Tembok Yang Mulai Retak

492 71 0
                                    

Erine duduk di bangkunya, menatap papan tulis dengan pandangan kosong. Suara guru yang sedang menjelaskan materi di depan kelas terasa seperti latar belakang yang jauh. Pikirannya kembali terjebak pada sosok Oline yang selama beberapa hari terakhir ini tak pernah bisa lepas dari benaknya. Dia merasa frustasi dengan dirinya sendiri. Kenapa Oline, cewek yang selama ini dia anggap nggak peduli dan selalu dingin, bisa bikin hatinya begitu berantakan?

Dia mencoba fokus pada catatannya, tapi otaknya terus memikirkan kejadian-kejadian kecil di mana dia berpapasan dengan Oline. tatapan kosong Oline, senyum tipis yang jarang terlihat, dan sikapnya yang selalu menarik diri dari orang lain. Erine tahu bahwa perasaan ini semakin sulit untuk diabaikan, tapi dia juga nggak siap untuk mengakuinya, bahkan pada dirinya sendiri.

Jam pelajaran akhirnya berakhir, dan Erine langsung keluar dari kelas, berharap bisa menjernihkan pikirannya di taman belakang sekolah yang biasanya sepi. Dia ingin sendirian, jauh dari kehebohan teman-temannya yang selalu suka bercanda soal cinta-cintaan.

Namun, ketika dia sampai di taman, ternyata tempat itu nggak sesepi biasanya. Di sudut yang agak tersembunyi, Erine melihat Oline duduk sendirian di bangku kayu, tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri. Erine terdiam, ragu apakah harus menghampiri atau berbalik dan pergi sebelum Oline menyadari keberadaannya.

Tapi sebelum dia bisa memutuskan, Oline sudah lebih dulu melihatnya. Mata mereka bertemu sejenak, dan Erine merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Ada sesuatu dalam tatapan Oline yang membuatnya ingin mendekat, meskipun dia tahu ini bukan ide yang bagus.

Dengan langkah pelan, Erine akhirnya mendekat, duduk di bangku yang agak berjauhan dari Oline. Mereka berdua diam, hanya suara angin yang mengalir lembut di sekitar mereka. Erine merasa canggung, tapi dia juga nggak bisa mengabaikan rasa penasaran yang terus tumbuh dalam dirinya.

Oline, yang biasanya acuh, ternyata yang pertama membuka suara. "Lo sering ke sini juga?"

Erine sedikit terkejut dengan inisiatif Oline, tapi dia berusaha tetap tenang. "Iya, gue suka tempat ini. Tenang, jauh dari keramaian."

Oline mengangguk pelan, matanya kembali mengarah ke depan. "Gue juga. Kadang gue butuh tempat yang kayak gini buat mikir."

Obrolan mereka berhenti di situ, tapi Erine merasa ada sesuatu yang berbeda kali ini. Oline nggak sepenuhnya menutup diri seperti biasanya, dan itu membuat Erine ingin tahu lebih banyak. Tapi dia nggak mau memaksakan, takut kalau Oline malah akan kembali menarik diri.

Di sisi lain, Oline merasakan hal yang sama. Ada keinginan untuk lebih terbuka, untuk berbagi sesuatu yang lebih dalam dari sekadar percakapan singkat. Tapi dia nggak yakin apakah dia siap untuk itu. Selama ini, Oline selalu menjaga jarak dari orang lain, takut terluka atau dikhianati. Tapi Erine... ada sesuatu tentang Erine yang membuatnya ingin mencoba.

"Kenapa lo selalu kelihatan bete?" tanya Erine tiba-tiba, mencoba untuk mengurangi ketegangan.

Oline mengangkat alisnya, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Maksud lo?"

"Lo selalu kelihatan... nggak peduli sama apa pun. Gue jadi penasaran, ada apa sebenarnya?"

Oline terdiam, merenungkan kata-kata Erine. Selama ini, dia memang selalu berusaha menjaga jarak, menutupi perasaan dan pikirannya di balik sikap dinginnya. Tapi, untuk pertama kalinya, dia merasa kalau mungkin ada orang yang benar-benar peduli untuk tahu apa yang dia rasakan.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Oline akhirnya berkata pelan, "Gue nggak tahu. Mungkin karena gue nggak terbiasa punya orang lain di sekitar gue."

Erine mengangguk, meskipun dia nggak sepenuhnya mengerti. "Gue ngerti kok. Tapi lo nggak sendiri, Line. Ada gue... ada teman-teman lo juga."

Oline hanya menghela napas, tidak menjawab. Tapi di dalam hatinya, dia tahu Erine benar. Selama ini, dia memang selalu merasa sendiri, meskipun ada orang-orang yang peduli di sekitarnya. Mungkin sudah waktunya untuk berhenti menutup diri, setidaknya pada seseorang yang bisa dia percayai.

ERINE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang