[bab 30] Lorong Penuh Cinta: Janji di Bawah Bintang (TAMAT)

112 5 0
                                    


"Malam ini, di antara kegelapan dan keraguan, aku hanya ingin satu hal—melihatmu tersenyum saat kuajukan pertanyaan yang sudah lama aku simpan. Cinta kita, seperti bintang-bintang yang bersinar, akhirnya menemukan tempatnya di langit kita." - Charlie Bramatav

"Di lorong gelap yang penuh keraguan, cinta kita adalah cahaya yang menuntun jalan. Saat Charlie bertanya, aku tahu jawabanku adalah 'ya' sejak lama, karena di hatiku, kamu adalah satu-satunya yang aku inginkan." -Shavina Andini

===

Vina tidak muluk-muluk dalam keinginannya. Dia tidak meminta ribuan batang emas—bukan berarti dia tidak menginginkannya, tapi Vina lebih sadar diri. Dia juga tidak meminta dikaruniai wajah cantik seperti Liza Soberano atau tiba-tiba ditawari jabatan sebagai presiden. Keinginan Vina hanya satu: menjadi malam normal ini. Tidak membuat kesalahan atau hal-hal yang berputar. Jika bisa, dia ingin terlihat seperti Lily Collins. Kalau tidak, setidaknya tetap terlihat cantik.

Vina tidak ingin meninggalkan kesan buruk di acara reuni SMA ini, apalagi Charlie Bramastav—mantan terakhir dan terindahnya—hadir. Seharian penuh Vina memikirkan momen ini. Belanja baju baru, ke salon, dan memakai riasan yang cetar. Pokoknya, malam ini dia ingin mempersembahkan diri sebagai tuan putri yang sempurna.

"Celingak-celinguk nyariin Charlie?" bisik Selly tiba-tiba, langsung membuat bulu kuduk Vina berdiri.

"Enak aja! Nggak!" jawab Vina, padahal di dalam hati ia terus menggerutu sambil mengintip sosok Charlie yang belum terlihat.

Acara reuni diadakan di lorong sekolah yang besar dan gelap, dengan beberapa lampu hias yang membuat suasana menjadi lebih romantis. Meja dan bangku-bangku mengelilingi lorong, dengan meja panjang yang menghidangkan berbagai cemilan dan minuman. Ada juga panggung kecil dengan bintang tamu dari alumni yang bersedia menyumbangkan lagu. Kode berpakaian adalah putih. Vina mengenakan kemeja putih dan rok levis sebetis. Rambut panjangnya dijepit menyamping dengan jepitan bunga.

Sosok Vina, sang mantan primadona yang awalnya cupu, sudah menarik perhatian sejak kehadirannya. Namun, yang paling ia perhatikan adalah Charlie, yang belum datang. Saat Vina sedang sibuk memperhatikan suasana reuni, tiba-tiba dia merasa ada yang terjadi dari belakang.

"Hai, Vina!" Suara ceria itu sudah dikenalnya dengan baik. Arin, yang dulu dikenal sebagai sahabat persahabatan, kini berdiri di depan Vina dengan senyum lebar. "Kok lo di sini? Lama banget gak ketemu!"

Vina memutar tubuhnya dengan cepat. "Arin! Wah, lo datang juga. Gimana kabar lo?"

Arin tertawa ringan dan mengangguk ke arah anaknya yang sedang mengulurkan tangan. "Chelsie, anak gue. Nggak nyangka lo bakal ketemu dia yang sekarang udah besar, kan?"

Vina melirik Chelsie yang sudah berusia sekitar tiga tahun dan tersenyum. "Wah, Chelsie udah besar sekali! Kenapa lo nggak bilang kalau udah punya anak?"

Arin tersenyum lebar. "Kadang gue lupa kalau waktu berlalu begitu cepat. Ini Chelsie, udah mulai banyak bicara dan penasaran dengan segala hal."

Chelsie menatap Vina dengan penuh rasa ingin tahu. "Halo, Tante Vina!"

"Halo, Chelsie! Tante Vina senang bisa ketemu kamu sayang," balas Vina sambil sedikit membungkukkan tubuh.

Arin tertawa melihat interaksi antara Vina dan Chelsie. "Dia memang suka banget ngobrol dengan orang baru."

Sebelum Vina bisa membalas lagi, Jefrin datang dengan senyum lebar. "Eh, Vina! Lo di sini juga? Gimana kabarnyaa niiii. Cantikkan anak gua."

Vina sambil tersenyum mengangguk. "Baik dong. Iya cantik kaya tantenya ini. Pasti lo ngidam liat muka gue kan Rin pas hamilin Chelsie..." sambil nengok ke Arin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TRANSMIGRASI INTELIGEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang