31 • Komunikasi yang Buruk

26.2K 1.9K 139
                                    

┌───── •✧✧• ─────┐
𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠
└───── •✧✧• ─────┘
.
.
.
Hai! Absen dulu yuk, sudah bangun kah kalian? 👋

Beberapa tisu berlendir itu membuat lantai terlihat berantakan. Dina menopang pelipisnya dengan tangannya. Ia menatap Namira yang terus menghapus jejak di area bawah hidungnya sambil duduk dengan nyaman di sofa.

"Sudah mendingan?" Tanya Dina kemudian dibalas anggukkan kecil oleh Namira.

"Mau stop di sini, atau kita lanjut?" Tanya Dina lagi.

Namira menggeleng lemah. "Gue capek, mau tidur dulu aja."

"Oke, gue ikut."

Kerutan pada kening Namira terbentuk mendengar apa yang terucap pada mulut Dina. "Lo begadang?"

"Nggak kok, gue malah nggak ada tidur. Sama kayak lo," jelas Dina yang menguap sesekali.

"Kenapa? Bukannya hari ini free? Nggak ada kerjaan juga lo perasaan," ujar Namira dengan heran.

"Gue males jawab, udah Nam! Ayo tidur," keluh Dina yang sudah sangat mengantuk.

Namira yang juga merasakan hal yang sama hanya diam tanpa membalas. Mereka berdua akhirnya merebahkan diri di ranjang yang empuk hingga terlelap dalam tidur mereka dan melupakan segalanya tentang dunia.

Sementara para wanita sedang tertidur, ada dua pria yang sedang sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Pikiran Owen yang tertuju pada sang mantan karena tadi malam Namira yang tiba-tiba menghubunginya pada waktu tengah malam, sedangkan Johan yang menatap layar monitor dengan senyuman yang terus mengembang tanpa mampu ia tahan.

Perbedaan yang sangat jauh bukan?

"Johan?"

Satu kali memanggil tidak ada respon dari sang bos, Owen yang masih berkutat dengan berkasnya sembari duduk di sofa itu tidak melihat bagaimana kondisi Johan sekarang.

"Johan." Owen sekali lagi memanggil dan tidak ada respon.

Perasaan kesal yang muncul membuat Owen mau tidak mau menatap Johan. Terlihat pria itu yang memancarkan senyuman entah karena apa. "Emang udah gila gue rasa," gumam Owen kemudian.

"Woi, anjing!" Panggilan Owen yang diiringi umpatan itu hanya dibalas tatapan tanpa melepaskan senyumannya.

"Lo kalo kerja di tempat lain pasti udah dipecat," jelas Johan kemudian. "Well, karena gue hari ini baik. Gue maafin," sambungnya. Johan tersenyum bangga untuk dirinya sendiri.

"Lama-lama gue masukin rumah sakit jiwa, lo!" Kesal Owen lagi.

Pria yang berstatus sebagai sekretaris itu mendekat dan memberikan berkas yang sejak tadi ia kerjakan. "Ini kerjaan bapak, ya. Sudah saya pilihkan dengan baik, silahkan dikerjakan," ucap Owen kemudian dengan sopan, namun penuh ketegasan.

"Baiklah wahai sekretaris kesayanganku," jawab Johan dengan nada dibuat-buat.

"Ck, dari pada gue kesel sama kelakuan lo di pagi hari gue yang cerah ini... gue mau tanya deh, sama lo."

"Tanya apaan?"

"Cewek kalo nelpon lo tengah malam artinya apa?"

Johan yang mulai tertarik itu menatap Owen yang duduk di hadapannya. Ia tampak berpikir untuk jawaban dari pertanyaan Owen. "Mungkin minta ditemenin?"

"Gue tadi malam ketiduran gegara pertemuan keluarga. Pusing banget gue ngadepin tante-tante yang nanya kapan gue nikah."

"Makanya nikahin Namira cepetan."

IBU ANTAGONIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang