8. Celah Bahagia

8 3 0
                                    

"Pada kenyataannya hanya aku yang menjadi satu-satunya"

Nadziya Almaera Althafunnisa

*****

"Ya Rabb bagaimana cara aku mengikhlaskan semua ini, keinginanku untuk menjadi satu-satunya wanita yang dicintai suamiku telah pupus secepat ini" Ziya menengadah ke atas

"Bagaimana aku menjalankan hari-hariku bersamanya sedangkan aku hanya seorang istri kedua yang dinikahi karena terpaksa"

"Ya Rabb kenapa semua ini harus terjadi padaku hiks hiks hiks" Ziya menangis

"Kak Hafiz kamu dimana kenapa ninggalin aku disini. Kalau kamu nggak serius kenapa kamu membawaku sampai sini. Kamu jahat hiks hiks hiks"

Ziya berjalan ke dalam untuk mengambil ponsel yang ada di atas nakas.

Jarinya menggulir layar ponsel mencari nomor Hafiz, lantas menghubunginya. Satu menit menunggu jawaban akhirnya diangkat.

"Assalamualaikum kak..." Salam Ziya

"Wa'alaikumussalam, tolong jangan pernah hubungi saya lagi" kata Hafiz dibalik telepon

"Kak asal kakak tahu gara-gara kakak aku masuk dalam posisi yang sangat rumit, ken....."

Tut tut tut

Belum selesai berkata, Hafiz memutuskan teleponnya.

"Kak.....kak Hafiz" panggil Ziya karena tidak ada jawaban, ia mencoba menghubungi lagi namun ponsel Hafiz sudah tidak aktif.

Ziya melempar ponselnya ke atas tempat tidurnya, lantas ia berjalan ke sebuah lemari. Ia mengambil kotak merah berisikan cincin yang diberikan Hafiz pada saat lamaran.

"Kata kak Hafiz ini cincin sangat berharga tapi aku tidak ada harga dirinya di mata dia, buat apa kamu nyuruh aku nyimpan cincin ini, lebih baik aku buang saja bareng dengan omong kosong mu itu"  Ziya mengambil cincin dalam kotak lalu melemparnya lewat jendela.

Foto pengajuan, ya Ziya segera mengambil foto itu dan langsung merobek-robek nya. Ia ingin menghilangkan segala yang berhubungan dengan Hafiz, sungguh saat ini dia sangat benci dengannya.

"Jahat kamu kak, jahat, aku mulai mencintaimu tapi kamu pergi hiks hiks hiks"

Derap langkah seorang di dekat kamarnya tidak mengalihkan Ziya untuk berhenti menangisi kepergian Hafiz.

Tok tok tok

Suara ketokan pintu berhasil menghentikan tangis Ziya, ia segera menghapus airmata yang mengalir di pipinya.

"Mah, aku masih pengen sendiri, tolong beri waktu sebentar lagi nanti aku turun ke bawah" kata Ziya sedikit berteriak

"Saya Hakam" suaranya berhasil membuat Ziya gemetar, jantungnya berdetak sangat tidak wajar, jujur ia belum siap untuk bertemu dengan suaminya.

"Boleh saya masuk sebentar saja" lanjut Hakam,

"Ya Rabb aku belum siap, aku takut.."

Setelah berpikir sejenak, Ziya memberanikan diri untuk menghampiri Hakam yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya.

"Silahkan masuk kak" kata Ziya setelah membuka pintu.

Lantas Hakam melangkah masuk dan duduk di ranjang. Sementara Ziya, ia masih berdiri di dekat pintu

"Sini duduk jangan berdiri disitu terus, saya mau ngomong sesuatu. Kunci pintunya" kata Hakam

"Nggak usah dikunci kak"

"Kamu dengar saya ngomong kan, kunci, takut ada orang masuk"

Ziya menuruti perintah Hakam, lantas ia menghampiri suaminya, berdiri tak jauh darinya.

Perisai HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang