4

417 58 3
                                    

Nita yang tadinya tidak sengaja menampar Jace kembali mengangkat tangan dan memberikan tamparan lain. Itu membuat Jace menatapnya dengan murka.

"Kau pikir aku Rosie yang akan diam saja mendengarkanmu menngatakan sesuatu seperti itu, atau kau berpikir selama ini aku diam karena aku tidak berani melawanmu. Melawan kalian? Jangan salah, Jace. Kau bukan apa-apa bagiku dan aku tidak harus mendengarkan atau mematuhimu."

"Aku suamimu!"

"Kau pikir aku menikahimu karena aku ingin? Kau pikir aku begitu menggilai posisi menjadi istrimu dan membuat aku rela diperlakukan semena-mena olehmu hanya untuk mempertahankan posisi ini? Jangan salah melihatku, Jace. Aku sama sekali tidak membutuhkan uangmu, nama besarmu atau bahkan dirimu. Kau harusnya tahu siapa yang membuat aku tinggal di rumah ini. Siapa yang membuat aku mau menikahimu. Ingat dengan jelas." Nita sudah akan bergerak pergi tapi ternyata Jace belum selesai.

Sepertinya ini pertama kalinya ada yang benar-benar bicara seperti itu pada Jace. Memberikan penegasan betapa dia tidak diinginkan dan juga betapa memuakkannya dia. Nita sepertinya menyinggung ego lelakinya yang membuat pria itu menghentikannya dan mencengkram lehernya dengan kasar.

Mendorong tubuhnya menempel di pintu lemari dan segera mencengkram lebih kuat leher jenjang nan putih itu. Dia melakukannya dengan penuh emosi tapi yang dia cekik hanya memberikan pandangan mengejek ke arahnya. Seolah Jace menjadi begitu pengecut karena berani menyentuh perempuan.

Dan pada detik terakhir, Jace benar-benar menemukan dirinya keluar dari ketenangannya. Tidak pernah ada yang berani mengusiknya tapi gadis ini dengan berani melakukannya. Itu membuat Jace merasa keluar dari dirinya sendiri.

Dia segera menarik tangannya dan melangkah mundur. Menatap gadis itu yang terbatuk dengan wajah yang berubah warna.

Nita berpegangan pada dinding dan berusaha mengendalikan dirinya sendiri. Dia menunduk cukup lama sampai Jace khawatir dan segera hendak meraihnya. Tapi Nita menepis dengan kasar. Dia memandang pria itu dengan mata merah menyala. "Kenapa? Takut aku mati dan membuatmu masuk penjara."

"Kita ke rumah sakit."

"Tuan Jace Lozano yang terhormat, itu akan terlalu baik buatku jika kau mengantarku ke rumah sakit dan membuat semua orang melihat apa yang sudah kau lakukan pada istrimu ini. Tidak takut aku membuka mulut?"

"Kita ke rumah sakit!" tegas Jace mengulang perkataannya. Dia sudah akan menyeret Nita bersamanya meski gadis itu melawan.

Tapi sebelum dia melakukannya, Nita sudah mengaduh kesakitan. Bukan lehernya yang dipegang gadis itu melainkan perutnya. Membuat Jace menatap tidak yakin. Sebelum Jace mencari tahu lebih jauh, Nita malah jatuh dengan menyedihkan ke pelukannya. Gadis itu pingsan. Tidak menunggu waktu Jace segera mengangkat tubuh istrinya dan melarikannya pergi.

***

Nita membuka mata saat merasakan cahaya keemasan menghangatkan tubuhnya, dia mendesah dengan perasaan tidak nyaman. Juga lehernya sepertinya menjeratnya dengan sesuatu. Gadis itu mengangkat tangannya dan menyentuh lehernya hanya untuk mendapati ada kain di sana. Sepertinya perban. Kemudian dia menatap pergelangannya menemukan infus.

Itu membuat dia mendesah dengan kasar. Menatap pada pria yang segera memunculkan diri tersebut.

"Dokter mengatakan usus buntumu bermasalah dan harus segera diangkat. Apa kau sering melewati makan?"

"Justin, bagaimana dengannya?"

"Jangan khawatirkan dia. Katakan padaku, kau sering melewatkan makanmu?"

Nita mendengus. "Merasa bersalah, Suamiku Tersayang."

"Tidak masalah kau bersikap sarkas. Selama kau menjawab pertanyaanku. Apa kau sering melakukannya?"

Nita berdecak. "Pekerjaanku membuat aku tidak bisa sarapan dan makan dengan benar. Dokter memang sudah mengatakan kalau aku harus menjaga diri dalam makanan dan pekerjaan yang jadwalnya tidak teratur. Beberapa waktu ini dia tidak membuat masalah. Sepertinya karena stres menjadi istrimu sampai membuat dia berontak dan membuat aku pingsan."

Jace mendesah. "Aku tidak ingin bertengkar."

"Kau ingin mengatakan aku yang membuat kita bertengkar?"

Jace memikirkannya dan tahu kalau salahnyalah yang membuat Nita salah paham. Dia tidak menjelaskannya dengan benar dan segera melemparkan uang pada gadis itu. Padahal niatnya sama sekali tidak seperti itu. "Kau salah menangkap maksudku, aku sama sekali tidak sedang menghnamu."

"Kau tidak berniat tapi yang kau lakukan malah membuat aku merasa terhina. Aku sama sekali tidak ingin menjadi istrimu, Jace. Aku hanya sedang berusaha berada di sisi Justin. Aku tidak menginginkan uangmu karena aku bisa hidup dengan uangku sendiri. Hidupku tidak kekurangan uang jadi berhenti berpikir kalau aku begitu mencintai uang hingga kau terus melempar uang padaku. Bahkan kau selalu memberikan begitu banyak setiap bulannya, membuat aku seolah menikahimu karena hal itu. Jika kau mengizinkan aku membawa Justin, maka detik ini aku bisa meninggalkanmu tanpa kau harus memberikan aku apa pun. Yang membuat aku bertahan selama ini hanya Justin. Itu yang harus kau ingat."

Jace mengangguk kemudian. "Aku yang salah. Aku minta maaf." Jace mengatakannya dengan lembut dan mengusap kepala Nita.

Perlakuan pria itu membuat Nita yang siap meledak dengan emosi meski dengan menahan sakit segera bungkam. Dia menatap tidak yakin pada Jace yang sama sekali tidak terpengaruh dengan kemarahan Nita. Pria itu malah dengan biasa saja tersenyum pada Nita.

"Jangan emosi lagi, ya?"

Nita malu sendiri mendengarnya. Dia meledak-ledak tadi dan saat yang membuat dia meledak malah merespon dengan begitu lembut, Nita jadi merasa dia kekanakan sekali. Nita hanya bisa mengangguk dan menatap ke arah lain. Wajahnya memerah seperti anak kecil yang sudah diperlmalukan di depan teman sekelasnya.

"Aku akan memanggil dokter untuk melihat keadaanmu."

Nita tidak mengatakan apa pun. Dia tenggelam ke dalam pemikirannya sendiri yang sibuk mempertanyakan kenapa Jace tiba-tiba jadi berubah.

Jace keluar dan menutup pintu dengan pelan. Saat dia hendak melangkah asistennya segera datang dengan napas memendek. Jace menatap dengan tajam ke arah asistennya itu. "Kau sudah temukan yang sudah kusuruh cari?"

Asistennya berdiri dengan tegak dan segera mengangguk. "Kartu yang anda berikan pada nyonya sama sekali tidak tersentuh. Nominalnya masih sama. Bahkan uang yang anda berikan lebih banyak diambil oleh ibu anda dari tangannya."

"A—pa? Ibuku mengambil uang yang aku berikan pada istriku?"

"Ya. Beberapa kamera pengawas di rumah memperlihatkan bagaimana ibu anda merebut uang dari tangan nyonya. "

"Dan istriku diam saja memberikannya?"

Asistennya itu segera menyerahkan rekaman CCTV. Menunjukkan di mana Nita sama sekali tidak memiliki perlawanan saat Lorett merebut semua uang dari tasnya. Itu lebih seperti membiarkan dari pada tidak berani melawan. Karena dengan sikap Nita padanya saat pertengkaran mereka semalam, jelas gadis itu bukan seseorang yang tidak akan berani melawan orang lain.

***

Tungguin e-booknya yakk
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdfnya di aku, harga : 35k

Sampai jumpa mingdep 😘

Turun Ranjang Demi Anak (SAB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang