PAMIT DI PERSIMPANGAN

4 2 0
                                    

------------🌸

Kedatanganmu hanyalah sebuah persinggahan, bukan takdir. Aku sering meyakinkan diriku akan hal itu. Meskipun kamu baik, aku merasa kamu bukanlah orang yang tepat untuk mendapatkan cintaku.

Bukan karena kamu memiliki banyak kekurangan, tetapi perbedaan kita dalam memilih pasangan hidup terlalu besar. Bersamamu terasa seperti hal yang mustahil.

Menjalin hubungan serius, seperti pernikahan, memerlukan banyak pertimbangan, baik dari aku maupun kamu. Salah satu pertanyaanmu yang masih terngiang di pikiranku adalah mengenai peran dalam rumah tangga:

Menurutmu, pekerjaan rumah tangga sebaiknya dilakukan oleh istri, sementara suami fokus mencari nafkah.

Aku, sebagai seorang wanita yang terbiasa bekerja sejak dini, jujur saja, tidak terbiasa menangani pekerjaan rumah sendirian. Di rumahku ada ibu dan adik yang selalu membantu. Aku tidak siap menikah denganmu jika semua tanggung jawab pekerjaan rumah dilimpahkan kepadaku, apalagi aku lebih menikmati bekerja dan mencari uang. Bukan berarti aku ingin kamu berhenti mencari nafkah, tetapi bagiku, dalam pernikahan, dua orang harus saling bekerja sama, bukan justru meninggikan ego masing-masing.

Dengan segala pertimbangan yang telah kupikirkan, aku merasa kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Aku memilih untuk pamit.

Bukan karena aku tak menghargai kebersamaan kita, tetapi karena aku yakin bahwa kita berdua pantas mendapatkan pasangan yang benar-benar sejalan, yang bisa saling memahami dan bekerja sama tanpa rasa terbebani.

Pamit ini bukan sekadar perpisahan, tapi juga bentuk kasih sayang. Dengan melepaskan, kita memberi ruang bagi diri kita masing-masing untuk menemukan kebahagiaan yang lebih sesuai dengan harapan dan impian kita.

------------🌸

PAMIT DENGAN SEJUTA MAAF Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang