49 • Pengakuan

17K 1.6K 82
                                    

┌───── •✧✧• ─────┐
𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠
└───── •✧✧• ─────┘

Jonathan beberapa hari terakhir memang menjaga jarak dengan sang bunda, bukan berarti ia tidak sayang. Ia hanya masih belum bisa menerima kenyataan bahwa bundanya sedang mengandung calon adik-adiknya.

Perasaan sedikit kesal tentu saja ia rasakan, namun perasaan rindu pun tak kalah kuat. Ingin sekali Jonathan memeluk tubuh sang bunda, sayangnya egonya terlalu tinggi. Apa lagi sekarang kekesalannya bertambah karena Serena dengan senyuman yang membuatnya jengkel datang sembari mengklaim dirinya anak paling di sayang oleh Dina.

Damn! Anak Bunda cuma gue!!!

Ingin sekali Jonathan meneriaki Serena yang mungkin tahu bahwa dirinya sedang menjaga jarak dengan sang bunda. Tidak di sekolah, tidak di rumah, Serena telah menggantikan posisi Kenji sebagai musuhnya. Tidak peduli dia adalah seorang perempuan, Jonathan ingin sekali membuang gadis itu ke jurang. Andai melakukan itu tidak mendapat hukuman berat.

"Bunda!!! Serena bawa kue yang enak."

"Cih!" Decihan kesal terlontar dari celah bibir Jonathan, ia menyilangkan kedua tangannya sembari bersender pada dinding dengan tatapan tertuju kepada Dina dan Serena yang menikmati kue. "Nyogok pakai makanan terus," gerutu Jonathan lagi.

"Kesel kan, kamu?"

Jonathan terperanjat ketika mendengar suara berat terdengar dari samping. Ia menengok ke arah Johan yang sedang berdiri dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana.

"Nggak," jawab Jonathan singkat.

"Kamu cemburunya keliatan banget," kata Johan dengan nada mengejek.

"Nggak, Ayah." Jonathan menatap ayahnya kesal.

Johan menepuk kepala anaknya beberapa kali, kehangatan itu dalam Jonathan rasakan.

"Jangan marah lama-lama, Bunda kepikiran karena sikapmu ini." Johan menatap anaknya dengan intens. "Kamu punya adik, bukan berarti kasih sayang Bunda ke kamu berkurang. Kamu tetap akan di sayang, Nak."

Mendengar suara lembut itu membuat air mata Jonathan menetes tanpa permisi. "Tapi..." lidah Jonathan seakan kelu untuk berucap. "Nathan mau jadi satu-satunya, Yah. Nathan nggak suka berbagi."

Bibir yang bergetar menahan tangis itu membuat Johan tidak tega melihatnya, tangan yang sejak tadi setia di atas kepala itu meraih tubuh Jonathan dan menyalurkan kehangatan melalui pelukan.

"Kami minta maaf karena dulu abai sama Nathan, Ayah salah Nak. Jangan marah sama Bunda, ya. Salahkan saja Ayah, dulu Ayah mengabaikan kalian berdua." Johan mengelus pelan kepala Jonathan.

Dalam diam Jonathan menangis, ia benci menangis. Namun, mendengar apa yang ayahnya ucapkan membuatnya tak tahan menahan air mata.

"Ayah sama Bunda sayang sama Nathan, jangan ngambek lagi."

Tidak ada jawaban, Jonathan membalas pelukan sang ayah. Ia hanya ingin mendapatkan pelukan hangat agar bisa menenangkan tangisan yang sialnya tidak bisa berhenti.

❁❁❁❁❁

Jonathan tetap tidak mau menurunkan egonya. Meski mendengar perkataan ayahnya, nyatanya Jonathan selalu menghindar walau dirinya meronta-ronta ingin memeluk dan bermanja kepada bundanya.

Dina yang sudah berjuang untuk terus mencoba berbicara dengan Jonathan menjadi pasrah. Ia akan menunggu anaknya untuk siap menerima keadaannya sekarang, menerima calon adik-adiknya.

IBU ANTAGONIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang