14| Open Clarity

23 4 15
                                    

"Fara ada-ada aja main tinggal, mana buku catatanku entah kemana ini ketinggalannya. Apa diperpus, ya?"

Langkah tergesa-gesa gadis berponi itu membawanya menuju ruangan yang hampir tertutup. Ia meneriaki penjaga perpustakaan.

"Pak!"

"Ya ampun, Nak. Ada apa memangnya?"

Napas Diana terengah-engah. "Maaf, Pak. Sepertinya buku saya ada yang tertinggal di dalam."

"Ck! Untung belum saya tutup. Ya, sudah. Silakan diambil. Soalnya ini sudah mau saya kunci. Harus tepat waktu," ucap penjaga perpustakaan.

"Hehe, iya siap, Pak! Akan saya ambil segera!" seru Diana dengan riang seraya memberi hormat seperti ketika upacara ke arah bapak berbaju batik tersebut.

Meskipun sudah seharusnya Diana meninggalkan sekolah, karena sebenarnya ia dengan Fara sudah membuat agenda untuk pergi ke toko bahan roti. Justru Fara pamit dan mengingkari janjinya.

Arah berlawanan ketika Diana hendak masuk, Dylan berlari menghampiri petugas perpustakaan. Ia terlihat terburu-buru. Ketika ia mulai masuk sampai tidak sengaja badannya menabrak kepala Diana yang sudah keluar dari perpustakaan.

"Aduh!" pekik Diana hingga badannya terjatuh.

"Kalian ini, bukannya kondisikan ketenangan malah grasak-grusuk jadi tabrakan, 'kan, kalian?"

Dylan membantu Diana berdiri. Tiga hingga lima kali ia mengusap kepala Diana yang terbentur badan kekarnya. Ringkihan kesakitan beberapa kali keluar dari mulut gadis tersebut.

"Maaf, Di. Enggak sengaja," sesal Dylan seraya menerawang ke dalam ruangan perpustakaan.

"Mau cari apa sampai gradakan gitu jalannya?" tanya penjaga perpustakaan.

Dylan menghentikan mengusap kepala Diana. "Berkas PPL saya ada yang tertinggal, Pak. Harus segera saya antar ke dosen sore ini juga."

"Kalian ini, hem ... kalo jodoh, ya begini," celetuk pria berbaju batik. "Kayak botol sama tutup, kalo ketemu yang pas bisa ketutup."

Dylan maupun Diana terhenyak diiringi tatapan bingung ke arah satu sama lain. Ekspresi Diana yang bingung tergambar jelas dengan mulutnya yang sedikit menganga, hampir membuat Dylan tertawa. Pasalnya, wajah kecil gadis tersebut semakin menggemaskan dengan ekspresi itu.

"Kenapa, Kak Dylan?"

Pria berjas almamater kuning berusaha menghentikan tawa yang ia tahan. "Ma—maaf, enggak apa-apa, hem."

Segera penjaga perpustakaan menyuruh keduanya pulang. Diana mengecek kembali, untungnya sudah semuanya masuk di dalam ransel miliknya. Rautnya berubah semringah.

Diana menundukkan kepalanya. "Makasih, Pak."

"Makasih, Pak ...," imbuh Dylan.

•••

"Kak Dylan langsung ke kampus ini?"

"Iya, aku duluan, ya," pamitnya sebelum benar-benar ia meninggalkan Diana.

Diana menatap punggung tegap milik pria yang berlari menjauhinya. Ia merasa sedikit ada kehangatan dari pria itu yang entah sejak kapan hatinya menghangat.

"Astaga, Di! Ingat, ini bukan waktunya mikirin apa yang sedang aku rasain ini. Harus fokus, fokus, fokus," gumam Diana.

Beberapa agenda sudah Diana ingat, sore ini ia harus menyelesaikan tugas fisika tadi.  Lembayung senja mulai menyoroti wajah ayu Diana. Parasnya yang khas gadis oriental campuran melayu sempurna membuat banyak orang terpikat.

Shoot Your Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang