Tragis?
Sepertinya tidak begitu jika bukan kisah yang sudah terjalin hingga berakhir rasa yang sepihak. Dia tidak tahu sebenarnya Emil menguping dan menjadi keadaan berubah seperti ini.
"Sakit, sakit, huhu ...," isak Diana dalam balutan selimut di sekujur tubuhnya.
"Sejak kapan Kak Emil tahu kalo aku suka dia?"
Usai bertanya sendiri, ia baru menyadari setiap tingkahnya. "Ah! Aku bodoh sampai lupa. Sikapku selama ini, 'kan, kelihatan banget kalo lagi memendam rasa." Ia pun tertunduk lesu sembari menyeka air matanya.
"Tapi, kenapa baru sekarang? Pasti aku kelihatan bodohnya di mata Kak Emil. Terang-terangan nyari perhatian ke dia. Eh, tapi dia juga yang seperhatian itu, huwa ....."
Kembali lagi Diana menutup selimut dan menangis sejadi-jadinya. Antara lega dan perih. Perasaan bertabrakan itu sungguh membuat nyali Diana menciut nanti ketika bertemu Emil, kakak sahabatnya.
•••
Jangankan mengunyah nasi goreng, Diana pagi ini seperti manusia tanpa nyawa. Diana hanya melamun dengan pandangannya pada menu sarapannya. Wajahnya muram dan sorot matanya kosong. Ia sama sekali berbeda dari biasanya.
Delvin menepuk belakang kepala kembarannya itu dengan pelan. "Minggu depan ujian, makan yang banyak," celetuknya.
Diana menengok sekilas. Lagi-lagi tanpa ekspresi. Diana pagi ini bukanlah Diana yang sebelumnya. Sudah seperti dunianya runtuh gara-gara cintanya pada Emil sebelah pihak saja.
"Ih, nyeremin tahu kalo wajahnya gitu. Buruan di makan," titah Delvin lagi.
"Ma, Pa, Vin, Diana berangkat dulu," pamitnya tanpa makan sesuap nasipun.
"Eh, eh! Enggak bareng aku sekalian?" teriak Delvin yang berlari menyusul Diana.
"Ah, cepet banget dia larinya. Ma, Pa, Delvin nyusul Diana dulu, ya."
"Iya, hati-hati di jalan. Jaga adiknya, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shoot Your Love
Fiksi RemajaSekian lamanya Diana menjalani hidup yang begitu mulus, selalu melakukan apapun dengan sempurna dengan energinya yang positif. Akhirnya seorang mahasiswa jurusan pendidikan kimia yang sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di sekolah Diana, b...