5

436 54 4
                                    

Setelah satu minggu dalam perawatan. Nita akhirnya diizinkan pulang. Dalam dua minggu ini dia bisa merasakan betapa besar Jace coba menebus kesalahannya. Kesalahan mereka sebenarnya, pertengkaran tidak akan terjadi jika salah satu dari mereka bisa berkepala dingin dan tidak memperbesar masalah.

Tidak ada yang benar dan salah. Tapi Jace sepertinya menumpukan semua kesalahan pada dirinya sendiri apalagi setelah melihat bekas cekikannya di leher gadis itu, membuat dia semakin tidak tahu bagaimana memaafkan diri. Padahal Nita sendiri tidak mengambil pusing pada apa yang sudah dilakukan pria itu.

Dengan perawatan Jace yang intens, Nita bisa kembali sehat sepenuhnya. Hanya saja dokter menyarankan agar Nita tidak mengangkat barang-barang berat.

Beberapa hari di rumah, gadis itu bosan. Dengan maksud mau mengucapkan terima kasih pada suami yang sudah menghabiskan waktu dan tenaga demi dirinya, Nita memutuskan masak sendiri dan mengirimnya ke kantor suaminya. Tadinya dia mau memakai jasa pelayan untuk melakukannya. Tapi setelah memikirkannya dengan seksama, Nita rasa harus dirinya sendiri yang pergi. Itu untuk membuat niat baiknya tidak menjadi setengah-setengah.

Dia sudah membungkus makanan itu ke dalam wadah yang disediakan dan segera keluar dari dapur. Di pintu dia berpapasan dengan pelayan yang segera tercengang menemukan dapur bekas dipakai Nita.

"Apa yang anda lakukan, Nyonya Muda?" tanya pelayan yang hampir menangis itu.

Nita menatap ke belakang. "Memasak. Untuk suamiku. Kenapa, Bibi?"

"Anda sepertinya bukan memasak melainkan sedang berperang. Semuanya berantakan dan bahkan ada apa dengan aroma gosong ini?"

"Aku hanya menggoreng telur dengan agak terlalu matang. Tidak masalah masih enak dimakan. Mungkin." Nita tersenyum dengan tatapan manisnya. Dia kemudian melangkah pergi sambil bersiul-siul bahagia. Berpikir kalau Jaca harusnya bahagia karena untuk pertama kalinya Nita masak dan itu untuk Jace.

Pelayan yang melihat segera menggelengkan kepala, berdoa agar tuan mudanya tidak sakit perut setelah memakan makanan dari istrinya yang sepertinya malah hendak meracunnya.

Nita sudah mengenakan gaun merah yang jatuh sampai ke mata kakinyanya. Gaun itu tanpa lengan hanya memiliki tali di bahunya yang menunjukkan leher jenjang dan lengan indah yang mempesona. Rambutnya digerai dan diberikan jepitan kupu-kupu di sebelah kanan. Kemudian Nita juga mengenakan sepatu berhak tinggi dengan make up lengkap yang natural. Dia sungguh menunjukkan dirinya yang sesungguhnya. Karena dia memutuskan tidak mau lagi bersembunyi dibalik tempurung gadis lemah menyedihkan.

Setelah berkendara sepuluh menit, Nita sampai di perusahaan Jace. Dia meninggalkan mobil di depan gedung dan menyerahkannya pada petugas parkir. Beberapa orang menatapnya karena dia harusnya memarkir di tempat yang disediakan tapi sepertinya tidak ada yang benar-benar berani memberikan teguran.

Nita masuk melalui pintu putar, segera bergerak ke arah lift dan hendak menuju ke lantai Jace saat seorang penjaga berseragam hitam menghentikannya. Membuat Nita harus menatap petugas itu dengan bingung.

"Anda harus mengatakan ingin bertemu dengan siapa dan apakah ada janji temu, Nona."

Nita menatap petugas dengan kepala pelontos yang tampak sedikit ragu itu. Apalagi memang beberapa pekerja sudah memperhatikan Nita dari pintu masuk. Mungkin mereka tidak cocok Nita berada di sana dengan gaun yang berlebihan. Tapi Nita tidak merasa berlebihan sama sekali.

"Aku mau bertemu suamiku, apakah aku harus memiliki janji temu dan minta izin padamu?"

"Suami? Siapa suami anda? Siapa pun suami anda, tidak mungkin ...."

"Berhenti!" seru seseorang yang baru saja keluar dari lift yang terbuka. Pria itu harusnya pernah dilihat Nita. Asisten Jace kalau tidak salah. "Apa yang sudah kau lakukan? Dia istri bos!"

Penjaga segera memucat, dia bergetar hendak bicara tapi tidak ada kalimat yang sanggup dikeluarkannnya.

"Bawa aku ke ruangan Jace. Apa dia tidak sibuk?"

"Jam makan siang segera datang. Tuan Lozano sebentar lagi pasti akan keluar untuk makan. Jadi tidak sibuk, Nyonya Lozano."

Aku mengangguk saja dan segera masuk. Asisten itu sempat memberikan pandangan tajam ke arah petugas dan meninggalkannya masuk ke lift. Lalu menekan lantai dua puluh. Lift bergerak naik dengan cepat.

"Jangan membuat masalah dengan petugas itu. Dia hanya menjalankan pekerjaannya."

Kent yang mendengar perkataan sang nyonya segera menyembunyikan senyumannnya. Tampak tahu memang tabiat istri kedua bosnya yang baik dari dalam hatinya. Dia bisa melihat dalam satu kali pandangan, meski Nita lebih suka menyendiri dan tidak suka menyapa. Dia memiliki perasaan lembut yang menghangatkan. Kent setuju bosnya bersama dengan yang satu ini dari pada yangg sebelumnya.

Mereka tiba di lantai dua puluh, Kent masih mengarahkan jalan untuk Nita yang melangkah di depan. Kemudian saat mereka sampai di depan pintu ruangan Jace, pria itu membuka pintu dengan dua daun pintu tersebut.

Nita melangkah masuk dan menemukan kalau Jace tidak sendiri di ruangan itu, seseorang bersamanya dan tampaknya sedang melakukan sesuatu yang agak tidak pantas. Saat Jace melihat Nita datang, dia segera mendorong wanita itu menjauh darinya. Wanita yang tadi menunduk dan menghalangi pandangan Nita pada Jace segera saja tahu apa yang sedang dilakukannya.

Pakaian Jace sudah tidak terkancingi semuanya. Sepertinya dibuka dengan agak terburu-buru. Juga pipi pria itu merah dan napasnya tersenggal-senggal.

Kent yang melihat itu segera melotot dan menatap Nita seolah dia sendiri yang hendak menjelaskan.

"Kalian sedang melakukan apa?" tanya Nita dengan agak kebingungan. Disuguhkan pemandangan dewasa saat dia sendiri tidak siap, jelas bukan sesuatu yang akan membuat dia bertepuk tangan senang.

Wanita yang sudah didorong dengan kasar itu segera mendekat. Dia menatap Nita dengan mata berkaca dan yang membuat Nita terkejut, segera saja wanita itu berlutut di depannya. Terisak kemudian seolah Jace sudah menodainya.

Nita menatap Jace. "Kau menodai pegawaimu sendiri, Jace?"

Jace mendengus jengkel mendengarnya. Dia tampak kewalahan menahan bara gairah di tubuhnya. Seluruh tubuhnya sudah memerah dengan cara yang tidak alami. "Dia memasukkan perangsang ke dalam kopinya," desah Jace dengan suara mengalun serak.

Nita yang mendengarnya segera bersedekap dan memandang wanita yang masih terisak dengan memegang dadanya itu. "Apa kau sedang berlutut memohon ampun agar aku tidak melaporkanmu ke polisi?"

Wanita itu mendongak. Tampak terkejut atas perkataan Nita.

"Kau sudah memasukkan obat perangsang ke tubuh suamiku. Lalu coba menodainya dan jelas setelahnya akan memfitnahnya. Jangan pikir karena kau wanita dan bersikap lemah, aku akan melepaskanmu dan berpikir kau korbannya. Karena kelemahan juga bisa menjadi senjata untuk wanita. Jadi sebaiknya kau jelaskan maksudmu berlutut sekarang juga sebelum aku benar-benar menyerahkanmu ke polisi."

"Aku mencintai bos, Nyonya. Aku mohon berikan bos untukku."

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Turun Ranjang Demi Anak (SAB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang