Renjun pikir setelah pertemuannya dengan Haechan kemarin, dan ia tak melihat munculnya lagi potongan masa depannya, ia bisa berinteraksi lagi dengan Haechan sebagaimana biasanya.
Mungkin memang kemarin-kemarin hanya kebetulan saja mantranya masih bekerja, sementara sekarang sudah cukup lama dari waktu itu. Jadi sudah pasti mantranya tak begitu berpengaruh, kecuali ia membacanya lagi.
Dan Renjun tak akan berpikir untuk membaca mantra untuk meramal Haechan lagi, ia akan mengeluarkan berbagai penolakan jika kekasihnya memaksa lagi.
Tapi baru saja ia berpikiran seperti itu, tiba-tiba ia melihat lagi sekelebat bayangan.
Ada wajah seseorang yang tersenyum pada Haechan dan begitu akrab. Wajah orang itu, Renjun belum pernah melihatnya.
"Hari ini ada pembimbing baru." Bisik Yangyang pada Renjun.
Renjun menoleh. "Kabar itu benar?"
"Iya."
"Jadi, ia di nethetmere atau cressent moon?" Renjun bertanya lagi.
Karena meskipun sudah pasti jika orang tersebut mempelajari salah satu dari dua sihir itu, sudah pasti sihir yang satunya juga dipelajarinya. Tapi setiap orang pasti memiliki keunggulan tertentu pada setiap hal.
"Cressent moon." Jawab Yangyang memberitau, Renjun pun mengangguk mengerti.
Hingga kemudian, begitu sosok pembimbing itu terlihat dan diperkenalkan oleh salah satu pengajarnya. Renjun merasa bahwa ia tak sepenuhnya ikut terlibat dalam kegiatan disana.
Karena ia hanya terpaku pada wajah itu, wajah itu adalah wajah dari orang yang ia lihat di bayangannya tadi.
Apa ini artinya semua hal yang ia lihat benar mulai berjalan?
Haechan bersama orang ini terlihat akrab.
Lalu ia memiliki potongan bayangan lain.
Darah, dan hening yang Renjun rasakan.
Punggung Haechan yang menjauhinya.
Juga, raut marah Haechan tertuju padanya.
Dirinya akan memdapati potongan-potongan kejadian itu menghampirinya suatu hari nanti, entah seminggu lagi, atau tiga hari lagi, mungkin juga besok, dan bisa saja beberapa jam lagi. Dan Renjun perlu mempersiapkan semua itu.
Tapi rasanya ini begitu—menakutkan. Karena setiap potongan yang muncul adalah hal-hal yang membuatnya, sedih dan khawatir.
"Kau mendengarku?" Suara itu terus berulang dalam telinganya, hingga kemudian Renjun menyadari sejauh apa ia larut dalam pikirannya.
"Oh, maaf." Renjun mengernyit sebentar untuk menetralkan raut wajahnya karena ternyata yang menegurnya barusan adalah sosok yang menjadi salah satu alasan barusan ia jatuh dalam lamunannya.
Itu pembimbing baru cressent moon, ia laki-laki yang terlihat baik. Ia duduk di kursi yang ada di sampingnya.
"Aku sejak tadi melihat kau tak mengikuti kelas dengan baik, kau bahkan tak terlihat memperhatikan pengajar tadi." Bahkan dalam menegurnya pun sosok itu tak terlihat kesal atau hendak membentak.
Renjun menunduk kecil dan kembali bergumam maaf atas kesalahannya yang melamun di kelas.
"Tidak apa, aku bisa membantu materimu yang tertinggal hari ini." Sosok itu berujar menenangkan dengan senyum ramahnya.
Dan itu sedikitnya membuat Renjun lega, ia pun balas tersenyum.
"Mau berkenalan tidak?"
Melihat juluran tangan itu, Renjun mengangguk tanpa ragu. "Aku Renjun."