15

252 44 5
                                    

Jace keluar dari kamar mandi dan tidak menemukan Nita di mana pun. Dia memang cukup lama di kamar mandi karena dia memikirkan terlalu banyak hal. Seseorang tiba-tiba datang mengatakan kalau Josie dan ibunya sering menyakiti Nita. Tidak seperti cerita Josie di mana Nita menjadi pihak yang selalu keras kepala dan menyakiti. Mungkinkah selama ini Jace salah percaya?

Dia mengenakan pakaian tidur, menunggu beberapa saat dan Nita tidak juga kembali. Itu membuat Jace gelisah, memandang jam tangannya dan kemunculan Nita yang tidak kunjung ada.

Jace akhirnya tidak menunggu lagi. Segera dia keluar dari kamarnya. Menuruni anak tangga dan menuju ke dapur. Lalu ruang tengah. Ruang keluarga dan juga taman belakang. Nita tidak meninggalkan jejak apa pun.

Saat Jace sudah putus asa berpikir perempuan itu pergi darinya, dia hanya bisa menjambak dirinya dan menyatakan pada diri sendiri apa yang sudah dia lakukan. Jace berdiri kaku di depan pintu yang terbuka. Menatap ke kejauhan sana mempertanyakan di mana Nita berada. Dia tidak akan melepaskannya. Tidak akan pernah.

Dengan tekad bulat, Jace masuk lagi ke rumahnya dan akan berlari naik ke anak tangga untuk mengambil mantelnya. Dia harus menemukan Nita.

"Tuan?"

Jace berhenti menatap ke arah pelayan yang sedang membawa nampan minuman. Dia mengerut. "Ada tamu?" Jace tidak menemukan siapa pun di depan sana tadi.

"Oh, tidak, Tuan. Nyonya dan tuan muda ingin minum jadi saya membawakan mereka dua gelas minuma sebelum tidur."

"Nyonya? Istriku?"

Pelayan mengangguk.

Jace mengulurkan tangan. "Aku akan memberikannya pada mereka."

Pelayan menyerahkan nampan dan segera pamit undur diri.

Jace yang merasa lututnya melemas segera berusaha mendapatkan kendalinya lagi. Dia naik anak tangga dan segera pergi ke arah kamar Justin. Mendorong pintu yang sedikit terbuka itu, perasaan Justin segera luruh saat menemukan Nita memang ada di sana. Dia berbaring di kamar Justin yang kecil yang bahkan kakinya menjuntai tidak memiliki tempat.

"Ayah?" Justin yang belum tidur memanggil.

Jace segera memberikan kode agar Justin tidak bersuara, itu membuat Jutstin mengangguk dan menutup mulutnya dengan kedua tangan. Jace kemudian meletakkan nampan di meja bundar kecil. Mendekati Nita yang terbaring lelap dengan wajah damai yang membuat Jace begitu besar keinginan untuk mengamati wajah mempesona itu. Tapi Justin sedang menatapnya sekarang. Dia lebih suka membawa Nita ke kamar mereka sendiri.

Dan itulah yang Jace lakukan. "Kau tidak masalah tidur sendiri?" tanya Jace pada putranya.

"Tentu, Ayah." Justin tersenyum dengan lebar.

Jace meraih tubuh istrinya, membawanya dalam gendongan dan membawanya pergi.

Tiba di kamar, Jace membaringkan tubuh Nita dan segera menutupi tubuh itu dengan selimut. Jace kemudian berbaring di sisi Nita dan kini dia bisa menatap wajah itu sepuas yang dia mau. Jace sudah akan menyentuh wajah lembut itu dengan punggung tangannya. Tapi mata itu sudah terbuka yang mengejutkan Jace. Tangan Jace membeku di udara.

Nita mengeluarkan tangannya dari selimut. Dia mengusap kepala Jace dengan lembut. "Kenapa kau belum tidur?" tanya Nita begitu lembut.

Jace sudah akan membuka suara saat dia malah dikejutkan dengan Nita yang sedikit menarik kepala Jace dan membawa kepala itu ke dadanya. Kemudian mendekap kepalanya dengan lembut seolah-olah Jace adalah ....

"Tidur, Sayang. Besok kau harus sekolah. Jangan begadang."

Dan Jace hampir pecah tawanya mendengarnya. Astaga, dia pikir Nita bangun. Ternyata perempuan itu bicara dalam mimpinya. Dan dia pikir Jace adalah Justin.

Menunggu beberapa saat sampai Nita benar-benar tidur, Jace akhirnya berhasil keluar dari kungkungan tubuh Nita. Sekarang Jacelah yang membawa Nita berada dalam pelukannya. Menepuk-nepuk lembut punggung perempuan itu. Sampai Jace juga merasa ngantuk dan segera dijemput lelapnya.

***

Nita membuka mata dan terkejut menemukan kalau dia berada di kamarnya sendiri. Bukankah dia tidur di kamar Justin bersama Justin? Apa dia memindahkan diri secara tidak sadar? Mungkin karena begitu merindukan aroma tubuh Jace. Jadi alam bawah sadarnya berpikir untuk kembali dan menemukan Jace? Oh, memalukan.

Nita perlahan menengok ke belakang. Takut kalau dia akan menemukan Jace di sana. Tapi saat dia menatap, tidak ada siapa pun selain ranjang kosong. Itu membuat dia mendesah dengan lega. Dia bergerak turun dari ranjang dan segera keluar dari kamar. Karena Nita mendengar suara dari arah kamar mandi dan menandakan Jace ada di dalam sana. Nita buru-buru melarikan diri.

Meski Jace tahu kalau dia kembali ke kamar mereka dan tidur di ranjang mereka. Tapi akan lebih bagus bertemu saat Nita tidak sedang ada di kamar. Itu akan lebih mencairkan kecanggungannya.

Nita turun anak tangga, tadinya niatnya mengambil minuman ke dapur tapi di perjalanan dia malah bertemu dengan ibu mertuanya yang sedang berjalan dengan seseorang. Itu membuat Nita sudah akan mengabaikan dan melanjutkan langkahnya. Tapi suara wanita yang tidak menginginkan Nita tenang itu segera mengoar terdengar di telinga. Nadanya seperti biasa. Pahit dan menusuk dada.

"Kau mau melihat wanita yang dinikahi Jace hanya karena permintaan istrinya untuk mengurus anaknya, kan?" suara itu hampir terdengar jijik. "Dia orangnya," tunjuknya dengan enggan seolah satu ruangan dengan Nita akan membuat dia sesak napas.

Nita hanya mendesah. Seperti biasa, tidak meladenil. Bahkan Nita mengabaikannya dan segera melangkah pergi meninggalkan saat wanita yang bersama dengan ibu mertuanya itu menghadang langkah Nita. Menatap Nita dari atas ke bawah dan tidak menemukan apa pun yang spesial selain wajahnya.

"Kau benar-benar tidak mirip dengan Josie. Kau sungguh adiknya?"

"Apa yang sedang kau lakukan bicara denganku? Apa kau bahkan memiliki hak mengeluarkan suaramu dengan bau mulut yang tidak sedap itu?"

"Kau—" wanita itu mengarahkan telunjuk pada Nita. Pandangannya tajam tidak senang.

"Apa yang kau lakukan?" suara Jace terdengar. Pria itu berjalan menuruni anak tangga dan segera menghampiri istrinya yang berdiri diam tidak menatapnya. "Sekali lagi kutemukan kau bersikap kurang ajar pada istriku. Aku tidak akan segan denganmu."

"Jace, dia mengataiku," wanita itu merengek.

"Katina benar, Jace, istrimu bersikap tidak sopan padanya terlebih dahulu. Itu membuat Katina—"

"Ibu!" seru Jace. Mata itu menyala. "Apa yang kau perbuat? Membawa orang asing ke rumah kita dan membuat dia menunjuk ke arah istriku. Tidak menghormati Nita berarti tidak menghormaiku. Sekali lagi dia melakukannya, aku tidak akan segan memberikan perhitungan dengannya. Sekarang sebaiknya kau antar dia pergi, dia tidak diterima di sini."

Jace membawa Nita pergi kemudian. Panggilan ibunya, dia abaikan begitu saja.

Turun Ranjang Demi Anak (SAB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang