Kematian Ayah

141 17 0
                                    

Minji dan Hanni baru saja menuruni kendaraan Minji. Sore hari ini cukup berangin. Sesuai yang dikatakan Minji kemaren, ia membawakan bunga matahari buat ibunya ditangan kanan, sedangkan ditangan kirinya ia menggengam erat tangan Hanni.

"Mama, Minji datang" ucapnya saat mereka berdua tengah duduk jongkok di tepi nisan.

"Coba lihat, Minji bawa siapa?" Minji menoleh ke arah Hanni, lalu tersenyum.

"Ini namanya Hanni, ma. Orang yang pernah Minji ceritain"

Hanni terkejut mendengar perkataan Minji. Ia tak tahu bahwa Minji sering membicarakan tentangnya di makam ibunya.

"Halo, tante. Ini Hanni, kekasihnya Minji" ucapnya, mencoba berkenalan dengan menyapa almarhumah ibu Minji.

"Mama. Kamu panggil mama aja. Mamaku sekarang adalah mamamu juga"

Hanni mengangguk mengerti. Kemudian tatapan mereka kembali fokus pada nisan yang ada dihadapannya kini.

"Ma, andai mama masih disini. Pasti mama senang bisa lihat kekasih Minji. Tapi gak papa, seenggaknya mama bisa lihat dari atas sana kalau Minji sekarang sudah gak sendiri lagi"

Hanni mempererat genggaman tangannya pada tangan Minji. Sebelah tangannya ia gunakan untuk merangkul bahu kekasihnya itu.

"Ma, mama jangan khawatir, ya. Disini ada aku buat jagain Minji. Aku janji bakal selalu ada buat dia. Mama yang tenang, ya, disana"

Kemudian keduanya berpamitan setelah meletakkan bunga matahari itu di atas makam. Suhu udara terasa semakin dingin. Disaat perjalanan pulang, Minji berhenti sejenak di sebuah restoran, membeli sup hangat yang dibungkusnya untuk dibawa pulang makan bersama di rumah Hanni sekeluarga.

***

"Halo, selamat siang. Apa ini dengan Nyonya Minji?"

Terdengar suara dari teleponnya yang berasal dari nomor kepala penjara tempat ayahnya ditahan.

"Iya, benar. Dengan saya sendiri, ada apa, ya?"

"Kami ingin memberitahukan kabar dari ayah-"

"Aku gak mau tau" putus Minji.

"Tapi anda perlu mendengarnya"

Minji geram. Sungguh ia tak ingin tahu apapun tentang ayahnya itu.

"Ayahmu meninggal dunia"

Hening. Telepon genggamnya tak terasa jatuh dari genggamannya.

"Ayahmu diam-diam meneguk obat-obatan yang kami sendiri tak tahu dari mana ia dapatkan. Itu membuatnya overdosis. Namun sayang kami terlambat untuk menyelamatkannya sehingga ajal lebih dahulu menemuinya"

"Segeralah pergi kesini untuk mengurus pemakaman mayat ayahmu" sambungnya.

"Haerin" panggil Minji. Sesaat setelah telepon itu putus, ia lalu bergegas menuju meja kerja Haerin.

"Ada apa, Ji?" Haerin bingung karena melihat wajah Minji yang tak terbaca, tak seperti biasanya.

"Papa meninggal" bisiknya pelan. Tapi Haerin masih bisa mendengarnya dengan jelas. Segera ia berdiri lalu memeluk bos sekaligus temannya itu.

"Kita harus kesana buat mengurus mayat papa" ujarnya lagi.

Haerin menangguk dan menuruti. Maka ia dan Minji langsung pergi ke tempat dimana ayahnya meninggal, yaitu sel penjara.

***

"Nyonya Minji?" salah satu petugas mendatangi mereka berdua. Minji kenal dengan bapak-bapak ini, karena beliau yang mengurus ayahnya selama ayahnya mendekap di penjara. Minji tak sudi harus mengurus ayahnya yang telah membunuh ibunya itu, tapi karena ia masih punya hati, ia menyuruh salah satu petugas disana untuk mengawasinya, tentunya dapat bayaran juga oleh Minji.

"Dimana papa?" tanyanya.

"Ada di pojok ruangan di ujung lorong, mari kita kesana"

Minji dan Haerin lalu melihat mayat ayah Minji yang sudah tertutup kain kafan itu. Ayahnya meninggal tepat di usianya yang ke-55 tahun. Ia dan Haerin terdiam di ambang pintu. Minji tak berani mendekati mayat ayahnya. Rasa bencinya masih begitu melekat.

"Nyonya Minji, kami menemukan ini di saku baju ayahmu" ucap salah satu petugas. Itu sebuah surat. Segera Minji membuka surat lusuh itu lalu membacanya.

Anakku Minji

Nak, mungkin papa tak pantas dipanggil papa. Papa udah banyak nyakitin kamu, bahkan lukain mama. Papa... jahat banget. Papa bukan orang yang baik.

Papa gak sanggup harus hidup begini, tanpa pernah kamu jenguk sama sekali. Tapi papa tau kalau papa pantes dapetin ini.

Minji...
Maaf karena papa tak pernah bilang bangga dan bilang sayang ke kamu. Maaf karena papa terlalu keras ke kamu. Maaf karena gak pernah jadi orang tua yang baik.

Semoga setelah papa tiada, surat ini sampai ke kamu. Papa kangen sama kamu, nak. Maaf karena sering bikin kamu terluka sama mama.

Semoga Tuhan maafkan papa.
Dan melalui surat ini papa pengen kamu tau kalau papa sayang sama kamu, maaf kalau caranya salah.

Papa

Tak terasa air mata mengalir di pipinya. Haerin pun ikut menangis melihat keadaan Minji.

"Nyonya Minji. Kami tak dapat memastikan apakah tindakan ayah anda tidak adalah tindakan percobaan bunuh diri. Namun diketahui bahwa akhir-akhir ini ia memang terlihat lebih stres. Kami tak tahu pasti dimana ia mendapatkan obat itu, tapi karena dari bekas bungkusnya ia meneguk obat tersebut dalam jumlah yang besar, ia jadu overdosis dan meninggal dunia. Akhir-akhir ini juga, ayah Nyonya terkadang  berteriak, memanggil nama Nyonya atau Jennie, mendiang ibu nyonya" jelas petugas itu panjang lebar.

Minji diam saja mendengar hal itu. Ia tak mampu berkomentar apapun. Disaat semuanya dalam keadaan hening, terdengar langkah kaki mendekati arah mereka.

"Yujin?" desis Minji saat melihat seorang wanita berjalan ke arahnya.

"Selamat bertemu lagi, saudaraku" ucap wanita bernama Yujin itu sambil tersenyum lebar.

"Mau apa kau kemari?" tanya Minji. Tatapannya berubah menjadi tajam. Tangannya ia kepalkan.

Haerin belum pernah melihat Minji semarah ini sepanjang mereka berteman. Ia yang tak mengerti situasi sekarang memilih untuk menyimak saja dahulu.

"Tentu saja mendatangi ayah kita, Kim Minji"

You Are My Sunflower | BbangsazTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang