Macam

1.1K 142 22
                                    

Waktu telah menunjukkan pukul 6 pagi, cahaya matahari yang mulai mengintip dari ufuk mulai menerobos melewati celah ventilasi tempat Christy dikurung.

Christy beranjak, lalu menyingkirkan seorang gadis yang telah mati pada pangkuannya selama ia bercerita sepanjang malam.

" Sayang banget. Padahal aku belum nyeritain part terbaik aku sama Ci Shani... "

Menggunakan kakinya, Christy menendang jauh tubuh gadis itu, kemudian pergi menuju sebuah matras tipis yang selalu menjadi tempatnya untuk beristirahat.

Christy naik ke atas matras dan mulai membaringkan diri. Kedua bola matanya menatap bingung pada langit langit di atasnya. " Ci Shani, kalo keadaannya kayak gini... Cici pasti bakal bawa Toya pulang kan? Cici nggak bakal marahin Toya, kan? "

°°°

Hari itu, waktu di mana kedekatan Christy dengan seorang gadis bernama Shani Indira Natio telah berjalan selama kurun waktu 5 bulan semenjak mereka bertemu.

Christy dan gadis yang lebih tua darinya itu, sekarang mereka tengah duduk berdua di sebuah taman. Mereka duduk pada sebuah bangku panjang memutar dengan satu meja bundar di tengah-tengahnya.

Shani, dengan tatapan teduh, ia terus memperhatikan Christy yang tengah memakan sepotong roti dengan lahap di depannya. Senyum manis terukir pada wajah Shani saat Christy kecil mulai melirik ke arahnya.

" Kak?! Kenapa liatin aku gitu? " Tanya Christy yang merasa tidak nyaman saat diperhatikan sedari tadi olehnya.

Shani menggeleng dengan senyum, tangannya bergerak untuk membersihkan sisa remahan roti pada sudut mulut Christy.

" Makasih ya, Kak. Rotinya enak banget! " Ucap Christy dengan senyum setelah memakan habis roti pada tangannya. " Maaf juga, aku selalu ngerepotin kakak. Padahal kakak bukan siapa-siapa aku. Tapi sampe sebaik ini. "

Saat menundukkan wajah, Shani kemudian bangkit lalu mengusap lembut kepala Christy. " Kita udah lama kenal. Mau nggak jadi adek Cici, hmm? "

Christy mendongakkan wajah dengan ekspresi bingung. " Maksud kakak? "

" Mulai besok. Kamu bakal tinggal bareng sama Cici, kamu nggak perlu lagi tinggal di panti kayak gini. Okey? "

Keesokan harinya.

Christy dibawa oleh Shani pagi-pagi sekali. Dengan semua barang bawaannya yang tidak seberapa, Christy kecil memasuki mobil Shani yang terparkir di depan gerbang panti.

" Emang keluarga kakak mau nerima aku, kak? " Tanya Christy saat Shani memasangkan seatbelt untuknya. " Aku takut mereka nggak suka aku... "

Shani tersenyum lalu mengusap gemas kepala Christy. " Kamu bakal diterima dengan baik. Nggak usah khawatir. "

Christy mengangguk meski masih terlihat ragu. Ia terlalu parno dengan semua perlakuan orang-orang padanya, terlebih saat ia tinggal di panti. Christy sangat takut dengan yang namanya kekerasan dan juga suara bernada tinggi, seperti membentak, memaki atau semacamnya.

" Oh iya. Mulai sekarang pagil Cici aja ya? Sekarang kamu udah jadi keluarga Cici. " Ingat Shani setelah duduk di kursi kemudi, bersebelahan dengan kursi duduk Christy.

" Cici? " Beo Christy dengan wajah bingung. Membuat Shani tidak dapat menahan gemas.

Shani menghela nafas lalu mulai menjalankan laju mobilnya. " Ci Shani, gampang kan? "

" Ci Shani, ya? " Christy mengulang ucapan Shani. " Ci Shani, Ci Shani, Ci Shani, Ci Shani.... "

Christy terus menerus mengulang nama panggilan itu sepanjang perjalanan, sampai-sampai tidak terasa bahwa mereka sudah sampai.

48 GENGS [S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang