Malam Yang Berbeda

270 29 8
                                    

Setelah ketegangan di antara mereka mereda, Oline dan Erine berjalan kembali dalam diam. Meski tak ada kata-kata yang terucap, keduanya merasa lebih tenang dengan genggaman tangan yang tak terlepas sepanjang perjalanan.

Saat mereka hampir sampai di depan rumah Erine, Oline tiba-tiba memiliki ide. "Erine, gimana kalau malam ini kamu nginep di rumah aku?"

Erine terkejut mendengar usulan itu. “Nginep di rumah kamu? Kamu yakin?”

Oline tersenyum, mencoba meyakinkan Erine. “Iya, kenapa nggak? Kita bisa ngobrol lebih banyak, nonton film, atau apapun yang kamu mau. Lagian, aku juga udah lama pengen ngenalin kamu ke keluarga aku lebih dekat.”

Erine berpikir sejenak, merasa sedikit ragu. Tapi ide menghabiskan waktu lebih lama dengan Oline membuat hatinya sedikit menghangat. “Boleh sih, tapi aku harus pulang dulu buat ambil baju ganti.”

Oline mengangguk. “Oke, nggak masalah. Sekalian aja aku bisa minta izin sama orang tua kamu.”

Setelah sampai di depan rumah Erine, Oline menunggu di luar sementara Erine masuk untuk memberitahu orang tuanya bahwa dia akan keluar menginap di rumah Oline. Tak lama kemudian, Erine kembali keluar dan mengajak Oline masuk.

“Yuk, masuk dulu. Nanti aku ambil bajunya,” kata Erine sambil tersenyum.

Oline mengangguk dan masuk ke dalam rumah Erine yang hangat dan nyaman. Rumah itu terasa begitu tenang, jauh dari hiruk-pikuk yang sering dia alami di rumahnya sendiri.

Orang tua Erine, Pak Isal dan Bu Cyntia, sedang duduk di ruang tamu ketika Erine dan Oline masuk. Mereka tersenyum ramah saat melihat Oline.

“Eh, Oline, sini duduk dulu,” sapa Pak Isal dengan ramah. “Ada apa nih? Mau main ke rumah Erine?”

Oline tersenyum sambil duduk di sofa yang empuk. “Iya, Om, Tante. Saya mau ngajak Erine nginep di rumah saya malam ini, kalau boleh.”

Bu Cyntia tertawa kecil. “Wah, Erine jadi mau nginep di rumah teman ya. Biasanya dia lebih suka di rumah.”

“Boleh nggak, Ma?” tanya Erine dengan suara lembut. Dia jarang sekali meminta izin untuk pergi nginep, jadi ini agak berbeda bagi orang tuanya.

Pak Isal tersenyum lembut pada putrinya. “Boleh dong, tapi jangan lupa bawa semua yang kamu butuhkan, ya. Jangan sampe ada yang ketinggalan.”

Erine mengangguk senang. “Iya, Pa. Aku siapin dulu barang-barangnya, ya.”

Sementara Erine pergi ke kamarnya untuk menyiapkan barang-barangnya, Oline tetap duduk bersama orang tua Erine, mencoba untuk tidak terlalu canggung.

“Gimana kabar orang tua kamu, Oline?” tanya Bu Cyntia dengan ramah.

“Baik, Tante. Mereka sibuk kerja, jadi jarang di rumah,” jawab Oline dengan senyum kecil.

Bu Cyntia dan Pak Isal saling berpandangan sejenak, seolah mengerti sesuatu. “Kalau gitu, nanti sampaikan salam kami buat mereka, ya,” kata Pak Isal sambil tersenyum.

“Iya, Om, pasti,” jawab Oline sopan.

Tak lama kemudian, Erine kembali dengan tas kecil berisi pakaian ganti dan perlengkapan lainnya. Dia terlihat bersemangat, meskipun ada sedikit rasa cemas di wajahnya. Ini akan menjadi pengalaman pertama Erine menginap di rumah Oline, dan dia tidak tahu apa yang harus diharapkan.

“Siap?” tanya Oline sambil berdiri.

“Siap,” jawab Erine sambil tersenyum.

Setelah berpamitan dengan orang tuanya, Erine dan Oline berjalan menuju rumah Oline. Perjalanan singkat itu terasa begitu menyenangkan, dengan mereka berdua yang saling bercanda dan berbicara tentang hal-hal ringan.

ERINE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang