•••
。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。
•••
✷ ·
˚ * .
* * ⋆ .
· ⋆ ˚ ˚ ✦
⋆ · *
⋆ ✧ · ✧ ✵
· ✵。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。
•••
Di kamar yang hangat dan nyaman, Sisca dan Oniel berbaring di bawah selimut yang sama. Oniel, dengan hidung yang mulai tersumbat karena gejala flu, memeluk Sisca erat-erat. Sisca, dengan nada manja, mencoba membujuknya, “Niel, jalan yuk besok, ya... Please ya... Mau kan?”
Oniel, meski merasa sedikit lesu, tidak bisa menolak permintaan pacarnya. “Iya kak, iya sayangku, iya denyut nadiku,” jawab Oniel dengan suara serak tetapi penuh kehangatan. Sisca tersenyum puas, merasa bahagia karena ajakannya diterima.
Keesokan harinya, mereka pergi ke mall, salah satu tempat favorit mereka untuk menghabiskan waktu bersama. Oniel mengenakan pakaian kasual—kaos longgar berwarna netral dan celana jeans—dengan masker putih menutupi sebagian wajahnya untuk mencegah penularan flu yang ia derita. Meski begitu, semangatnya tidak surut, terutama karena Sisca di sisinya. Sisca, seperti biasa, tampil cantik dan elegan dengan dress earth tone dan tas kecil yang serasi, membuat banyak pasang mata takjub saat mereka berjalan.
Tangan Oniel dan Sisca terkait erat, seperti adik dan kakak yang tidak ingin terpisah sedetik pun. Setiap kali Oniel merasa sedikit lelah, ia menyandarkan kepalanya di pundak Sisca, menunjukkan betapa ia sangat bergantung padanya. Sisca, dengan sabar, membiarkan Oniel bersandar, sesekali tersenyum kecil sambil menepuk-nepuk punggungnya untuk memberikan kenyamanan.
Saat mereka berjalan di tengah keramaian mall, mata Oniel tiba-tiba menangkap sosok yang familiar dari kejauhan. “Eh itu kak Eli sama kak Sean nggak sih?” tanyanya sambil menyipitkan mata, berusaha melihat lebih jelas. Matanya yang minus membuat pandangannya sedikit buram, tetapi Oniel malas mengenakan kacamata, sehingga ia mengandalkan penglihatannya yang seadanya.
Sisca mengikutinya dengan pandangan mata, kemudian mengangguk dengan cepat. “Iya Niel, itu mereka. Yuk, samperin!” kata Sisca penuh antusiasme. Tanpa menunggu persetujuan Oniel, ia langsung menarik tangan pacarnya dan mengajaknya berlari kecil ke arah Eli dan Sean.
Sesampainya di depan mereka, Sisca dengan ceria menyapa, “Hai, Sean! Eli!” Eli dan Sean, yang sedang asyik berbincang sambil melihat-lihat toko, menoleh dengan senyum ramah. “Hai Sisca, Oniel!” balas Eli, matanya sedikit berbinar melihat teman-temannya.
Sisca langsung mendekati Eli, dengan cepat mengeluarkan ponselnya. “Eh, kita foto dulu yuk!” katanya, tanpa banyak basa-basi. Ia berdiri di antara Oniel dan Eli, mengarahkan kamera ponselnya ke depan. Dengan cepat, ia mengambil beberapa selfie bersama mereka, memastikan senyum lebar mereka semua terekam sempurna.
Setelah mengambil foto, Sisca tidak berhenti di situ. “Sean, titip dong pesenin es krim sekalian,” katanya, dengan nada setengah manja dan setengah bercanda. Sean, hanya tertawa kecil dan mengangguk. “Oke, mau rasa apa?” tanyanya sambil mempersiapkan dirinya untuk pergi ke kios es krim terdekat.
“Rasa stroberi buat aku, dan vanilla buat Niel,” jawab Sisca dengan cepat. Oniel, yang masih setengah linglung akibat flu, hanya tersenyum lemah dan mengangguk, senang karena Sisca tahu persis apa yang ia sukai.
Setelah Sean pergi untuk membeli es krim, Sisca dan Eli kembali terlibat dalam percakapan ringan, sementara Oniel menyandarkan kepalanya di bahu Sisca, merasa nyaman berada di antara mereka semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRAVEL
Fanfiction𝘈𝘯𝘥 𝘪𝘧 𝘪 𝘴𝘢𝘪𝘥 𝘪 𝘭𝘰𝘷𝘦𝘥 𝘺𝘰𝘶, 𝘸𝘰𝘶𝘭𝘥 𝘺𝘰𝘶 𝘵𝘸𝘪𝘴𝘵 𝘪𝘵 𝘭𝘪𝘬𝘦 𝘢 𝘬𝘯𝘪𝘧𝘦? 𖦹𖦹𖦹 𝙐𝙣 • 𝙧𝙖𝙫 • 𝙚𝙡𝙚𝙙; 𝙐𝙣 • 𝙧𝙖𝙫 • 𝙚𝙡 • 𝙞𝙣𝙜; 𝖵𝖾𝗋𝖻 1. 𝘜𝘯𝘥𝘰; 2. 𝘐𝘯𝘷𝘦𝘴𝘵𝘪𝘨𝘢𝘵𝘦 𝘵𝘰 𝘴𝘰𝘭𝘷𝘦 �...