Tukang Cetak Foto tuh Aneh. Ditanya 3 x 4 kok 15.000!

136 28 18
                                    

Keriuhan langsung terdengar ketika Juna tiba-tiba mengatakan bahwa dia mendapat panggilan interview untuk sebuah lowongan kerja paruh waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keriuhan langsung terdengar ketika Juna tiba-tiba mengatakan bahwa dia mendapat panggilan interview untuk sebuah lowongan kerja paruh waktu. Ruang makan memang tempat di mana semua keluarga berbagi kisah cerita. Menu malam ini yang berupa sapo tahu dan lele goreng membuat semua fokus mencari duri di dalam daging lele terpecah sejenak.

"Aduh, Jun, nanti belajarmu untuk beasiswa gimana?" Kali ini Bima bahkan lebih dulu khawatir daripada Bapak atau Ibu. Dia tidak ingin adiknya sampai gagal mendapat beasiwa di kampus yang diincar hanya demi kerja magang yang mungkin gajinya tidak besar-besar amat.

"Iya, biar abang-abang aja yang kerja, Jun!" potong Yudhis tak kalah khawatir.

Juna tampak tidak goyah pada pendiriannya. "Ini Juna nemu lowongan dari teman SMA. Katanya, dia lagi kerja di sana dan kerjaannya ringan. Ya emang, sih, gajinya cuma 3,4 juta sebulan belum sama bonus-bonus. Namun, lumayan soalnya bisa dikerjain di rumah. Jadi bisa Juna sambi belajar. Jadi, jam kerjanya fleksibel."

Alis Bapak berkerut. "Fleksibel gimana?"

"Ya bisa dikerjain kapan aja. Pokoknya asal selesai, mau dikerjain pagi, siang, sore, malam, juga boleh."

"Kerjanya apa, sih, Jun?" Ibu mengunyah sapo tahunya perlahan.

Juna mengangkat bahu. "Katanya sih quality control produk gitu. Nanti diajarin caranya dan katanya cuma butuh ijazah SMA. Pas banget, kan?"

Ibu menghentikan makan dan memiringkan kepalanya sedikit tampak tidak begitu paham apa yang dijelaskan putra bungsunya itu. "Ada nama perusahaannya di situs data perusahaan terbesar, Linkcompany?"

Juna mengangguk dan membuka gawainya. Mencari data sejenak dan memberikan halaman webnya.

"Hm... alamatnya sih emang di daerah kantor-kantor elit, sih!" Bapak melihat data yang ada di tangan ibu. "Tapi, Bapak belum pernah dengar nama gedungnya."

"Besok biar Bima yang anter. Kebetulan kuliah adanya shift 2. Kayaknya bisa anter Juna sebelum kuliah, dan jemput lagi sepulang kuliah."

"Ah, nggak usah repot, Bang. Juna bisa naik taksi."

"Hemat, Jun!" Yudhis memotong. "Lagian, kapan lagi bisa sekaligus ngerjain Bima, kan?" Cowok itu tertawa lebar.

Ibu menarik napas. "Feeling Ibu nggak enak, Jun. Kamu beneran yakin kerja? Pokoknya jangan memaksakan diri, ya. Ujianmu kan empat bulan lagi. Dua bulan setelah itu Insyaallah kita staycation ke Bunaken. Jadi, kalau bulan ini keterima dan langsung kerja, trus kamu terasa terlalu capek, langsung aja berhenti, ya. Jangan memaksakan diri."

Juna mengangkat jempolnya sebagai persetujuan. "Lagian Juna juga belum tentu keterima. Kan saingannya pasti juga anak kuliahan."

Bapak mengangguk setuju. "Malam ini istikharah aja. Kalau baik, pasti Allah mudahkan. Kalau enggak, Allah akan kasih halangan apa pun agar kamu nggak kerja di sana."

END TABUNGINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang