7. Mungkinkah...

52.4K 4.3K 89
                                    

HAPPY READING SENGKUHH🧡

😇😇😇

Setelah memarkirkan mobilnya, Bianca mulai berjalan santai memasuki area kampus. Pandangannya lurus ke depan, tak menghiraukan semua pasang mata yang memperhatikannya, telinganya ia sumpal menggunakan earphone agar tidak mendengar suara-suara yang mengganggu.

Di depan sana ia melihat Naqila. Mereka berjalan berlawanan arah. Saat hampir sejajar, Bianca melempar senyuman termanisnya kepada Naqila. Namun, tanpa gadis itu duga, Naqila balik menyapa Bianca.

"Hai, Bia," ujar gadis cantik itu, namun sedikit canggung. Karena hal ini Bianca terpaksa berhenti untuk menyapa balik.

"Oh, hai." Secara alami Bianca melepas earphone-nya.

Di saat itu juga, Dean datang dari arah tujuan Bianca. Lelaki itu menghampiri keduanya dengan langkah santai. Senyumnya tak pudar ketika melihat Naqila yang juga tengah tersenyum dengan seorang gadis. Pandangan yang awalnya tertuju pada Naqila, kini teralih kepada sosok Bianca yang baru pertama kali ia temui.

"Pagi cantik," ujarnya sembari menepuk puncak kepala Naqila. Kemudian ia beralih menatap Bianca yang juga tengah melihatnya. Gadis itu melempar senyumannya.

Deg!

Dean tertegun. Ini pertama kalinya ia melihat Bianca, dan baru juga mengetahui bahwa ada gadis secantik Bianca di kampus ini. Bibirnya seolah membisu, tatapannya tak lepas dari gadis cantik di depannya itu.

"Aku duluan, ya," ujar Bianca kepada Naqila.

"Oh, iya." Naqila melambaikan tangannya kepada Bia. Ia menatap gadis itu kagum, sudah lama Naqila ingin membangun interaksi dengan gadis itu. Walaupun dari luar sosok Bianca terlihat cuek dan tak tersentuh, namun ternyata ia sangat ramah.

Sementara sepeninggal Bianca, pandangan mata Dean tak lepas dari punggung gadis itu yang menjauh. Tidak ada yang tahu apa isi kepala lelaki itu.

"Dia cantik kan, Dean." Naqila bersuara tanpa mengalihkan pandangannya.

Lelaki itu menoleh. Wajahnya datar, namun sesaat kemudian senyumnya mengembang. "Masih cantikan kamu."

Sontak saja ucapan Dean membuat kedua pipi Naqila memerah padam.

Merasa gemas, Dean mengangkat tangannya untuk mencubit hidung Naqila.

"Kamu tetap yang paling cantik di mata aku."

Tambah merona pipi gadis itu, ia memukul kecil bahu Dean, senyumnya terus mengembang, ada rasa bangga tersendiri di dirinya karena di sukai oleh dua laki-laki paling berpengaruh.

Sementara di sisi Bianca, gadis itu langsung memasuki kelasnya, matanya menatap seluruh kelas di mana semua pasang mata kini menatap ke arahnya.

Dengan langkah santai Bianca menghampiri kursi ketiga dari depan, di dekat dinding. Dengan lugas ia mengeluarkan laptopnya tanpa melepas kembali earphonenya.

Gadis itu hanyut dalam dunianya sendiri, tak menghiraukan keadaan sekitar, beruntung sekali sifat Bianca sama dengan Ayu dulu, jika tidak maka tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

***

"Terburu-buru, kau ada janji lain sekretaris Antonio?"

Antonio yang ditanya oleh tuannya pun berdehem, ia tersenyum formal menatap Nathan. "Benar Tuan, saya ada janji akan menjemput anak saya di Universitas." jawabnya.

Nathan diam, ia penasaran dengan anak dari tangan kanan sekaligus sekretarisnya ini. "Dia berkuliah di mana?" tanyanya

"Varendra University, Tuan. Kampus milik anda," ucap Antonio sopan. Walau usianya jauh di atas Nathan namun ia adalah bawahan pria itu, dan Nathan adalah bosnya.

Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang