Segala

1.3K 131 23
                                    


Dalam ruangan mewah bergaya klasik, chandelier kristal yang menggantung di langit-langit memancarkan cahaya, seolah memantulkan kilauan dari ornamen-ornamen emas di sekelilingnya.

Dinding-dindingnya dilapisi panel kayu mahoni, dihiasi lukisan-lukisan besar yang menggambarkan pemandangan indah juga tokoh-tokoh sejarah.

Karpet tebal berwarna merah marun terlihat menutupi lantai, memberikan kesan elegan dan megah bagai istana.

Di tengah-tengah ruangan, berdiri sebuah meja besar berbentuk oval, terbuat dari kayu ek dengan ukiran rumit di sekeliling tepinya.

Di atas meja juga terhampar kain beludru hitam yang menciptakan kontras sempurna dengan kilauan perak dari peralatan makan dan cangkir-cangkir porselen yang tertata rapi di atasnya.

Tujuh wanita duduk di kursi-kursi besar yang melingkari meja, sandarannya terbilang tinggi dan empuk, juga dibalut kulit berwarna merah dengan paku-paku hias dari tembaga. Masing-masing kursi pun memiliki ukiran unik di puncaknya, menambah kesan eksklusif yang sulit dijumpai.

Sang pemilik rumah, gadis dengan tank top hitam mini yang memakai luaran jaket hitam, berdiri sembari menunjukkan luka goresan pisau yang baru saja ia buat.

Ibu jarinya yang berdarah, ia acungkan. " Ini janji diantara kita. Hidup atau mati, kita bakal bareng-bareng. "

Gadis dengan wajah yang selalu tersenyum lebar, ikut berdiri setelah menggores serta ibu jarinya. " Aku bakal berusaha semaksimal mungkin buat jadi pemimpin yang layak! "

Rambut panjangnya yang tergerai bebas, serta wajahnya yang begitu tegas. Gadis dengan jaket kulit berwarna hitam pun ikut berdiri, kemudian diikuti oleh keempat gadis lain.

" Ravens are born! " Seru ketujuh gadis dalam ruangan tersebut, bersamaan dengan menetesnya masing-masing darah dari ibu jari mereka.

°°°

Berpindah ke tempat lain, di mana seorang gadis tengah memukuli sebuah samsak tinju yang tergantung kuat di depannya.

Flora, dengan raut wajah serius, ia terus menerus memberikan pukulan kuat pada sebuah samsak berwarna merah itu.

Pukulan yang kuat dan cepat, berkali-kali Flora layangan.

Bugh

Bugh

Bugh

Suara gemerincing rantai pengantung serta efek dari tumbukan kian memenuhi ruangan kala pukulan Flora semakin cepat dan bertambah kuat, semakin tak terkendali bersamaan dengan perasaan hatinya saat ini.

" Flora! " Suara sedikit rendah memanggil, menghentikan aksi Flora yang tengah meluapkan emosinya.

" Apa? " Sahut Flora, sembari menghentikan ayunan samsak yang habis ia pukul.

Gadis dengan tubuh lebih besar darinya mendekat, raut wajahnya berubah khawatir saat meraih kedua tangan Flora.

" Yaampun, Flo. Lu kenapa, hah? Sampe berdarah gini tangan lo!? " Tanya gadis itu khawatir.

Flora menarik nafas panjang, sedikit membuang rasa penat dalam benaknya, lalu beralih menatap gadis itu. " Gue lemah banget, ya? " Tanyanya datar, tanpa ekspresi wajah yang jelas.

°°°

Kembali ke beberapa jam lalu.

Flora tersenyum getir saat mengingat betapa lemahnya ia di hadapan Fiony. Hanya dengan remasan tangan Fiony saja, mampu membuat dirinya meringis kesakitan di hadapan Freya.

Brak

Satu pukulan kuat, Flora lancarkan ke atas meja. Ia sungguh kesal, entah mengapa hatinya terasa panas.

48 GENGS [S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang