9. Cinta Tersembunyi

8 2 0
                                    

"Meskipun cinta belum hadir di hatimu, namun aku yakin kamulah pelabuhan terakhir yang dikirim Tuhan untukku"

Nadziya Almaera Althafunnisa

*****

Disinilah Ziya di dalam sebuah kamar yang beberapa kali pernah ia singgahi. Kamar dengan nuansa gelap dengan dinding berwarna abu-abu, terdapat lemari disalah satu sudut kamarnya dan sebuah rak yang dipenuhi dengan buku-buku ilmu medis yang begitu tebal, sebuah sofa panjang di dekat tempat tidur juga turut menghiasi kamar, tidak hanya itu di kamar ini juga ada sebuah ruangan khusus yang menyatu yang biasa digunakan untuk tempat kerja dan juga kamar mandi yang tidak terlalu luas.

Kamar itu bukanlah kamarnya melainkan kamar suaminya, Hakam menyuruhnya untuk tidur dilantai bawah supaya tidak capek naik turun tangga. Awalnya dia menolak, ia canggung untuk tidur di kamar Hakam apalagi hanya berdua dengan yang punya kamar tetapi Hakam terus memaksa dan bukan Ziya namanya kalau nggak nurut dengan permintaan Hakam apalagi sudah memaksanya.

Ziya tengah terduduk manis di pinggiran tempat tidur menunggu Hakam keluar dari kamar mandi dengan perasaan yang campur aduk setelah makan malam bersama dengan Linda yang membicarakan tentang cucu. Apa Hakam akan meminta hak nya sebagai suami malam ini? Apa ia yakin akan menyerahkan mahkota yang ia jaga bertahun-tahun kepada Hakam? Semua pertanyaan itu muncul di benaknya.

Beberapa menit kemudian Hakam keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai celana sepaha dan tidak memakai baju, sedangkan Ziya memakai baju tidur dan masih mengenakan jilbab. Sontak Ziya menutup mata dengan kedua tangannya saat pemandangan itu terlintas di depan matanya. Pasalnya baru kali ini ia melihat Hakam berpakaian seperti itu, biasanya Hakam selalu memakai celana panjang dan tidak pernah menunjukkan dada bidangnya.

Hakam berjalan ke arahnya dan duduk di atas tempat tidur tepatnya di samping Ziya. Masih dengan posisi menutup mata, Hakam menatapnya heran lantas mengambil ponsel di atas nakas yang kebetulan ada di dekat Ziya, mau nggak mau Hakam harus mendekat membuat jantung Ziya berpacu semakin cepat.

"Mau ngapain kak"

"Ambil ponsel, tolong ambilkan tangan saya nggak nyampai" salahsatu tangannya meraih ponsel dan memberikannya pada Hakam.

"Ngapain kamu tutup mata gitu? Kelilipan?" Hakam penasaran, ia tidak menyadari bahwa dirinya yang membuat Ziya menutup kedua matanya.

"Kak Hakam kalau tidur nggak pakai baju? Emang nggak dingin?"

"O itu, pakai kok cuman lagi gerah saja. Panas banget padahal AC nya paling rendah. Kenapa nanya gitu?"

"E..enggak kenapa-kenapa kok kak" Hakam menyadari bahwa istrinya malu untuk menatap dirinya yang tidak pakai baju, ia segera berjalan ke lemari dan memakai kaos lengan pendek, sebenarnya banyak baju tidur di dalam lemari tapi ia merasa tidak nyaman memakainya saat tidur.
Ia kembali duduk di atas tempat tidur menyenderkan setengah badannya di senderan tempat tidur.

"Mau sampai kapan kamu tutup mata?" sudah beberapa menit yang lalu Hakam mengenakan baju tapi sampai sekarang Ziya tetap menutup mata.

"A..aku ke kamar mandi dulu kak" ucapnya patah-patah, ia melangkahkan kakinya dengan cepat ke kamar mandi untuk menetralkan detak jantungnya.

Lima menit sudah ia di dalam kamar mandi, ia keluar kamar mandi dengan menggigit bibir bawahnya berjalan pelan ke tempat tidur. Ekor matanya melihat ke arah Hakam yang sudah memakai kaos sedang sibuk dengan ponselnya.

"Kalau sudah ngantuk tidur saja dulu, saya masih ada kerjaan" ucap Hakam saat Ziya naik ke atas tempat tidur, dan duduk bersandar ke belakang. Lantas ia menarik ujung selimut untuk menutupi kakinya, ia menatap lekat-lekat laki-laki disampingnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Perisai HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang