"Pintar. Aku memang tidak akan menggantikannya. Kau tenang saja. Ibumu adalah ibumu dan aku adiknya."
"Kau berbeda dengannya, meski kalian satu keluarga."
Mendengar Justin membuat Nita memandangnya tidak yakin, cara mendeskripsikan mereka berbeda seperti Nita yang lebih baik dari ibunya.
"Aku menjauhimu selama ini karena nenek. Dia bilang jika kita dekat, aku akan jauh darinya dan kau akan membuat kami tidak bisa bersama. Tapi aku pikir nenek berlebihan. Apa kau akan menjauhkan aku dari nenek."
"Mana mungkin. Tubuhmu milikmu. Selama kau ingin ke mana, tidak akan ada yang bisa menyetirmu. Terutama aku yang baru saja muncul di hidupmu."
"Kau ke mana saja selama ini? Kenapa kau tidak pernah menengokku? Padahal aku keponakanmu."
Mendengar Justin membuat Nita ingin terkekeh geli. Jusin benar-benar dewasa dalam segala hal. "Aku memiliki masalah dengan ibumu dan nenekmu. Mereka membuat aku membenci mereka yang membuat aku tidak bisa berada di dekat mereka. Kau tahu, aku memutuskan hubungan dengan mereka."
"Apa yang mereka lakukan?"
"Sesuatu yang fatal, yang membuat aku tidak bisa menganggap mereka keluarga lagi."
"Itukah yang membuatmu tidak pernah pulang ke rumah nenek Lauri."
"Hm."
"Apa kau tidak bisa memaafkan ibuku meski dia sudah tiada."
"Aku tidak membencinya lagi."
"Aku minta maaf karena mereka sudah menyakitimu. Apa yang kau rasakan pasti sangat buruk, Nita." Justin meletakkan kepalanya di lengan Nita. Membuat gadis itu memandang kepala Justin dan mengusapnya dengan lembut.
Nita hampir mencium kepala anak kecil itu saat deheman segera datang yang menyadarkan Nita kalau mereka tidak berdua saja di tangga darurat tersebut, Nita mendongak dan menemukan Jace di sana berdiri memandang ke arah mereka.
Justin juga segera berdiri dan menatap ayahnya dengan waspada. Berpikir mungkin dia melakukan kesalahan karena bersama dengan Nita. "Ayah?"
"Nenekmu mencarimu. Bawa dia pulang."
Justin menatap Nita, saat Nita memberikan anggukan dia sudah berlari pergi meninggalkan.
Nita juga berdiri dan hendak melangkah pergi tapi Justin menghentikannya. Pria itu menarik Nita untuk kembali ke depannya. Saat Nita hendak protes, tangan Jace sudah lebih dulu memasangkan jas di pinggangnya yang membuat bagian bawah tubuhnya sedikit agak tertutup. Pahanya yang paling kentara terlihat dan itu memang agak memalukan untuk menunjukkan diri. Jas itu membuatnya lebih baik.
"Terima kasih." Nita lega.
"Soal masalahmu dan Josie, kau tidak mau mengatakannya?"
Nita yang mendengarnya segera menatap Jace dengan dengusan. "Kau menguping pembicaraan kami?"
"Dengan tidak sengaja."
"Kau bisa segera berdeham atau membuka pintu itu dengan lebih keras maka kami akan tahu kau ada dan kau tidak akan mendengar apa pun. Jika kami masih tidak mendengarnya, maka itu baru dikatakan tidak sengaja. Tapi kau mengendap-endap membuatmu bisa mendengarnya. Masih mengatakan tidak sengaja?"
"Salahku," aku Jace tidak mau memperpanjang masalahnya karena memang dia melakukannya. Dia mendengar mereka bicara dan dengan penasaran pelan-pelan mendekati mereka untuk mendengar apa yang membuat mereka bicara dengan sangat serius seperti itu. "Kau tidak ingin mengatakan soal masalalu dengan keluarga Hogan sampai kau memutuskan hubungan dengan mereka?"
"Josie memberitahumu?"
Jace diam.
"Dia mengatakannya," ucap Nita tahu kalau Josie pasti mengatakannya. "Apa yang dia katakan tentangku? Aku ingin mendengarnya."
"Kau tidak akan suka mendengarnya."
"Apa? Dia mengatakanny dengan buruk? Bahwa aku mungkin seseorang yang tidak seharusnya ada di sekitar kalian?"
Jace diam lagi. Lebih suka tidak menjawabnya.
"Lebih buruk dari itu ternyata. Baik, aku mengerti." Nita sudah melangkah dengan penuh kekesalan. Membayangkan apa saja cara Josie menjelekkannya. Yang tidak dimengerti Nita adalah kenapa Josie harus memburukkan namanya di depan Jace? Josie seolah bisa meramal masa depan kalau Jace pasti akan bersama dengan Nita, itu membuat dia harus memperburuk nama Nita di depan Jace agar pria itu tidak terlalu menyukainya.
Sepertinya itulah alasan beberapa bulan ini Jace bersikap buruk padanya. Bahwa mungkin saja Jace sudah terlalu termakan perkataan buruk Josie tentangnya yang membuat pria itu lebih suka menjaga jarak darinya.
"Josie mengatakan kalau kau pergi membawa kabur uang keluarga Hogan. Berjumlah miliaran."
Nita yang mendengarnya segera berhenti. Dia diam sejenak.
"Lalu, apalagi yang dia katakan?"
"Hanya itu dan beberapa hal yang memmbuat kau iri padanya. Seperti kau tidak suka lagi dia melukis. Itu membuat dia trauma saat kau merusak semua lukisannya dan hanya menyisakan satu lukisan miliknya. Dia tidak pernah lagi berani menyentuh kuas dan melihat cat lukis. Dia akan selalu menjauh dari barang-barang tersebut."
Nita berbalik. Dia menatap Jace tidak yakin. "Kau sedang membahas seseorng yang sama dengan yang aku pikirkan?"
"Tentu. Josie, bukan? Kenapa?"
"Dia mengatakan kalau dia bisa melukis dan aku membuatnya tidak bisa melukis lagi karena aku tidak suka?"
"Ya. Dia mengatakannya. Kau tidak pernah melarangnya melukis?"
"Tentu saja aku tidak melarangnya melukis. Karena dia tidak bisa melukis. Kau harus melihat dia di sekolah. Nilai seninya benar-benar nol besar. Kenapa kau percaya dia bisa melukis? Kau pernah melihat dia melukis sebelumnya?"
"Tidak pernah kulihat secara langsung."
"Kalau begitu kau bodoh."
"Apa?" Jace tampak tersinggung mendengarnya. Ini pertama kalinya ada yang menyebutnya bodoh. Karena Jace Lozano adalah manusia yang harusnya sangat pintar. Dia pembisnis muda dan penggebrak lapangan pekerjaan terbanyak di kota ini. Sekarang istrinya mengatainya bodoh. Tidak dapat dia terima dengan akal sehat.
"Kau sudah ditipu oleh Josie bertahun-tahun lamanya. Hanya orang bodoh yang tidak akan menyadarinya dan kau selama ini tidak sadar. Bukankah itu bodoh namanya?"
"Aku hanya percaya dengan apa yang aku lihat dan kurasa itu tidak salah. Lagipula mungkin kau memang tidak pernah tahu dia bisa melukis. Siapa tahu dia menyembunyikannya darimu."
Nita memutar bola matanya. "Terserah, aku tidak akan mendebatkan kebenaran kakakku yang sudah meninggal. Sebaiknya kita cari makan, aku lapar. Dan kapan gaunku akan datang? Tidak nyaman mencium aroma parfummu di sini."
Jace mendengus. "Sudah ada di ruangan. Dan kau tidak akan mengatakannya? Soal masalalumu dan keluarga Hogan?"
"Itu lama berlalu, Jace. Membahasnya hanya akan membuat Josie sedih di alam baka. Lebih baik kau melupakan apa yang aku katakan dan aku juga mau mengubur kebencianku itu sedalam mungkin. Aku tidak ingin mengenang lagi."
"Terserahmu kalau begitu. Tapi jika kau siap mengatakanya, aku siap mendengarnya."
"Seolah kau akan percaya saja." Nita melangkah pergi.
***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa ya
Bisa beli pdf di aku
Sampai jumpa mingdep 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang Demi Anak (SAB)
RomanceNita Hogan terpaksa kembali ke kota kelahirannya atas permintaan sang kakak yang sedang sakit keras. Tidak disangka kakaknya malah menginginkan Nita menikahi suaminya. Demi bisa melindungi anak semata wayangnya dari ibu tiri yang mungkin tidak akan...