Chapter 08 : 3 Kali Sehari

369 7 0
                                    

Jam 3 sore, Azka baru pulang sekolah, di luar matahari bersinar terang.  dia sedikit lelah karena perjalanan pulang yang jauh.  dia melempar tasnya ke kursi dan mengambil segelas air dingin dari lemari es.  Ibunya, Ibu Laila, sedang sibuk di dapur, aroma penggorengan bawang merah dan bawang putih memenuhi udara.  TV di ruang tamu sedang memutar sinetron acara favorit ayahnya.

 "assalamu'alaikum, aku pulang bu" seru Azka, suaranya menggema di seluruh rumah kecil itu.

 ibu laila menjulurkan kepalanya keluar dari dapur, senyuman hangat terlihat di wajahnya.  "selamat datang di rumah, azka. apakah harimu menyenangkan di sekolah?"

 "iya, nggak apa-apa" gumam Azka sambil meneguk airnya panjang-panjang.  dia melirik ke arah tv, tawa ayahnya selaras dengan tawa kalengan dari acara itu.

 "apa yang kamu masak ibu?"  tanya Azka sambil mengintip ke dapur.  desisan daging dan sesekali semburan minyak memenuhi udara saat ibu laila mengaduk wajan besar.

 “Aku membuatkan kesukaanmu, sambal goreng. Ayahmu akan segera pulang,” katanya sambil berbalik untuk menyeka tangannya dengan celemeknya.  "kenapa kamu tidak pergi menyapa abah syafi'i di rumah sebelah? aku yakin dia akan senang bertemu denganmu."

 Mendengar nama Abah Syafi'i dari Ibu, tiba-tiba mata Azka berbinar.  Dia berjalan ke pintu, membukanya, dan melangkah keluar menuju pelukan hangat matahari.  Ia bisa melihat rumah Abah Syafi'i tidak jauh, hanya beberapa langkah saja.  Dia memperhatikan bunga-bunga di taman tetangga mereka sedang mekar sempurna, menambah percikan warna pada palet desa yang tadinya redup.

 “Bu, bolehkah aku tinggal di rumah Abah Syafi'i sehari? Aku berjanji akan kembali hari Minggu” pinta Azka berusaha menyembunyikan kegembiraannya di balik sikap acuh tak acuh.

 Ibu Laila memandangnya, ekspresinya bercampur antara terkejut dan prihatin.  "Tapi kenapa Azka? Ujianmu sebentar lagi"

 "oh ayolah, besok weekend bu, besok saja" pinta Azka dengan tatapan penuh harap.  Dia tahu bahwa ibunya agak protektif, tetapi dia juga tahu bahwa ibunya peduli dengan kebahagiaannya.

 Setelah mempertimbangkan beberapa saat, Ibu Laila menghela napas dan mengangguk.  "Baiklah, tapi kamu berjanji akan kembali pada hari Minggu sore, ya? Dan belajar dengan giat."

 "Baiklah Bu, aku akan melakukannya" janji Azka dengan senyuman yang mampu meluluhkan hati yang paling keras sekalipun.  Ia bergegas ke sebelah, sepatu ketsnya membentur jalan tanah menuju rumah Abah Syafi'i.  Mengetuk pintu, dia mendengar langkah kaki dari dalam.  Pintu berderit terbuka, dan di sana berdiri Abah Syafi'i, matanya berbinar melihat Azka.

 “Assalamu'alaikum, Azka,” Abah Syafi'i menyapanya dengan hangat, suaranya bergemuruh menenangkan.  "Apa yang membawamu kesini hari ini?"

 "Wa'alaikumsalam, uhmmmm" Azka terbata-bata, merasakan pipinya memerah.  "Aku hanya ingin, um, memeriksamu."  Sudah 3 minggu dia tidak bertemu Abah Syafi'i, tidak sejak terakhir kali mereka berlibur rahasia.

 Abah Syafi'i menyingkir, mempersilahkannya masuk dengan lambaian tangan lembut.  "Masuk, masuk," katanya, matanya berbinar.  "Aku merindukan kehadiranmu."

 “Aku juga Abah, aku sangat merindukanmu” ucap Azka, suaranya tulus saat memasuki rumah.  Interiornya sejuk dan remang-remang, sangat kontras dengan cahaya luar yang menyilaukan.  Aroma samar dupa cendana tercium di udara, menambah sentuhan menenangkan suasana.  Rumah Abah Syafi'i sederhana namun penuh kehangatan rumah yang selalu membuat Azka nyaman.

 "Bagaimana dengan sekolahmu Azka, menyenangkan?"  tanya Abah Syafi'i dengan suaranya yang penuh rasa penasaran sambil menuntun Azka menuju ruang tamu.  Dindingnya dipenuhi rak-rak berisi buku, bukti kecintaan Abah terhadap membaca.  Kamarnya bersih, dengan sofa sederhana dan meja kayu kecil dengan teko dan dua cangkir sudah disiapkan.

DialogTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang