------------🌸Aku masih ingat dengan jelas momen pertama kita berkenalan, di sebuah aplikasi yang tidak terduga. Saat itu, ada sesuatu dalam dirimu yang membuatku merasa kamu adalah orang yang menarik untuk diajak berbagi cerita.
Benar saja, percakapan kita pun mengalir dengan begitu alami. Kamu adalah pendengar yang baik, dan aku menikmati setiap momen saat berbicara denganmu. Hingga suatu hari, aku menurunkan egoku-sesuatu yang jarang kulakukan-dan memutuskan untuk menghubungimu lebih dulu di Instagram. Padahal biasanya, aku tak pernah memulai percakapan dengan seorang laki-laki. Namun, kali itu berbeda; aku benar-benar butuh teman bicara, dan kamu adalah pilihan yang tepat.
Waktu pun berlalu, dan tanpa sadar kita semakin dekat. Hingga akhirnya, kamu mulai berharap aku bisa menjadi lebih dari sekadar teman. Kamu mengatakan bahwa dalam diriku, kamu menemukan semua yang kamu inginkan dalam seorang istri.
Namun, di sisi lain, aku masih tetap melihatmu sebagai seorang teman. Ada perasaan tak nyaman yang menyelimutiku, takut kehadiranku justru akan menorehkan luka yang lebih dalam di hatimu. Hingga akhirnya, dengan berat hati, aku memutuskan untuk memblokirmu. Bukan karena aku marah, tapi karena aku tak ingin terus memupuk harapan yang salah. Aku tak ingin merasa bersalah, baik kepadamu maupun kepada Tuhan, karena dalam hatiku, aku tahu bahwa seharusnya kita tak boleh terlalu sering berkomunikasi.
Meski begitu, keputusan itu bukanlah sesuatu yang mudah bagiku. Aku merasa kehilangan teman berbagi, seseorang yang selalu ada ketika aku ingin bercerita. Namun, aku sadar bahwa ini adalah langkah yang harus diambil demi kebaikan kita berdua. Setiap kali melihat notifikasi di ponselku, aku berharap itu darimu, meski aku tahu bahwa tak mungkin lagi kita berhubungan.
Waktu terus berjalan, dan meskipun aku berusaha meyakinkan diriku bahwa ini adalah yang terbaik, ada rasa rindu yang tak bisa kuabaikan. Aku bertanya-tanya apakah kamu juga merasakan hal yang sama, atau apakah kamu sudah melanjutkan hidupmu tanpa ada aku di dalamnya. Kadang aku terpikir untuk membuka blokir dan kembali menghubungimu, tapi rasa takut membuatku ragu. Aku takut jika hal itu justru akan membuka luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.
Pada akhirnya, aku hanya bisa berharap bahwa kamu mengerti alasan di balik semua ini. Bahwa kamu menemukan kedamaian, meski kita tidak lagi saling berkomunikasi. Dan aku pun berdoa agar suatu hari nanti, kita bisa saling memaafkan, dan mengenang pertemanan kita dengan senyum, tanpa ada lagi beban di hati.
Tetapi untuk saat ini, aku harus berusaha menerima kenyataan bahwa terkadang, melepaskan adalah pilihan terbaik, meskipun itu menyakitkan. Aku berharap kamu menemukan seseorang yang bisa membalas perasaanmu dengan sepenuh hati, seseorang yang bisa menjadi pendamping hidupmu seperti yang kamu impikan.
Dan jika suatu hari nanti kita dipertemukan kembali, aku ingin kita bisa saling menyapa tanpa ada rasa canggung atau penyesalan. Karena meskipun kita berjalan di jalan yang berbeda, aku akan selalu mengingatmu sebagai teman yang pernah memberi warna dalam hidupku, walaupun hanya untuk sementara.
------------🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
PAMIT DENGAN SEJUTA MAAF
Romance"Pamit dengan Sejuta Maaf" adalah kumpulan prosa yang mendalam tentang kepergian yang tak terhindarkan, diiringi dengan beban kata maaf yang tak terucap. Kumpulan prosa ini menggambarkan perasaan terpendam dari seseorang yang harus meninggalkan, mes...