1

636 59 1
                                    

Suara langkah yang teredam di lantai membawa pandangan pada semua orang yang sedang berkumpul di ruang keluarga. Semua orang menatap pada gadis asing dengan rambut panjang sampai ke pinggangnya tersebut. Gadis itu sangat cantik dengan mata biru mudanya yang akan membuat semua orang mempertanyakan, dari mana gadis ini berasal.

Sebelum salah satu dari mereka buka suara, seseorang yang baru turun dari tangga mengenalinya.

"Nita?"

Gadis itu mengangkat pandangan, bertemu dengan ibu tirinya yang sedang membawa baskom berisi air.

"Kau akhirnya pulang."

"Di mana Josie?"

"Di atas. Sedang bicara dengan suaminya. Aku akan mengantarmu."

Tanpa mengatakan apa pun dan peduli dengan siapa pun. Dia melangkah ke arah tangga, meninggalkan tasnya di anak tangga pertama. Setengah berlari, Nita bergerak ke arah yang dia sendiri tidak tahu ke mana.

"Belok kanan, kamar paling ujung," beritahu suara dari belakang.

Nita melangkah cepat ke arah yang dikatakan. Melihat pintu dengan warna cokelat tersebut yang setengah terbuka. Dia tidak menunggu waktu berlalu, Nita segera menerobos masuk dan tengah melihat pria yang sepertinya adalah suami kakaknya tengah berdiri di ujung bawah ranjang.

Pandangan pria itu tampak dingin dan jauh, seolah dia tidak bisa tersenyum sama sekali. Pandangannya dan Nita bertemu, hanya sekilas karena perhatian gadis itu segera terarah ke kakaknya yang terbaring dengan begitu pucat di atas ranjang.

Nita berlutut di dekat ranjang. Meraih tangan Josie yang terasa sedingin es. Dia dapat melihat wajah Josie sama seperti wajah ibunya di masalalu saat wanita itu hendak meninggalkannya. Pengalaman buruk itu segera membuat Nita bergetar. "Josie, ini aku. Kau ingin aku kembali, aku melakukannya. Sekarang buka matamu dan lihat aku."

Josie sungguh melakukannya, dia memandang pada Nita yang tampak cantik seperti biasa. Selalu membuat siapa pun iri melihatnya. "Nita."

"Ya. Ini aku. Aku kembali."

Josie berusaha meremas tangan Nita. Tapi itu seperti pegangan ringan yang tidak terlalu terasa di tangan Nita. "Maaf."

Nita menunduk, mencium punggung tangan kakaknya. "Tidak apa-apa. Tidak masalah." Nita hampir menangis. Tapi dia berusaha mempertahan kekerasan hatinya. Berusaha mengatakan kalau menangis sekarang belum saatnya. Josie masih di depannya, masih memandangnya dan masih hidup.

"Nita, aku memanggilmu, untuk dengan tidak tahu malu hendak meminta satu hal padamu."

"Katakan, akan kulakukan. Apa pun."

Josie diam sejenak, dia memandang suaminya dan kemudian segera menatap ke arah Nita lagi. Senyuman mewarnai kepucatan dan tubuh bergetarnya. "Menikahlah dengan suamiku."

Bagai di sabar petir Nita mendengarnya. Dia menatap Josie dengan tidak yakin. Beberapa kali dia coba mengucapkan kembali kalimat itu di kepalanya dan hasilnya sama. "Josie, jangan bercanda. Mana mungkin aku ...."

"Ini permintaan terakhir."

"Tidak, Josie. Itu gila. Aku tidak akan menikah dengan suamimu."

Josie menangis, tetes airmatanya terasa dingin di pandangan Nita. "Justin membutuhkan seorang ibu. Aku tidak bisa percaya pada siapa pun selain kau."

"Josie, kau akan sehat. Kau akan sembuh. Justin akan tetap memilikimu sebagai ibunya. Jadi kau tidak membutuhkan aku untuk menikahi suamimu dan menjaga Justin. Kau lakukan sendiri."

"Nita ...."

"Aku bilang tidak!" seru Nita. Dia berdiri dan segera berbalik, berjalan hendak pergi tapi berakhir di ambang pintu. Tahu kalau dia melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan ini maka yang akan menunggunya di depan sana bisa saja penyesalan tanpa ujung. Dia pernah menyesali sesuatu di ujung hidungnya di masalalu. Dia tidak akan melakukan hal yang sama.

Jadi yang dilakukan Nita adalah diam mematung dengan tangan mengepal kuat.

"Nita, jangan pergi."

"Nita, kakakmu membutuhkanmu." Seseorang menyentuh bahunya.

Pandangan marah terarah pada wanita yang adalah ibu kandung Josie tersebut. "Jangan pernah menyentuhku," tegas gadis itu dengan suara bergetar marah.

Wanita itu akhirnya menyingkirkan tangannya. Dia menunduk meminta maaf. "Josie memiliki alasannya sendiri, kau dengarkan dulu dia sebelum kau mengambil keputusan."

"Tidak ada yang perlu didengarkan soal itu. Itu adalah ide gila. Kau tahu itu."

"Nita ...," Josie masih mencoba. Tapi kali ini wanita itu bangun sampai menjatuhkan diri ke lantai.

Nita yang tahu segera berbalik dan meraih tubuh kakaknya. Dia menatap pada pria yang sejak tadi hanya diam dengan wajah memucat. Sepertinya baru tahu keinginan istrinya juga. Itu membuat dia marah tapi tidak seperti Nita, pria itu marah dengan diam. Tidak mengatakan apa pun, hanya bersikap dingin mengerikan.

Pria itu hendak bergerak menatap Josie, tapi Nita sudah lebih dulu menangkapnya.

Bahkan Nita tidak tahu nama suami kakaknya itu, dan Josie malah ingin Nita menikahinya? Segalanya benar-benar menjadi tidak waras.

Josie memeluknya dengan erat. Kali ini kekuataannya entah berasal dari mana. "Seseorang meracuniku. Aku dibunuh dan bukan mati dengan wajar. Ada yang membuatkan aku racun yang bisa menyebabkan aku mengalami kanker lambung, Nita. Jadi jika aku meninggalkan Justin tanpa perlindungan, bisa saja Jace menikah dengan perempuan itu. Karena satu-satunya alasan aku harus mati adalah untuk mendapatkan Jace. Aku yakin itu." Josie terbatuk kemudian setelah mengatakan kalimat panjangnya.

Saat Nita menjauhkan tubuhnya, dia segera menemukan Josie yang sudah batuk darah. Itu membuatnya berteriak meminta bantuan Jace untuk mengangkat kakaknya itu.

Jace berlari mendekat dan menggendong Josie. Dia membawa Josie ke ranjang dan menatap cukup lama pada wanita itu. Jace kemudian mundur dan segera bergerak menjauh, menjaga jarak darinya yang membuat Nita menatap sikap suami kakaknya yang tidak masuk akal.

Tapi Nita tidak mau memikirkan lebih panjang karena Josie sudah mengulurkan tangan padanya, membuat Nita segera meraih uluran tangan itu. Nita menemukan airmata Josie mengalir saat ibunya sendiri sibuk mengusap darah di bibirnya, membersihkannya.

Nita duduk di sisi Josie, dia menatap Jace sebentar dan kemudian menatap Josie setelahnya. "Aku akan menikah dengannya. Aku akan menikahi suamimu."

Jace berbalik, dia tadinya membelakangi mereka. Mendengar keputusan Nita, dia menatap gadis itu dengan tidak senang. Yang diharapkan Jace jelas adalah penolakan Nita pada ide gila istrinya. Tapi sepertinya darah memang lebih kental dari air. Nita dan Josie sama gilanya.

Pandangan Nita menumbuk tajam pada mata Jace. Josie mengatakan ada yang meracuninya maka Nita harus tahu siapa orangnya. Dia tidak hanya akan mencurigai siapa pun yang coba mengambil Jace dari Josie. Melainkan Jace juga harusnya ada dalam daftar kecurigaannya. Dengan sikap yang begitu terbuka tidak suka, sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan Jace dalam pernikahan ini.

Nita dapat mengendusnya dengan sedikit mencurigakan dibumbui keanehan. Nita hanya bisa menemukan jawabannya jika dia berada di keluarga Lozano. Maka itulah yang akan dia lakukan.

Turun Ranjang Demi Anak (SAB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang