Pukul 6 pagi Azka terbangun dari tidurnya, Abah Syafi'i masih tertidur pulas di sampingnya. Ruangan itu dipenuhi aroma kopi yang baru diseduh dari dapur. Diam-diam ia turun dari ranjang, tak ingin mengganggu pria yang sudah menjadi orang kepercayaan sekaligus pasangannya itu. Saat dia berjingkat ke kamar mandi, ubin dingin di bawah kakinya membuat tulang punggungnya merinding. Cermin mencerminkan senyuman lelah namun puas.
Dengan tangan gemetar, dia melepaskan pita emas sederhana dari jarinya. Cincin itu terasa lebih berat dari biasanya hari ini, sebuah pengingat akan rahasia yang mereka bagikan. Cincin itu bukan hanya melambangkan cinta, tapi juga ikatan yang kuat seperti akar pohon purba yang mengelilingi Desa Banyu Jingga. Peraturan sekolah yang ketat melarang perhiasan apa pun yang dianggap mengganggu, tapi ini bukan sembarang cincin. Itu adalah simbol cinta yang tumbuh di antara mereka meskipun ada banyak rintangan.
Selesai mandi, Azka membuatkan secangkir kopi untuk dirinya dan Abah Syafi'i. Dia memanaskan air dan mendengarkannya menggelembung, merasakan kehangatan menyebar ke seluruh dapur. Dia menuangkan cairan gelap ke dalam dua cangkir, aromanya menyelimuti dirinya seperti selimut yang menenangkan. Abah Syafi'i mencium aroma kopi dari dapur, lalu ia bangun dan keluar dari kamar tidur dengan mengenakan sarung tanpa atasan sambil tersenyum lembut melihat Azka.
Mereka duduk di meja kayu kecil, matahari mengintip melalui tirai dan menyinari sarapan mereka dengan cahaya lembut. Udaranya kental dengan aroma roti panggang dan mentega. Mereka berbagi keheningan yang bersahabat, mata mereka sering bertemu, masing-masing mengetahui apa yang dipikirkan satu sama lain tanpa sepatah kata pun terucap. Saat-saat seperti inilah yang membuat hubungan rahasia mereka tidak lagi terasa seperti beban, melainkan lebih seperti pelukan hangat.
“Kamu selalu manis kalau pakai seragam, dek” kata Abah Syafi'i sambil menguap sambil menyesap kopinya. Matanya berbinar penuh kasih sayang saat melihat Azka mengoles selai di roti panggangnya.
"Terima kasih, Abah" jawab Azka dengan pipinya yang sedikit merona. Dia tahu dia harus bergegas; bus sekolah akan segera tiba. Saat dia menghabiskan sarapannya, pikirannya melayang ke hari yang akan datang. Dia sangat menantikan untuk bertemu teman-temannya, tetapi pemikiran untuk menjaga rahasia mereka sangat membebani pikirannya. Sekolah menengah sudah cukup sulit tanpa tekanan tambahan untuk menyembunyikan pernikahan mereka.
"Aku akan mengantarmu ke sekolah atau kamu pergi sendiri?" tanya Abah Syafi'i, suaranya masih grogi karena tidur.
"Aku akan pakai sepeda," jawab Azka sambil menelan suapan terakhir roti panggangnya. Dia tahu penduduk desa akan berbicara jika mereka terlalu sering melihat mereka bersama. Bisikan sudah dimulai, tapi belum berubah menjadi tuduhan. Dia harus berhati-hati.
Abah Syafi'i mengangguk, matanya penuh pengertian. "Hati-hati ya sayangku," ucapnya sambil mengulurkan tangan untuk menyentuh lembut pipi Azka. Kehangatan tangannya masih terasa saat Azka meraih ranselnya dan menuju pintu.
Sebelum melangkah keluar, Azka berbalik dan mencondongkan tubuh ke atas meja. Digenggamnya tangan Abah Syafi'i yang sudah lapuk itu, sambil mengecup lembut ruas-ruas jarinya. Sikap sederhana ini dipenuhi dengan lebih banyak cinta dan komitmen daripada yang dapat dicapai oleh deklarasi besar mana pun. Senyum Abah Syafi'i mengembang saat merasakan ciuman mesra itu, hatinya membuncah karena cinta yang bersemi tanpa disangka-sangka.
"Sampai ketemu lagi, Abah”
Dengan anggukan terakhir, Azka membuka pintu dan melangkah keluar menuju cahaya pagi. Semilir angin sejuk berbisik di sela-sela dedaunan pohon pisang, membawa serta samar-samar aroma hujan. Dia menaiki sepedanya, merasakan sensasi yang familiar dari perjalanan awal ke sekolah. Sambil mengayuh sepedanya, Abah Syafi'i memperhatikannya pergi, hatinya diliputi rasa bangga dan cemas yang campur aduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog
DragosteTentang dua orang yang menjalin hubungan istimewa, Muhammad Azkarazka Aditya atau biasa disapa Azka, adalah seorang anak laki-laki berumur 16 tahun, dia adalah seorang siswa SMA tahun pertama yang tinggal di Desa Banyu Jingga, dia adalah anak laki-l...