrinya, ia ikut memasang senyum manis, ada rasa haru dan bangga di hatinya, putri yang dulu selalu ia gendong dan merengek padanya kini tumbuh menjadi gadis yang amat cantik. Antonio belum siap jika suatu hari nanti ada seorang laki-laki yang datang padanya untuk meminang sang putri.
"Selamat pagi juga, Bia," balas Antonio hangat.
Bianca berjalan menuju wastafel, ia mencuci wajah ala kadarnya, lalu beralih kembali ke meja makan menuangkan air kemudian menegaknya.
"Apa jadwal Ayah hari ini?" tanya Bianca, ia ikut mendudukkan dirinya di kursi meja makan berbentuk bundar itu, terdapat empat buah kursi, gadis itu memilih kursi di samping ayahnya
"Tuan Nathan hanya ada pertemuan dengan klien hari ini," jawab Antonio, ia dengan senang hati mengambil roti yang sudah di oleskan selai coklat oleh Bianca.
"Apa hanya itu Ayah?" ucap Bianca, ia bangkit menuju pantri, menyiapkan cangkir, gadis itu membuatkan Antonio kopi susu.
Antonio mengangguk sebagai jawaban, "Apa ada yang ingin Putri Ayah ini minta?" balas Antonio, ia tahu perangai putrinya, jika sudah bertanya seperti itu pasti ada hal yang putrinya inginkan.
Bianca cengengesan, ia menuangkan air panas pada cangkir yang sudah ada bubuk kopi beserta susu instan. Setelah menuangkan air ia kembali berjalan, meletakkan cangkir itu di hadapan Antonio.
"Bia ingin ke mall, tapi Ayah tahu sendiri Bia nggak punya teman, jadi Bia ingin Ayah yang menemani Bia," jelasnya mengutarakan keinginannya.
Antonio tak heran lagi, bukan tidak ada yang ingin berteman dengan Bianca, tapi sifat gadis itu yang acuh dan cuek terhadap sekitar membuat orang lain sungkan dan segan padanya. Ia ibaratkan mawar, menarik namun susah untuk digapai.
"Baiklah, kapan selesai kuliahnya? Biar sekalian Ayah yang menjemput," ujar Antonio, pria paruh baya itu menyeruput kopi susunya.
"Jam dua belas, Ayah bisa jemput Bia," kata gadis itu. "Eh tapi, itu berarti Ayah yang mengantar Bia?" lanjutnya, tidak mungkin jika Antonio menjemput nanti ia meninggalkan mobilnya di universitas?
"Bia ada kelas jam berapa?"
"Jam sepuluh," jawab Bianca sembari menatap ayahnya. "Apa Ayah bisa?"
Antonio nampak menimang, jadwalnya mengikuti pertemuan Nathan bertemu dengan klien pada pukul delapan, jika biasanya mungkin pertemuan itu akan selesai di jam sepuluh. Itu masih tidak tepat waktu, bisa-bisa Bianca terlambat nantinya.
"Jika hanya membicarakan urusan bisnis biasa maka jam sepuluh sudah selesai, tapi jika tidak mungkin memakan waktu sekitar tiga jam," tutur Antonio, pria itu menghela napas. "Bia membawa mobil saja, nanti biar Ayah naik taxi ke kampus Bia," putusnya.
"Apa tidak apa-apa Ayah?" tanya Bianca ragu
Antonio tertawa pelan, ia mengusap surai panjang Bianca. "Tidak apa-apa, Bia tidak usah khawatir."
Bianca mengangguk dengan senyum manis, ia memakan rotinya di selingi sedikit canda tawa. Sekali lagi, pagi yang indah dengan interaksi hangat antara ayah dan putri kecilnya.
***
Sementara di mansion utama, Nathan telah siap dengan kemeja putihnya, hanya jas hitamnya saja yang belum laki-laki itu pakai, ia duduk di sofa single yang ada di kamarnya, tangannya mengotak atik laptop di pangkuannya, ada beberapa email dari Antonio yang belum dirinya priksa.
Mata tajam dengan iris hitam sekelam malam itu beralih pada punggung tangannya, sebuah plester dengan motif beruang coklat menjadi titik fokusnya.
Di benaknya masih tersimpan beribu pertanyaan, siapa?
Dan apa tujuannya?
Mengapa seseorang itu membantunya?
Jika semalam memang bukan halusinasi, maka Nathan yakin jika dua kali orang yang telah menolongnya adalah seorang gadis. Sial sekali pandangannya semalam memburam, sehingga yang nampak hanya rambut panjang terurai gadis itu saja.
"Siapa kau sebenarnya? Dan apa tujuanmu?" katanya dengan suara serak, ia kembali menatap layar laptopnya yang menampilkan seluruh rekaman cctv tadi mlam, baru saja dikirim oleh Antonio.
"Kau cukup pintar menghapus permanen rekaman cctv." Ia menekan keyboard dengan lincah, jari jemari panjang itu terus mengotak atik laptopnya, rasa penasaran begitu tinggi akan siapa sosok itu.
Nathan harus mengetahuinya, terlebih sebuah usapan di kepala dan pelukan menenangkan nan hangat itu. Nathan ingin merengkuhnya lagi dan lagi.
Klik!
Ketika ia menekan tombol enter sebagai langkah terakhir, rekaman cctv yang terhapus semalam kembali lagi. Senyum miring terbit di bibirnya, ia mulai membuka rekaman itu satu persatu. Memperhatikannya dengan teliti, seolah tidak ingin melewatkan satupun.
"Sial!" umpatnya tak lama kemudian, ia memejamkan matanya, menyenderkan tubuh tegapnya pada sandaran sofa
Tubuh ramping dengan rambut hitam terurai, dress putih selutut namun Nathan yakin itu gaun tidur sangat kontras dengan kulit putihnya, tingginya Nathan yakini hanya sebatas dadanya, memasuki mansion dengan sedikit mengendap-endap hingga ke kamarnya, ia masuk tanpa menggunakan alas kaki.
Sudah berulang kali Nathan memutar rekaman cctv itu, namun tak kunjung melihat wajah si gadis, seolah gadis itu tahu jika terdapat cctv, ia selalu berjalan membelakangi dengan kepala menunduk.
Arah datangnya dari dapur, saat hendak mengecek cctv belakang mansion ia berdecak ketika ingat jika cctv di sana rusak sejak dua hari yang lalu dan sekarang dalam masa perbaikan. Mengapa lama? Karena cctv di mansion mempunyai sistem keamanan, jika terdeteksi musuh maka akan mengeluarkan sebuah bunyi semacam alarm.
Nathan hanya mempause salah satu rekaman, paling jelas dan paling besar gambaran si gadis, ia memperhatikannya dengan saksama, merekam jelas bentuk tubuh itu. Bukan karena Nathan mesum, tapi dengan cara itu ia pasti bisa menemukan penolongnya dan apa motifnya, jika ada motif jahat di balik pertolongannya maka dengan senang hati Nathan akan melobangi kepalanya dengan peluru.
Jika bukan karena mengingat usapan dan pelukan hangat semalam, saat bertemu dengan gadis itu maka akan langsung ia lenyapkan karena lancang menyentuh dirinya.
Yang boleh menyentuhnya hanya Naqila, itu pikir Nathan.
√√√
To be continued.......
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera Terbit
FantasyDi novel 'Kisah Naqila', Nathaniel Varendra adalah sosok antagonis paling kejam. Ia bahkan tak segan membunuh seseorang yang dianggap mengusik ketenangan pujaan hatinya. Selain kejam, laki-laki itu juga menyandang gelar brengsek dan bajingan. Itu di...