•••
。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。
•••
✷ ·
˚ * .
* * ⋆ .
· ⋆ ˚ ˚ ✦
⋆ · *
⋆ ✧ · ✧ ✵
· ✵。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。
•••
Senja mulai meredup saat Oniel akhirnya tiba di rumah. Langit sudah berwarna jingga tua, menyisakan sedikit cahaya yang mulai digantikan oleh lampu-lampu jalan yang menyala satu per satu. Mobil yang mengantarnya berhenti di depan gerbang rumah, dan Gita, yang sedang duduk di teras sambil bermain catur dengan Pak Arman, memperhatikan dengan seksama.
Gita sudah lebih dulu sampai di rumah. Ia diantar oleh Pak Arman karena Oniel sebelumnya memberi tahu akan pulang lebih lama, singgah dulu ke Gramedia untuk mencari buku yang dibutuhkannya. Meskipun awalnya Gita tidak terlalu memikirkan alasan Oniel, sekarang semuanya terasa sedikit lebih aneh. Dari tempat duduknya di teras, Gita dapat melihat Oniel turun dari mobil dengan langkah santai, tetapi yang menarik perhatiannya bukan hanya sosok Oniel, melainkan siapa yang bersamanya.
Jendela mobil yang terbuka memperlihatkan seorang gadis yang familiar bagi Gita—Indah, murid yang terkenal sebagai ketua jurnalistik sekolah. Gita menatap lebih lama, memastikan apa yang dilihatnya memang benar. Oniel, adiknya, berpamitan dengan Indah, dan caranya melakukannya membuat Gita merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan biasa.
Gita melihat bagaimana Oniel dan Indah saling tersenyum sebelum Oniel menutup pintu mobil. Indah kemudian memberi lambaian kecil dengan anggun, sementara Oniel menatapnya sampai mobil mulai menjauh. Gita tidak pernah melihat adiknya menunjukkan ekspresi seperti itu sebelumnya, terutama bukan kepada orang yang bukan anggota keluarganya atau teman-teman dekatnya dari geng JMT dan bukan juga Sisca. Ada kelembutan dan kehangatan dalam cara Oniel memperlakukan Indah yang terasa berbeda.
"Udah nyerah, Mbak Gita?" suara Pak Arman memecah konsentrasi Gita, yang baru sadar bahwa giliran mainnya sudah lewat beberapa saat yang lalu. Ia kembali fokus pada papan catur di depannya, tetapi pikirannya masih berkecamuk.
"Belum, Pak. Baru mikir langkah selanjutnya," jawab Gita sambil tersenyum tipis, mencoba menutupi rasa penasaran yang mulai merayap di benaknya. Ia kemudian menggerakkan pionnya, tetapi pandangannya kembali tertuju pada Oniel yang berjalan mendekat.
Saat Oniel akhirnya tiba di depan rumah, ia tersenyum pada Gita, seperti biasanya. Namun, Gita bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam senyumnya kali ini—lebih tenang, mungkin sedikit lebih dewasa. Mungkin karena pengaruh Indah? Gita masih belum yakin, tetapi ia tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.
"Kok pulangnya lama, Niel?" tanya Gita dengan nada santai, mencoba memancing tanpa terlihat terlalu penasaran.
"Eh, iya kak, tadi nyari buku di Gramedia sama Kak Indah. Banyak pilihan, jadi agak lama milihnya," jawab Oniel, seolah itu adalah hal yang sangat biasa.
Gita mengangguk, tetapi di dalam hatinya, ia merasa ada yang perlu dipertanyakan lebih lanjut. Bagaimana bisa Oniel tiba-tiba begitu dekat dengan Indah? Sejauh yang ia tahu, Oniel bukan tipe orang yang mudah dekat dengan orang baru, apalagi senior di sekolah.
"Indah? Indah yang ketua jurnalistik itu?" tanya Gita, mencoba menyembunyikan rasa terkejutnya.
"Iya, Kak. Dia yang ngajakin ke Gramedia, sekalian aku nyari novel, dapat rekomendasi buku bagus juga dari dia," jelas Oniel sambil berjalan menuju pintu rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRAVEL
Fanfikce𝘈𝘯𝘥 𝘪𝘧 𝘪 𝘴𝘢𝘪𝘥 𝘪 𝘭𝘰𝘷𝘦𝘥 𝘺𝘰𝘶, 𝘸𝘰𝘶𝘭𝘥 𝘺𝘰𝘶 𝘵𝘸𝘪𝘴𝘵 𝘪𝘵 𝘭𝘪𝘬𝘦 𝘢 𝘬𝘯𝘪𝘧𝘦? 𖦹𖦹𖦹 𝙐𝙣 • 𝙧𝙖𝙫 • 𝙚𝙡𝙚𝙙; 𝙐𝙣 • 𝙧𝙖𝙫 • 𝙚𝙡 • 𝙞𝙣𝙜; 𝖵𝖾𝗋𝖻 1. 𝘜𝘯𝘥𝘰; 2. 𝘐𝘯𝘷𝘦𝘴𝘵𝘪𝘨𝘢𝘵𝘦 𝘵𝘰 𝘴𝘰𝘭𝘷𝘦 �...