Bagai anak kecil yang kerap diminta tak sering memakan permen, Renjun juga mendapati hal itu. Haechan selalu menegurnya ketika tau ia memiliki cemilan manis itu, sebab tau Renjun kerap meradakan tenggorokannya sakit beberapa jam setelah mengkonsumsi itu.
Tangan Haechan dengan cepat merebut dua bungkus kecil permen yang ada di tangan Renjun, dan Renjun yang terkejut dengan kedatangan Haechan itu memekik keras.
Ketika Renjun hendak melayangkan protes, Haechan lebih dulu mengatakan. "Kau murid nethermere, tenggorokanmu harus baik-baik saja." Karena sihir nethermere yang merupakan sihir penyembuhan dengan nyanyian, tentu tenggorokan Renjun harus dalam keadaan baik-baik saja.
"Baiklah, satu." Renjun mencoba bernegosiasi.
Haechan tetap menggelengkan kepalanya, dan Renjun hanya mampu mengerang, ia memerlukan makanan manis itu untuk membuat suasana hatinya lebih baik. Karena semenjak dua potong bayangan itu muncul, Renjun merasa pikirannya selalu penuh dan hatinya resah sendiri membuat hari-harinya terasa begitu buruk.
"Kenapa kau tau aku ada disini?" Renjun sebal karena usahanya memakan permen secara sembunyi-sembunyi diketahui kelasihnya, padahal ia sudah yakin tadi pergi kesini tanpa ada yang melihat.
"Kau datang ke tebing Feylight yang dekat dengan gedung Luminara, aku mudah melihatmu yang berjalan melewati hutan." Haechan tersenyum geli melihat bagaimana raut Renjun semakin menunjukkan kekesalan karena ia ketahuan.
Renjun berdecak, kemudian ia mulai berusaha merebut lagi permennya dari Haechan. Tangan Renjun berusaha meraih tangan Haechan yang menggenggam permennya, namun Haechan dengan mudah menjauhkan telapak tangannya dari Renjun.
Si pemilik permen kini mengerang kesal, tak tau harus melakukan apa. Hingga kemudian ia mendekatkan bibirnya pada bibir Haechan dan menciumnya dengan lembut, namun penuh tuntutan.
Haechan yang merasakan lumatan itu memejamkan matanya, menikmati ciuman itu sebelum kemudian tangannya hendak meraih tengkuk Renjun untuk memperdalam ciuman mereka.
Ketika tiba-tiba ia merasakan jemari Renjun yang merebut permen di tangannya, satu berhasil ia tahan, tapi yang satu telah ada di tangan Renjun yang kini melepas ciumannya dengan tawa senang.
"Tidak, Renjun. Kembalikan." Pinta Haechan.
Renjun mengerutkan dahinya tak terima. "Kembalikan? Ini bukan milikmu."
Haechan menghela napasnya. "Baiklah, buang."
"Sudah aku katakan, ini milikku, itu hak ku, ingin membuangnya atau memakannya." Desis Renjun.
"Ingat lagi bagaimana keadaan tenggorokanmu jika sudah memakannya." Haechan mencoba membuat Renjun berpikir ulang.
Dan berhasil, sekarang Renjun menatap Haechan dengan bibir yang merengut kalah. "Kau akan memakan itu, sementara aku tidak boleh." Bisiknya dengan sebal.
"Aku akan membuangnya juga." Haechan mengisyaratkan dengan matanya agar Renjun juga mengangkat tangannya untuk segera melempar dan membuangnya.
Renjun tak langsung menurut, matanya menatap kepalan tangan Haechan yang siap melempar permen di tangannya.
"Kau jangan menyimpan dan memakannya sendiri." Ulang Renjun, karena biasanya Haechan seperti itu. Melarang Renjun memakan permen dan justru membuatnya kesal dengan memakan itu di hadapan Renjun.
"Iya, cepat lempar." Haechan meyakinkan.
Kemudian Haechan meminta Renjun melemparnya dalam hitungan mundur yang diucapkannya, setelah Renjun berhasil melempar permen miliknya ia menyadari bahwa satu bungkus permen di tangan Haechan masih ada. Mata Renjun melebar tak terima, sudah pasti Haechan akan memakannya sendiri.