Setelah beberapa kalimat penjelas akan semua pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari bibir ranum Fara, akhirnya gadis itu mengerti. Meskipun tentunya dengan berat hati, ia merelakan sang kekasih pergi jauh ke luar negeri.
"Aku, juga enggak mungkin bikin orang-orang yang sayang sama aku khawatir. Tenang aja, bakal aku jaga diri aku sendiri. Toh, aku enggak sakit-sakitan lagi dan makin bugar, lihat!" serunya. Diiringi tatapan tajam dari Fara.
Sebagai kakak laki-laki yang selayaknya mengayomi adik semata wayangnya, ia memeluk memberinya semangat. "Apa sih, adikku ini? Belum juga nikah udah ngambek ditinggal aja. Apalagi nanti kalo beneran nikah? Bumi bakalan di balik kali ,ya?"
"Ih ... apa sih, Kak Emil?" pekik Fara dan membuyarkan kekakuan saat ini. Ia menoyor jidat kakaknya dengan keras hingga sang pemilik kepala berdesih kesakitan.
"Emil, kamu juga jangan ngomong gitu, memangnya kamu sendiri udah siap nikah? Udah mau tiga puluh tahun, kasihan mama udah makin tua tapi belum juga punya cucu," gurau mama mereka akan tetapi sebenarnya memberinya kode.
Pria paruh baya yang sedari tadi menyimak kini mulai menimbrung dengan candaan. "Itu loh, anak Bu Rahma yang udah jadi guru SMA, udah cantik, pinter, mandiri, siapa juga yang mau nolak?" imbuh papanya dengan alis yang dinaik turunkan, seraya memandang sang putra.
"Eh, iya. Itu ya, si Dinda. Hu um, dia manis banget apalagi jago masak juga. Mama suka tahu, kalo punya menantu kayak Dinda," imbuh mama keduanya.
"Loh loh, mama kok malah ikutan," sewot Emil sedikit marah. Ia kini berlanjut menyantap makan malamnya.
Keluarga Emil dan Fara yang begitu hangat dan tentram, menambah kedatangan Pasya menjadi lebih lengkap. Pria yang dulunya tidak tahu harus berbuat apa ketika berada dalam keramaian, kini mulai menikmati kebersamaan dengan banyak orang.
"Em, Pasya. Di Inggris nanti, jangan bikin aku lama nunggunya, ya." Fara berjalan mendekati Pasya yang duduk di teras sendirian usai bersantap makan malam.
Kak Emil kembali ke kamarnya, dan orang tua Fara sedang menonton televisi. Pasya mengajak Fara duduk di bangku yang sama dengannya. Kursi panjang berbahan besi.
"Coba kamu banyak-banyak cari kesibukan, sayang. Pasti jadi berasa cepat. Jangan bikin hidupnya terpaku hanya denganku. Banyak hal yang bisa kita lalui meskipun tanpa kita bersama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shoot Your Love
Teen FictionSekian lamanya Diana menjalani hidup yang begitu mulus, selalu melakukan apapun dengan sempurna dengan energinya yang positif. Akhirnya seorang mahasiswa jurusan pendidikan kimia yang sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di sekolah Diana, b...