"Tidak, sudah beberapa hari ini aku tak melihat apapun." Jawab Renjun ketika Haechan menanyakan apa ia telah melihat bayangan masa depan hari ini.
Alasan Haechan menanyakan itu karena ia khawatir jika saja tiba-tiba semesta mengabulkan keinginan anak itu untuk tak memiliki kemampuan cressent moon lagi, Haechan akan sangat menyayangkan hal itu karena Renjun sudah cukup jauh menguasainya.
Iya, dirinya juga tak bisa memaksa Renjun tetap dengan sihir itu disaat Renjun sendiri tak mau. Tapi setelah banyak berbicara dengan pengajar cressent moon, juga pembimbing lainnya Haechan juga yakin bahwa Renjun hanya belum mau menyesuaikan diri.
Dan dengan Renjun yang terus mengulang kalimat keinginannya untuk tak memiliki sihir itu, Haechan panik sendiri takut itu benar hilang dari Renjun dengan sendirinya.
"Baiklah, aku hanya ingin memastikan saja." Jawab Haechan, tak mengatakan apa yang ia khawatirkan itu.
Setelah itu keduanya kembali berjalan keluar dari perpustakaan di Nethermere, Haechan yang langsung menemui Renjun begitu kelasnya selesai.
"Haechan, dulu pemicuku adalah karena menatap matamu." Ujar Renjun kemudian.
Hal itu membuat Haechan dengan sengaja berdiri di hadapan Renjun dan menatap tepat matanya. "Sekarang?"
Renjun mendengus sembari mendorong dada Haechan agar sedikit mundur darinya. "Tidak, Haechan. Sudah aku katakan, setelah kejadian itu aku belum melihat apapun lagi bahkan ketika menatap matamu sekalipun."
"Sebenarnya sebelum ke tebing Feylight juga aku sudah tak melihat apapun, sebelum kak Mark mengajakku ke tebing aku hanya merasa lupa dengan semuanya." Lanjut Renjun.
"Sekarang tebing Feylight tak akan aku kunjungi lagi, dan kita tak usah kesana lagi." Ujar Haechan, ia juga jadi memiliki kekesalan tersendiri pada tempat itu.
Renjun menoleh terkejut. "Kenapa?" Ada nada tak rela disana, karena biasanya ia dan Haechan akan kesana selagi tak ada kelas sihir.
"Kau memangnya ingin kesana lagi?" Tanya Haechan hati-hati.
Tatapan Haechan tak berisi tuntutan agar Renjun kembali kesana, karena ia tau bahwa mungkin ada setidaknya trauma dalam diri Renjun setelah kejadian tempo hari.
Tapi Haechan juga menangkap keinginan yang masih Renjun miliki untuk bisa pergi kesana.
Dan benar, karena Renjun mengangguk. "Kita kesana sekarang, bagaimana?"
Haechan sedikit terkejut dengan ajakan itu, tak menyangka Renjun akan mengajaknya secepat itu.
Sesampainya di tebing Feylight, Renjun tak membawa langkahnya ke bagian yang jadi tempat ia terluka. Ia mengajak Haechan ke sisi lain yang langsung menghadap ke arah laut."Akan sangat baik kalau kebetulan kita melihat lumba-lumba lagi." Ujar Haechan memecah keheningan.
Karena nyatanya begitu mereka mulai menginjak bagian Feylight, Renjun tak banyak bicara.
Dan Renjun masih diam, hanya menatap air laut yang bergerak pelan.
"Permen itu sebenarnya aku masih penasaran kenapa bisa beracun." Renjun teringat perkataan Ozrille, bahwa alasan semua lukanya kala itu tak sembuh hanya dengan sihir Nethermerenya, juga alasan tubuhnya lemas dengan tenggorokan yang nyeri adalah karena makanan yang ia telan. Dan ia ingat betul satu-satunya hal yang ia telan dalam kejanggalan adalah permen.
"Aku sudah menanyakannya pada kak Doyoung tentang permen itu, dan ia mengatakan memang ada yang memesan tanpa wadah dari kak Doyoung sendiri. Yang berarti gadis itu memang membungkusnya setelah memasukan racun yang dimilikinya." Haechan mengatakan kesimpulan yang ia dapat.
Renjun pun mulai menangkapnya, dan ia pun mengangguk paham.
Lalu Haechan teringat sesuatu. "Renjun, melihat gadis yang menjadi pelantara anak berengsek itu memberikan permen padamu. Ia mengalami keracunan yang begitu parah setelah memakan permennya, sementara kau tak separah itu. Aku jadi penasaran, kau memilih permen tertentu?"
Dahi Renjun berkerut, ia lalu menggeleng pelan. "Tidak, aku ingat semua bungkus permennya sama. Tak ada yang berbeda."
"Tapi aku tak menghabiskan permennya, dan hanya beberapa menit itu ada di mulutku sebelum aku membuangnya. Karena aku lebih dulu ingat ada permen dalam bayangan yang pernah aku lihat." Lanjut Renjun, mengungkapkan semuanya.
Penuturan Renjun itu disambut tatap antusias dari Haechan, hingga tangannya langsung meraih bahu Renjun dan meremasnya pelan. "Kita bisa sedikit mencegahnya."
"Tapi itu tak begitu berguna, Haechan. Buktinya aku tetap terluka." Jawab Renjun.
"Tetap saja, setidaknya bisa diusahakan." Haechan menyahut kukuh.
Dan Renjun hanya menghela napasnya pasrah. "Iya, kedepannya aku akan mengatakan apa yang aku lihat padamu."
Haechan terkekeh pelan lalu mencuri ciuman singkat di sudut bibir Renjun, begitu melihat delik sebal Renjun padanya Haechan semakin merasakan kelegaan itu pada hatinya. Karena Renjun tak lagi hanya menunjukkan raut muram dan sulitnya.