seis

159 13 1
                                    

Jere mengerjabkan matanya ketika matahari malu untuk memasuki indra penglihatannya, matanya membuka dan disuguhkan pemandangan yang indah, lebih indah dari menara eifel yang pernah ia lihat.

Ia perhatikan satu persatu miliknya dari mulai rambut hitam yang selalu menggoda, pipi halus yang seringkali meminta untuk dicubit, serta ranum cherry yang seolah candu baginya, ia usap bibir plump Vier.

Jam menunjukan pukul 13.00 tetapi Vier tidak membuka matanya sama sekali, apa ini kesalahannya semalam? Tapi itu salah Vier sendiri, Jere mulai panik dan memanggil dokter pribadinya, ah ralat. Teman dokternya.

"Kamu ngapain dia Orlo?" tanya dokter Wirya, saat sudah memeriksa keadaan Vier.

Jere hanya mengedikkan bahunya dan meminum kopi, tanpa ada embel-embel menawari.

"Dia pingsan, saya sudah kasih cairan infus," katanya lagi.

Jere hanya mengangguk, dan mulai pergi meninggalkan dokter Wirya dengan helaan nafasnya.

"Orlo, jika memang benar kamu mencintainya. Jangan sakiti."

"Ya."

"Ibumu mengidam es saat mengandungmu sepertinya," kata dokter Wirya terkekeh.

Jere menaikan alisnya tanda tak mengerti.

"Dingin..." balas dokter Wirya sembari memperagakan tangannya yang seolah benar kedinginan.

"Asik sendiri," balas Jere balik.

"Ucapanmu menyakitiku Orlo," katanya sedih.

"Ya yaa... lebih baik kamu pergi, lagi pula dia sudah tak apa," kata Jere sembari menunjuk Vier dengan nafas teratur.

"Kebiasaan, untung saya anggap kamu adik," balas dokter Wirya berusaha mengacak rambut Jere.

"Ingat pesan saya, Jeremiah."

Jere mengangguk mengiyakan.

Saat ini ia berbaring memeluk Vier dengan sayang, ia takut kehilangan Vier, mencekiknya adalah sebuah upaya agar si keras kepala itu tetap berada dalam pengawasannya.

"Don't leave me, Vier," katanya mengusap rambut hitam sang kasih yang belum resmi.

"Aku sayang kamu," lanjut Jere mengecup rambutnya lalu ikut terlelap di sisi Vier.

"Lu brengsek Jer.."

...

Hari sudah gelap dan dua adam itu hanya terlelap dikasur tanpa melakukan apapun, begitupun dengan Jere yang terus memeluk Vier, tak membiarkannya pergi.

"Aku tau kamu udah bangun sayang," kata Jere dengan suara seraknya.

Lelaki berkelahiran april itu tertawa kecil, ketika mata Vier berkedip untuk mengintip.

"Lu anjing," bisik Vier parau.

Yang diumpat tersenyum sembari mengusap rambut halus Vier. "Mau makan? Aku masakin dulu ya."

Jere pergi meninggalkan Vier yang tidak berdaya, ia membenci Jere tapi ketika perlakuan kecil yang diberikan padanya, ia bisa luluh.

...

Vier kabur dengan keadaan yang jauh lebih baik, benda pipihnya berusaha menghubungi si rambut merah, ia merasa seperti buronan yang dicari oleh kepolisian dan kepolisian itu adalah Jeremiah Orlo.

Ia duduk menghela nafas terus terusan, karena jujur saja ia lelah, ia pun menunggu kedatangan sobatnya yang bilang sudah otw.

"Lu kenapa?" Tanya Leo.

taruhan (harukyu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang