𖦹 traitor

239 39 8
                                    

•••

。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。

•••

✷        ·
  ˚ * .
     *   * ⋆   .
·    ⋆     ˚ ˚    ✦
  ⋆ ·   *
     ⋆ ✧    ·   ✧ ✵
  · ✵

。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。

•••

Siang itu, Sisca melangkah dengan hati yang penuh dengan perasaan campur aduk. Ia baru saja melihat Oniel di kantin, tetapi yang membuatnya kesal bukan hanya karena ia melihat Oniel, melainkan siapa yang bersamanya—Indah, ketua jurnalistik yang cukup populer di sekolah. Indah adalah siswi kelas dua belas, sedikit lebih tua dari Oniel namun sepantaran dengan Sisca, dengan pesona dan kharisma yang menarik perhatian banyak murid. Melihat mereka bersama membuat dada Sisca terasa sesak, seolah ada yang mencengkeram erat hatinya.

"Pantesan aja, udah dapet gebetan baru," gumam Sisca dengan nada sinis, menahan rasa cemburu yang membara di dalam dirinya. Ia mempercepat langkahnya, meninggalkan kantin tanpa menoleh lagi ke arah Oniel dan Indah. Dalam pikirannya, berbagai skenario buruk mulai berputar—bayangan Oniel yang mungkin telah beralih ke Indah, meninggalkannya tanpa sepatah kata pun. Sisca merasa seakan-akan tanah di bawah kakinya mulai bergoyang, mengguncang kepercayaan dirinya.

Ia memutuskan untuk mencari udara segar dan melangkah ke taman literasi, tempat yang biasa menjadi tempat nongkrong beberapa teman sekelasnya. Di sana, Sean duduk santai bersama Eli, Gracia, dan beberapa teman lainnya. Mereka terlibat dalam percakapan ringan, membahas gosip-gosip hangat yang sedang beredar di sekolah. Tetapi Sisca merasa tidak terlalu tertarik untuk bergabung dalam obrolan mereka. Pikiran tentang Oniel dan Indah masih terus menghantui benaknya.

"Eh, ada yang lihat Gita nggak?" Tanya Sisca tiba-tiba, suaranya terdengar sedikit tidak sabar. Ia mencari seseorang untuk diajak bicara, apalagi hanya Gita yang tahu tentang hubungannya dan Oniel.

"Biasa, anaknya ambis banget, di perpustakaan dia," jawab Eli tanpa ragu, mengetahui rutinitas Gita yang sudah bisa diprediksi. Gita selalu berada di perpustakaan, terutama saat jam istirahat. Tidak ada yang aneh dengan itu, mengingat Gita memang tipe yang sangat serius dengan pelajarannya. Eli menambahkan, "Rutinitasnya gitu-gitu aja, monoton banget."

Sisca hanya mengangguk, merasa sedikit lega karena menemukan alasan untuk pergi dari keramaian ini. "Yaudah, gue mau ke dia aja lah. Kalian rame banget. Pusing gue," katanya sambil berdiri, tidak menunggu jawaban dari yang lain. Mereka mungkin tertawa kecil atau melanjutkan obrolan mereka, tapi Sisca sudah tidak peduli.

Dengan langkah cepat, Sisca berjalan menuju perpustakaan. Tempat itu selalu tenang, sepi, dan jauh dari keramaian—tempat yang tepat untuk menenangkan pikirannya. Ketika ia sampai di sana, suasana perpustakaan yang hening menyambutnya. Hanya ada sedikit murid yang berada di dalam, dan di sudut ruangan, tepat seperti yang Eli katakan, Sisca melihat Gita duduk di meja, tenggelam dalam buku-buku tebal di depannya.

Di sekitar Gita, duduk sekelompok murid kelas sepuluh. Mereka tampak memperhatikan Gita dengan penuh rasa kagum dan minat yang terlihat jelas, namun tetap menjaga jarak, seakan tidak ingin mengganggu konsentrasinya. Sisca mengenal beberapa dari mereka, murid-murid yang selama ini terkenal menyukai Gita secara terang-terangan. Kathrina and the gang, begitu mereka dikenal. Mereka mengidolakan Gita, dan melihat Gita belajar di perpustakaan tampaknya telah menjadi kegiatan rutin mereka. Gita sendiri tampaknya tidak terlalu peduli dengan keberadaan mereka, selama mereka tidak mengganggunya.

UNRAVELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang